Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kisah Perang Salib Pertama (1096-1099), Bagian Satu


Topswara.com -- Perang Salib adalah salah satu serial perang terpanjang dalam sejarah abad pertengahan. Tentu kita mengetahui bahwa Perang Salib adalah upaya yang dilakukan Pasukan Salib dalam merebut tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin. Padahal sebenarnya bukan cuma itu, Perang Salib juga diarahkan ke tempat-tempat lainnya, bahkan termasuk di dalam wilayah Kristendom sendiri. Perang ini pun bukan hanya menjadi kaum Muslimin sebagai sasaran, tetapi juga kaum Yahudi, dan juga kalangan Kristen sendiri yang berbeda aliran. Perang ini timbul dan tenggelam dalam periode ratusan tahun, dan mungkin saja spiritnya masih ada sampai sekarang.

Kisah kali ini akan menuturkan pada kita, bagaimana terjadinya Perang Salib Pertama, yang berlangsung dari tahun 1096 hingga tahun 1099 Masehi.

Salah satu figur sentral dalam peristiwa Perang Salib Pertama adalah seorang Paus bernama Odo de Lagery, yang bergelar Paus Urbanus II. Pada tanggal 27 November 1095, dalam sebuah konferensi di kota Clermont, Prancis, Paus Urbanus menyampaikan sebuah khotbah yang pengaruhnya melintasi zaman dan peradaban. Khotbah itulah yang membuatnya dinobatkan sebagai salah satu orang paling berpengaruh dalam sejarah manusia urutan ke-51 dalam buku “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah” karya Michael H Hart. Kalau melihat betapa dahsyatnya Perang Salib, serta betapa lama dan betapa luas jangkauannya, jelas bahwa khotbah Paus Urbanus sangatlah berpengaruh. Khotbah itu berhasil menggerakkan ribuan orang untuk rela melakukan perjalanan yang sangat jauh, mengorbankan harta dan bahkan nyawa, sepanjang ratusan tahun lamanya.

Di hadapan para petani, rakyat jelata, kesatria, pendeta, dan para bangsawan, seperti dikutip dari buku The First Crusade karya Thomas Asbridge, Paus Urbanus menyampaikan

a race absolutely alien to God has invaded the land of Christians, has reduced the people with sword, rapine, and flame. These men have destroyed the altars polluted by their foul practices. They have circumcised the Christians, either spreading the blood from the circumcisions on the altars or pouring it into the baptismal fonts. And they cut open the navels of those whom they choose to torment with loathsome deaths, tear out their most vital organs and tie them to a stake, drag them around and flog them, before killing them as they lie prone on the ground with all their entrails out. What shall I say of the appalling violation of women, of which it is more evil to speak than to keep silent?
On whom, therefore, does the task lie of avenging this, of redeeming this situation, if not on you, upon whom above all nations God has bestowed outstanding glory in arms, magnitude of heart, litheness of body and strength to humble anyone who resist you.

Pidato ini jelas saja menyulut kebencian terhadap umat Islam, sehingga mendorong orang-orang Eropa untuk bergerak ke Palestina demi memenuhi seruan Paus Urbanus. Padahal, Thomas Asbridge sendiri menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Paus itu hanyalah propaganda.
“The image of Muslims as brutal oppressors conjured by Pope Urban was pure propaganda if anything, Islam had proved over the preciding centuries to be more tolerant of other religions than Catholic Christendom.”

Memang ada banyak hal yang menggerakkan orang Eropa untuk bergabung dengan Pasukan Salib dan berangkat ke tanah suci Palestina. Umumnya, tentu saja karena faktor agama, ada yang ingin menebus dosa dan melakukan ziarah ke kota suci, sebab di Palestina juga banyak tempat suci yang disakralkan oleh umat Kristen. Para kesatria dan bangsawan umumnya berangkat ke Palestina karena tergiur dengan peluang mendapatkan wilayah kekuasaan dan harta-benda.

Seruan untuk bergabung dalam Pasukan Salib di Clermont disambut dengan antusias dan gegap-gempita. Kerumunan itu bersorak dan orang pertama yang menyambut seruan itu adalah seorang pendeta bernama Adhemar, dikenal sebagai Adhemar le Puy. Dia naik ke atas panggung, lalu membuat lambang salib dengan kain dan menempelkannya di bajunya. Khalayak pun bersorak “Deus Vult”, yang artinya “tuhan menghendaki.”

Bersambung...

Oleh: Sayf Muhammad Isa
Penulis serial Ghazi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar