Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Israel Didukung Adidaya, Palestina Dibela Setengah Hati


Topswara.com -- Aksi represif aparat Israel terhadap jemaah Masjid Al Aqsa mendapat kecaman dari belahan dunia.  Aksi tersebut menimbulkan lebih dari 100 muslim Palestina alami luka-luka.Terkait hal tersebut, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al Quds dan Palestina (KPIQP) ikut menyampaikan pandangannya dalam aksi damai secara virtual pada Minggu, 9 Mei 2021, KPIQP bersama sejumlah ormas perempuan lain di Tanah Air seperti PP Salimah, PP Muslimat Mathlaul Anwar, PP Muslimat Al Washliyah, hingga Muslimat DDII. Ketua KPIQP Nurjanah Hulwani menyampaikan kekerasan Israel terhadap rakyat Palestina sudah menjadi persoalan akidah sekaligus kemanusiaan. Menurut dia, dalam persoalan ini, umat Islam harus berjuang menanamkan kepedulian dengan peran masing-masing.

Momen bulan suci Ramadhan dan hari raya Idulfitri tidak menghalangi kebrutalan Israel yang menyerang Palestina. Saat rakyat Palestina melaksanakan shalat Tarawih di bulan Ramadan, sedikitnya 178 warga Palestina mengalami luka-luka dalam bentrokan dengan polisi Israel di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, pada Jumat (7/5) malam waktu setempat.

Polisi Israel menggunakan peluru karet dan granat kejut terhadap warga Palestina yang melemparkan batu ke arah mereka. Seperti dilansir Reuters, Sabtu (8/5), bentrokan ini pecah saat kemarahan memuncak di kalangan warga Palestina terkait potensi penggusuran sejumlah keluarga Palestina dari rumah-rumah mereka yang tanahnya diklaim oleh para pemukim Yahudi yang menggugat ke pengadilan.

Masih di momen Idul Fitri, militer Israel melancarkan serangan terbaru di Jalur Gaza pada Senin pagi (17/5). Serangan dilakukan dengan rudal yang lebih kuat daya ledaknya dengan durasi yang lama. Akibat serangan terbaru yang dimulai sepekan lalu, sedikitnya 192 orang, termasuk 58 anak-anak dan 34 perempuan, telah tewas di Jalur Gaza (msn.com, 17/05/2021).

Saat Dewan Keamanan PBB bersidang untuk membahas agresi Israel ke Palestina, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan kampanye di Gaza terus berlanjut dengan kekuatan penuh. Netanyahu juga membela serangan udara Israel pada hari Sabtu yang menghancurkan gedung 12 lantai tempat Associated Press dan jaringan TV Al Jazeera berkantor. Dia mengatakan struktur itu juga menampung kantor intelijen kelompok militan dan dengan demikian menjadi target yang sah.

Serangan brutal Israel terhadap Palestina kali ini telah memancing perhatian dunia. Berbagai kecaman dan aksi unjuk rasa telah dilakukan baik oleh muslim maupun nonmuslim di seluruh dunia. Namun, kekuatan Israel yang didukung penuh Amerika Serikat tidak layak hanya dihadapi dengan kecaman dan beragam resolusi. Termasuk apa yang dilakukan negara Arab dan dunia Islam lewat OKI. Solusi yang ditawarkan OKI adalah solusi dua negara, sama dengan apa yang menjadi komitmen AS. Hal tersebut hanya menunjukkan pembelaan setengah hati. 

Sungguh, nestapa rakyat Palestina telah dimulai pasca kekalahan Daulah Khilafah Utsmani di Perang Dunia I yang mengakibatkan Daulah Khilafah terjebak dalam Perjanjian Sykes-Picot yang menjadikan kondisi negara-negara di luar jazirah Arab atau Timur Tengah termasuk tanah suci Palestina sangat memilukan. Negara Eropa khususnya Inggris dan Perancis secara licik merupakan dalang dari perjanjian ini. Mereka telah memotong wilayah timur tengah layaknya kue yang siap dibagi-bagi untuk dikuasai. 

Dari perjanjian ini disepakati wilayah timur tengah daulah khilafah akan dibagi untuk kedua negara tersebut dan para sekutunya. Sementara itu, wilayah Palestina ditetapkan sebagai perbatasan kedua wilayah tersebut sekaligus menjadi wilayah internasional. Dari sinilah awal nestapa muslim terutama di Palestina. Sejak berubah menjadi wilayah internasional melalui Perjanjian Balfour, pada tanggal 2 November 1917 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris, telah disepakati adanya penyerahan wilayah Palestina ke komunitas Yahudi dan mereka mendirikan “negara” Israel bagi Yahudi di Palestina. 

Kepiluan yang dialami rakyat Palestina semakin parah dengan runtuhnya Daulah Khilafah Utsmani tahun 1924 akibat rencana licik dan busuk agen Inggris Mustafa Kemal Ataturk. Sejak saat itu kaum muslimin tidak memiliki perisai yang melindungi mereka dari penjajah seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Rusia, dan Israel. Negeri muslim terpecah menjadi negara bagian (nation state) dengan memperjuangkan nilai yang rendah yakni nasionalisme. Negeri muslim bersatu secara semu dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Negeri kaum muslim pun berubah menjadi negara pengekor, kebijakan luar negerinya tidak mandiri melainkan didikte sesuai kepentingan “tuan besar”-nya Inggris atau AS. 

Oleh karena itu, wajar bila tidak ada penguasa negeri muslim yang menyelamatkan Palestina dari resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB pada 29 Oktober 1947. Sebuah keputusan yang menyatakan 55% wilayah Palestina diserahkan kepada Yahudi. Kemudian selanjutnya Yahudi mendeklarasikan sebuah negara Israel tahun 1948. Sejak itu Israel terus memperluas penguasaan tanahnya dengan cara-cara ilegal dan kriminal hingga saat ini. Padahal wilayah Palestina merupakan tanah wakaf yang sampai kapanpun adalah milik kaum muslimin. Tanah ini telah dijaga dari segala bentuk penjajahan orang-orang kafir dengan seluruh kemampuan bahkan nyawa ksatria Islam di Daulah Khilafah. 

Oleh karena itu, kebutuhan mendasar Palestina saat ini adalah bantuan militer untuk mengusir tentara Israel dari bumi Palestina. Jika kita analogikan, ada seorang perampok yang membunuh tuan rumah dan memaksa membagi dua rumahnya. Bantuan apa yang logis agar permasalahannya selesai? Tentu kita harus membantu tuan rumah untuk mengusir perampok tersebut. Pemberian obat-obatan dan makanan sesungguhnya tidaklah mampu menyelesaikan masalah Palestina.

Namun kenyataannya, pemimpin kaum muslim diam tak bergerak. Dari 50 negeri muslim, tak ada satu pun yang mengirimkan tentaranya. Mereka hanya mampu mengecam tindakan Israel atas Palestina, yang sama sekali tak membuat takut Israel. Mengapa para pemimpin umat Muslim bungkam? Bahkan negeri yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Palestina justru manut pada AS.

Jawabannya adalah, mayoritas pemimpin negeri muslim adalah antek Barat. Atas nama kepentingan nasionalnya mereka rela melihat saudaranya teraniaya. Buktinya, walaupun sudah jelas terang-terangan AS menyuplai senjata pada Israel dan mendukung penuh kependudukan, namun tak ada satu pun negeri muslim yang membantu mengusir tentara Israel.

Berdasarkan hal tersebut, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan umat muslim di Palestina dan negeri muslim yang lain, kecuali dengan mengembalikan daulah khilafah sebagai perisai umat Islam. Khilafah akan mencegah musuh menyerang atau menyakiti kaum muslim, mencegah masyarakat satu dengan yang lain dari serangan, melindungi keutuhan Islam agar disegani masyarakat dunia. Sehingga mereka pun takut dengan kekuatannya seperti yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II yang menolak sama sekali segala bentuk penyerahan tanah Palestina kepada kaum kafir meskipun hanya sejengkal. 

Negara khilafah akan dengan mudah mengirim pasukan jihad sebagaimana yang pernah dilakukan dulu sebelum daulah diruntuhkan. Adanya jihad yang berada dalam satu komando Khalifah membuat puluhan juta tentara muslim dari seluruh wilayah di bawah naungan Khilafah akan mampu mengusir tentara Israel. Maka, inilah seharusnya yakni pembelaan penuh terhadap Palestina, bukan setengah hati. 
Wallahu’alam bishshawab


Oleh: Silmi Dhiyaulhaq, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar