Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tafsir Quran Surat Al-Baqarah Ayat 139


Topswara.com -- Quran Surat Al-Baqarah Ayat 139 

قُلْ أَتُحَآجُّونَنَا فِى ٱللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَآ أَعْمَٰلُنَا وَلَكُمْ أَعْمَٰلُكُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُخْلِصُونَ 

Terjemah Arti: 

"Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati" 

Debat itu dengan argumen, bukan asal pokoke. Dalam perdebatan yang sehat harus sama-sama tahu tentang hujjahnya. Tidak boleh debat dengan orang bodoh, dungu atau "jahil murokab" atau "pekok".  Debat dengan orang bodoh itu tidak ada manfaatnya. 

Dalam pandangan Imam al-Ghazali, manusia terbagi menjadi empat golongan: 

Pertama, rojulun yadri wa yadri annahu yadri (seseorang yang tahu (berilmu), dan dia tahu kalau dirinya tahu). 

Kedua, rojulun yadri wa laa yadri annahu yadri (seseorang yang tahu (berilmu), tapi dia tidak tahu kalau dirinya tahu). 

Ketiga, rojulun laa yadri wa yadri annahu laa yadri (seseorang yang tidak tahu, tapi dia tahu bahwa dirinya tidak tahu). 

Keempat, rojulun laa yadri wa laa yadri annahu laa yadri (seseorang yang tidak tahu (tidak berilmu), dan dia tidak tahu kalau dirinya tidak tahu). 

Berdebatlah dan ikutilah orang yang alim, orang yang tahu bahwa dirinya tahu, sedangkan dengan yang lain kita harus berhati-hati karena tidak mendatangkan kemanfaatan bagi kita. 

Kata ‘Al-mahajjatu’ dalam ayat 139 bermakna perdebatan antara dua orang atau lebih dalam masalah-masalah khilafiyah hingga setiap pihak dari kedua belah pihak mengusahakan untuk menguatkan argumen-argumen lawannya, setiap pihak dari mereka berusahan untuk menegakkan argumen dalam hal tersebut. Yang diharapkan dalam perebatan itu adalah seharusnya berjalan dengan cara yang paling baik, dengan jalan yang paling dekat untuk mengembalikkan seseorang yang tersesat pada kebenaran, dan menegakkan hujjah atas orang-orang yang keras kepala, menjelaskan kebenaran dan menerangkan kebatilan. 

Jika keluar dari prinsip-prinsip di atas, maka perdebatan itu menjadi sebuah perdebatan kusir dan pertengkaran mulut yang tidak ada gunanya, dan dapat menimbulkan keburukan. Para ahli kitab mengaku bahwa mereka adalah yang paling berhak kepada Allah daripada kaum Muslimin. Ini hanyalah sebatas pengakuan yang butuh dalil dan keterangan yang kuat.

Ayat 139 berkaitan dengan ayat 135 yang memerintahkan nabi Muhammad untuk mengatakan kepada mereka bahwa kami hanya mengikuti agama nabi Ibrahim. Kini, pada ayat ini, nabi Muhammad diperintahkan untuk mendebat mereka. 

Allah: Tuhan yang sama seluruh alam 

Katakanlah, apakah kamu hendak berdebat dengan kami tentang ke esaan dan kemahasempurnaan Allah, padahal dia adalah tuhan kami dan tuhan kamu. Kita sama-sama menyembah-Nya dan kita pun tidak bisa menghindar dari ketetapannya. 

Diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, "Wajiblah manusia mengikuti agama kami, karena nabi berasal dari kami agama diturunkan atas kami, tidak pernah dijanjikan kepada orang Arab." Maka Allah menolak pendapat mereka dengan ayat ini. 

Dengan ayat ini pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani sudah terjawab dengan menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi mereka mengatakan yang demikian. Allah Tuhan seluruh alam, Pencipta dan Pemilik seluruh makhluk. Derajat manusia bukan diukur dengan bangsa, keturunan dan pangkatnya, tetapi diukur dengan amal dan perbuatannya. Pengaruh perbuatan itu tampak pada diri setiap manusia dan tingkah lakunya. Perbuatan yang baik memberi pengaruh yang baik, sebaliknya perbuatan yang buruk memberi pengaruh yang buruk pula. Hanya Allah yang dapat menilai perbuatan itu. 

Pengaruh perbuatan buruk pada orang-orang Yahudi dan Nasrani tergambar di dalam ucapan mereka. Allah berfirman: 

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, "Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani." Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, "Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar." (al-Baqarah/2:111). 

Dan mereka berkata, "Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah, "(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah termasuk orang yang musyrik." (al-Baqarah/2:135). 

Pertanggungjawaban suatu kaum 

Kalau begitu, bagi kami amalan kami yang akan kami pertanggungjawabkan, dan demikian pula bagi kamu amalan kamu yang akan kamu pertanggungjawab kan. Dan hanya kepada-Nya kami dengan tulus mengabdikan diri tanpa mempersekutukan-Nya, sedangkan kamu mem persekutukan-Nya dengan Nabi Isa dan para nabi yang lain. 

Kaum Yahudi dan Nasrani mengaku mengikuti nabi Ibrahim yang mengajarkan tauhid, yang dengannya mereka merasa berhak masuk surga, padahal mereka telah menyimpang. Dugaan mereka itu dibantah dalam ayat ini. Ataukah kamu, orang-orang Yahudi dan Nasrani, berkata bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya adalah penganut Yahudi atau Nasrani, agar dakwaan kamu menjadi benar' katakan lah, kamukah yang lebih tahu tentang hal itu atau Allah' orang-orang Yahudi dan Nasrani sebenarnya tahu bahwa Ibrahim tidak mungkin beragama Yahudi ataupun Nasrani, karena dia hidup jauh sebelum nabi Musa dan nabi Isa, tetapi mereka menyembunyikan hal itu. 

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya' yakni persaksian Allah dalam Taurat dan Injil bahwa nabi Ibrahim dan anak cucunya bukan penganut Yahudi maupun Nasrani dan bahwa Allah akan mengutus nabi Muhammad. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. 

Menurut Imam Izzuddin bin Abdussalam amalan itu juga ditentukan oleh niat yang ikhlas, niat karena Alloh bukan karena Alloh, misalnya karena riya'. Keikhlasan itu harus total, tdk boleh dicampuri sedikitpun oleh niat yang lain. Ketika tercampur maka Alloh akan menolak amalan tersebut. 

Sedangkan menurut Imam Al- Ghazali (1975) ikhlas yaitu melakukan segala sesuatu dengan disertai niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dari segala bentuk ketidakmurnian selain taqarub illallah. Diterimanya amal tergantung niatnya, jika niatnya yang lilahi ta'ala hanya 10 persen ia pun hanya mendapat pahala manfaat 10 persen saja, yang 90 persen tidak bermanfaat bagi yang beramal. 

Imam Ghazali mengatakan, saat melaksanakan ibadah-ibadah batin dan sunnah harus disertai keikhlasan mengerjakan amal dan mendapatkan pahala. Selain itu, menurut Al Ghazali, seorang hamba juga wajib untuk mewaspadai sepuluh hal saat mengerjakan amal, yaitu pertama kemunafikan, kedua riya, ketiga kekacauan, keempat menyebut-nyebut kebaikan, kelima menyakiti, keenam menyesali berbuat baik, ketujuh ujub, kedelapan meratap, kesembilan menganggap enteng, dan kesepuluh takut terhadap cercaan manusia.  

Agama Tauhid: Agama yang paling benar 

Berdasarkan ayat 139  dapat ditegaskan bahwa agama yang benar ialah agama yang berasaskan Tauhid, agama yang memurnikan ketaatan kepada Allah semata. Agama itulah yang dibawa Nabi Muhammad saw, untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. 

Wallohu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum wr. wb.


Ditulis kembali oleh Suteki
(Digabung dengan beberapa artikel) 

Kajian Subuh di Masjid At Taufiq Srondol Wetan Banyumanik Semarang. Ngaji Tafsir Al-Quran bersama Ust. Baedhowi. Kamis, 29 April 2021. 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar