Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mempersoalkan Dinar dan Dirham, Mengidap Fobia Islam


Topswara.com -- Pasar Muamalah yang beroperasi sejak 2014 di Depok, kini menjadi sorotan. Setelah video viral yang mengaitkan Pasar Muamalah dengan sistem khilafah (okezone.com, 29/01/2021). Buntutnya, pendiri Pasar Muamalah, Zaim Saidi, ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap Bareskrim Polri (kompas.com, 03/02/2021).

Zaim dijerat dengan dua pasal, pertama pasal 9 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Hukuman penjara paling lama lima belas tahun jika melanggar pasal tersebut. Yaitu bagi sesiapa saja yang membuat benda semacam mata uang atau kertas dan menggunakannya sebagai alat pembayaran yang sah. 

Kedua, pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Apabila bertransaksi dengan mata uang selain rupiah, UU ini akan memberikan sanksi denda 200 juta rupiah dan kurungan penjara paling lama satu tahun. Atas dua pasal tersebut, Zaim Saidi terancam hukuman penjara 15 tahun.

Fobia Islam Akut

Keberadaan Pasar Muamalah dihubungkan dengan sistem khilafah ditengarai hasil terinfeksi fobia Islam akut. Apalagi sampai dianggap mengancam ekonomi nasional sebagaimana diungkapkan oleh wapres Ma'ruf Amin (bisnis.com, 06/02/2021). 

Karakteristik ekonomi nasional yang diwarnai sistem kapitalisme, menjadikan uang kertas atau fiat money sebagai alat tukar yang sah. Pada faktanya, uang kertas tak memiliki nilai intrinsik. Setiap negara menyandarkan dolar yang juga berupa fiat money. Sehingga berpeluang menyebabkan krisis moneter akibat berubah-ubahnya nilai mata uang tersebut. 

Selisih harga dolar dengan mata uang yang lain, menjadi kesempatan para pialang kapitalis untuk meraup keuntungan. Terlebih dengan jeratan utang berbasis riba, semakin memperkaya para kapital. 

Berbeda dengan dinar yang terbuat dari emas, dan dirham yang terbuat dari perak. Nilainya akan stabil karena unsur intrinsik dalam emas dan perak itu telah membuat dinar dan dirham menjadi mata uang yang stabil. Jelas ini membahayakan ekonomi kapitalisme yang memanfaatkan ketidakstabilan mata uang demi kepentingan para pemilik modal.

Sejarah Dinar dan Dirham

Ternyata, mata uang dinar dan dirham telah ada sebelum islam. Dalam kitab Al-Amwal karangan Abdul Qadim Zallum diceritakan, orang-orang Arab Quraisy telah melakukan perniagaan dengan negeri-negeri tetangga dari berbagai tempat. 

Kebiasaan orang-orang Quraisy ini diabadikan dalam Al-Qur'an surah Al-Quraisy ayat 1-2.  Mereka membawa dinar emas Kaisar setelah kembali dari Syam, dan dirham perak Kisra setelah kembali dari Irak. Dari Yaman, mereka kembali membawa dirham Hamiriyah, sedangkan Dinar emas Hirakliy dan dirham perak Sasanid mereka bawa dari Hijaz.

Dinar dan dirham yang dibawa orang Quraisy tersebut dijadikan alat timbangan. Setelah islam datang, Rasulullah Saw. menetapkan dinar dan dirham tersebut menjadi mata uang. Sebagaimana hadits Rasul Saw: "Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran maka takaran penduduk Madinah." (HR. Abu Daud).

Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas, sedangkan satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Ketetapan timbangan bagi dinar ini pun dikaitkan Rasulullah Saw. dengan hukum zakat, diyat dan nishab potong tangan. Timbangan ini juga yang digunakan Khalifah Abdul Malik bin Marwan ketika mencetak dinar dan dirham yang bercorak islam. 

Keberadaan emas dan perak sebagai logam mulia telah diketahui sejak lama. Ketika ia dijadikan mata uang maka ada banyak keunggulan yang didapatkan dibandingkan dengan uang kertas. Apalagi uang kertas saat ini, pencetakannya tak dijamin dengan emas, tapi cukup dengan UU.

Di antara keunggulan dinar dan dirham:
Pertama, memenuhi rasa adil. Nilai yang tertera sama dengan nilai intrinsiknya. Berbeda dengan uang kertas yang nilai nominalnya jauh berbeda dibandingkan dengan nilai intrinsiknya.

Kedua, dinar dan dirham lebih tahan terhadap inflasi. Fakta telah membuktikan bahwa emas dan perak lebih stabil dibandingkan fiat money atau uang kertas. Dan tak jarang, keberadaan fiat money menjadi pemicu krisis ekonomi.

Dinar dan dirham memiliki tingkat penerimaan yang tinggi dalam tukar menukar mata uang. Ini keunggulan ketiga dari dinar dan dirham. Ia tak memerlukan perlindungan nilai karena telah dijamin oleh emas dan perak pada dinar dan dirham itu sendiri.

Secara manusiawi tak ada orang yang mau mengalami krisis ekonomi, begitupun dengan negara. Jika dinar dan dirham bisa menjadi solusi untuk keluar dari siklus krisis moneter, mengapa ada kriminalisasi pada dinar dan dirham. 

Fobia Islam telah menutup mata dari keunggulan mata uang Islam. Monsterisasi khilafah menjadi satu-satunya alasan menolak semua kebaikan Islam. Padahal Allah Swt telah menjamin keberkahan jika syariat islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dan satu-satunya negara yang mau menerimanya hanyalah khilafah. Wallahu a'lam. []

Oleh: Mahrita Julia Hapsari
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar