Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fruit Of Hate


Topswara.com -- "Hmm, aku punya sebuah kisah untuk kalian. Yaa bisa dibilang seperti menonton acara di salah satu channel TV swasta. Tapi ini kisah nyata yang terjadi dua tahun lalu. Terjadi tidak disorot dengan berpuluh-puluh kamera, arahan sutradara galak, ataupun kerja keras kru-kru.

Kisah ini tentang sebuah penyesalan dari seseorang yang memiliki kebencian di dalam hatinya. Ia benci terkukung. Ia benci dengan peraturan. Tapi kalau kalian tau, kebencian yang ia punya merupakan kebencian yang salah. Karena dari kebencian tersebut, ia kehilangan sesuatu. 

Pada akhirnya menjadi kenangan buruk. Dihantui oleh penyesalan yang panjang. Pahit. Seperti halnya tanaman pare. Kawan, kalian tau? Kebencian selalu membawamu ke lorong yang gelap. Karena semua itu memiliki akhir yang menyakitkan.

Aku menekan tombol kotak di tengah layar bagian bawah. Selesai. Detik berikutnya, video dengan kapasitas 15 megabyte itu tersimpan di memori handphone yang hampir penuh."

-----

Two years ago, 23.30.

Aku menutup pintu gerbang rumah pelan. Tanpa berniat sedikitpun menimbulkan bunyi. Sebentar, aku mengedarkan pandangan siaga ke seluruh halaman. Kurasa aku lebih mirip maling. Atau sudah? 

Hei, namaku Bryan. Kegiatanku sehari-hari, tentu saja, menjadi seorang mahasiswa bandel ala-ala badboy , yang ideku itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Mama-papaku. 

Begini-begini, aku dilahirkan di keluarga muslim yang taat. Pastinya dengan segala peraturan yang super ketat, menurut pemikiran kolotku. Mulai dari harus sholat lima waktu dan mengaji, dilarang pacaran terlalu eksklusif, deh. Fiks, mulai hiperbola.

Kegiatanku rutinku selalu pulang malam tanpa sebab yang jelas. Tentu saja, itu rahasia terbesarku. Bisa-bisa kalau Papa tau alasannya, aku dinasehati habis-habisan atau bahkan menyita uang saku selama seabad. Horor juga, kan? 

Tunggu. Aku tidak melihat Papa sidak malam ini. Mungkin sudah tidur. Capek pulang dinas dari luar kota. Yes! Ini kabar baik. 

Biasanya aku teledor sekali sampai Papa memergokiku baru pulang larut malam. Kalian tau adegan setelahnya? Tentu saja aku dinasehati panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume (malah ngelantur). Tapi lama-lama kebal juga. Mending aku tidak berurusan dengan Papa malam-malam begini. Bisa kacau rasa kantukku. 

Glontangggg aduhhh gawat! Aku tidak sengaja menyenggol kaleng kerupuk di dapur. Detik berikutnya, tanpa aba-aba, sempritan, atau semacamnya, lampu philip 12 watt di atasku menyala. Menampakkan tubuhku dengan pose superman kesleo . Kalau Bianca lihat pasti ia akan meledekku sepanjang masa.

“BRYANN! Kamu pulang malam lagi? Papa udah bilang berapa kali, heh?!” Emosi Papa meninggi.

Aku hanya mendengarkan sampai Papa selesai bicara. Setelah Papa masuk kamar, aku tanpa banyak bicara langsung naik ke lantai dua.
Huuuh akhirnya, pasti setelah ini Papa bakalan mengancam menyita uang saku selama sebulan. Tidak masalah, lagian aku bisa cari uang sendiri

Ca, lo di dalem?” Tanpa perlu tau jawabannya, aku membuka pintu sebuah kamar ber-cat coklat. Tampak seorang cewek menggunakan headset yang langsung melongo melihatku masuk. Dia adikku, Bianca, kelas 12. 

Ngapain lo?” tanyaku basa-basi yang sangat basi. Cewek itu mendengus. Menyodorkan laptopnya kepadaku. 

Liat, nih! Masak ujung-ujungnya Si Bambang mutusin Painem gegara liat Paijo nolongin Painem di supermarket. Si Bambang baperan banget, si! Nggak jelas banget jadinya!”  

Gini ni, punya adek super bawel. Hobi nontonin drakor, pulak!

"Ye, lo juga nggak jelas, Ca!”
Yang diajak ngomong melotot. Lalu nyengir. 
“Eh, Kak. Ditegur Papa lagi ya?” Aku melengos. “Lagian sih kakak bandel banget jadi orang. Insaf kak! Udah tua!” lanjutnya. 

"Enak aja!"
"Nguping, kan?” todongku bete. 
Menyisakan cengirannya yang menyebalkan. 
Tuh kan, udah gue duga. Eh, nih, gue bawain bakso bakar kesukaan lo” ucapku menyodorkan bungkusan yang kubawa. Wajahnya nampak sumringah.

Besok gue ada party buat valentine-nan” jelasku singkat. "Hah? Lagi?" wajah polos menyebalkannya muncul. 
Ya Ampyunnn, kagak ada kapoknya ni orang. You- nggak boleh ikut kakak tercintaa... valentine day itu nggak bolee. Nanti klo ada masalah gimana?” Aku menyeringai. 

Lama-lama mirip emak-emak lu!” pungkasku melambaikan tangan. Sekarang Bianca yang bete dibilang mirip emak-emak. Menjulurkan lidahnya sambil memakai headset kembali. Aku tak mempedulikan nasehatnya, meski aku ingat mama juga sering bilang padaku: 

“Bryan, meski seluruh dunia setuju hari valentine, nak, tetep aja itu nggak boleh. Meski semua warga dunia merayakannya, tetep aja dalil Allah nggak akan berubah. Itu tetep aja haram, Bryan. Man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian darinya”.

-----

Gue cabut, Gengss!” Aku melambaikan tangan pada teman-temanku yang langsung disambut wajah sebal dari mereka. Aku menyeringai. Baru saja aku memutuskan pulang 2 jam lebih awal dari ‘acara inti’. Tentu saja teman-temanku kecewa. Tapi dari pada ketauan pulang malem lagi, lebih baik aku cepat-cepat cabut. Aku berpamitan pada lampu-lampu tumbler yang terpajang hampir di setiap sudutnya. 

Kesekian kalinya, aku bersiap melakukan acting terbaikku. Apalagi kalau bukan menyelinap seperti maling profesional? Tapi sial, belum sempat meluncurkan bakatku mengendap-endap, aku mendapati Papa, Mama, dan Bianca sudah berdiri di depan gerbang. Huuh, acting sisanya aku bisa kok mematung.

“Habis dari mana, Bray?" sambut Papa datar. Berusaha mendekatiku. Aku mundur beberapa langkah. 

“Nggak usah jawab. Papa udah tau kok kamu dari mana," berondong Papa. Aku masih diam menahan nafas kesal. 

“Kalo tadi Aca nggak merengek minta beli sepatu buat acara sekolahnya, Papa nggak akan melihat sendiri kamu rangkulan sama cewek nggak yang gak bener.”

“Papa kecewa sama kamu. Berkali-kali kamu melanggar aturan di rumah ini. Padahal itu aturan Allah. Bukan sekedar aturan yang Papa-mama buat-buat sendiri. Papa percaya kamu selalu pulang malem karna main ke rumah teman, belajar kelompok, atau cuma sekedar main game sampe lupa waktu. Tapi ternyata kamu pergi ke tempat yang paling papa benci dan Allah benci. NGERAYAIN VALENTINE? Iya?! Papa-mama itu sayang sama kamu. Begini cara membalas kepercayaan Papa?” Aku menatap papa. 

“Papa tau? Bryan benci. Bryan capek hidup dalam peraturan Papa yang banyak larangannya ini itu..." 

“itu buat kebaikan kamu, Bryan!” Aku melengos. 
“KEBAIKAN?” Tanpa lama-lama aku meninggalkan Papa, Mama, dan Bianca. 

Kabur. Adalah jalan tercepat mengakhiri masalah. Bukankah ketika kalian jenuh dengan sesuatu, kabur adalah jalan terbaik? Aku hanya fokus pada ego-ku. Sampai tidak sadar kalau Bianca berusaha mengejarku.

“Kak” Aku menoleh. “Apa? Kalo lo mau mohon-mohon gue balik ke rumah, sorry , gue gak mau".

“Tapi, yang dibilang Papa itu benar, Kak. Itu semua buat kebaikan kakak”. Aku menepis tangannya. 

“Minggir!” Tapi Bianca tidak menggubris. Ia masih aja membuntutiku. Aku memikirkan cara lain. Dengan cepat, aku berbelok di tikungan paling ekstrem di perumahanku. Berniat menghindari kejarannya.

Saat itulah, sebuah avanza maroon terbaru dengan plat B melaju dengan kecepatan cukup cepat dari arah timur.

Sejurus aku yang sadar Bianca akan muncul dari arah berlawanan, langsung berteriak. 

Saat itulah BRAKKKK!
Semuanya terlambat. Semuanya berakhir.
Menyisakan aku, yang hanya bisa mematung tak berdaya di ujung jalan. Inilah penyesalanku. []

Oleh: Dhila Dhea

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar