Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nalar Kritis Hilang, Prof Suteki: Iming-Iming Jabatan Empuk?


Topswara.com-- Menyoroti menurunnya daya kritis masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, Pakar  Filsafat Pancasila dan Hukum Masyarakat Prof. Suteki, SH., M. Hum menduga adanya iming-iming (tawaran);jabatan pemerintahan.

"Patut disayangkan, tampaknya tengah berlangsung semacam upaya melemahkan nalar kritis pemuda pejuang dengan iming-iming jabatan yang empuk," tuturnya dalam Kuliah Online WAG Uniol 4.0 Diponorogo Selasa, (12/01/2021).

Ia memperkirakan, mampukah Pemuda Muhammadiyah dan IMM untuk berpikir, berpendapat, dan bertindak kritis terhadap kebijakan publik Pemerintah pasca pimpinannya menduduki jabatan empuk di pemerintahan? Belum lagi menurutnya, sudah disaksikan bersama bahwa Ketua organisasi lain yakni Pemuda Anshor Yaqult juga telah memperoleh anugerah jabatan sebagai Menteri Agama menggantikan Fachrurozi. 

"Dengan itu, maka pertanyaan yang sama ingin kami lontarkan, mampukah Pemuda Anshor bernalar kritis terhadap kebijakan publik pemerintah setelah ketuanya menjadi pejabat di Kementerian Agama?" tanyanya.

Ia meragukan kemampuan bernalar kritis tersebut bahkan dapat prediksikan akan terpasung hingga terbungkam. Ia turut prihatin, jika kedua organisasi pemuda yang sama-sama memiliki "pasukan" militan yaitu KOKAM dan BANSER akan menjadi tameng atau setidaknya menjadi alat "legitimasi" segala kebijakan pemerintah demi kelangsungan status quo-nya. Karen menurutnya, hal tersebut adalah fenomena yang tak langka lagi saat ini, ketika masyarakat umum atau sekaligus orang-orang yang di lingkungan pemerintahan, mengalami krisis daya kritis terhadap pemerintahan atau dinamika sosial kehidupan yang sedang berjalan. 

"Ya, padahal betapa pentingnya daya kritis seseorang apalagi yang berada dalam lingkungan pemerintahan, terutama bagi kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah apakah sesuai dan relevankah terhadap masa depan masyarakat dan negara yang diurusnya," tuturnya.

Menurutnya, nalar kritis adalah cara berpikir seseorang yang secara sistematis, logis, dan objektif dalam menilai sesuatu atau dalam membuat keputusan. Dalam rangka memperbaiki hal-hal yang dinilai tidak sejalan dengan kebaikan terhadap suatu tujuan, bukan sebagai alasan yang sengaja dimunculkan untuk tujuan mencari-cari kelemahan atau kesalahan atas sesuatu yang diputuskan.

"Namun, dalam kehidupan bernegara kita hari ini, sikap atau kuatnya nalar kritis seseorang justru menjadi masalah tersendiri. Yang pada realitasnya tidak jarang menjadikan pihak-pihak yang kritis dan berseberangan pola pikir atau pandangan politiknya dengan pemerintahan yang berjalan, malah terancam dipidanakan," ungkapnya.

Menurut Prof. Suteki sapaan akrabnya, penangkapan aktivis, kriminalisasi para dai dan ulama yang aktif melakukan amar makruf nahi mungkar, atau tragedi pembunuhan enam laskar, hingga penangkapan ketua ormas yang baru saja dibubarkan pemerintah itu, adalah serangkaian data teraktual sebagai bukti betapa nalar kritis masyarakat justru menjadi sesuatu yang terlarang di dalam kehidupan bernegara bangsa ini.

Ia mengatakan, fenomena penangkapan dan persekusi sejumlah aktivis tersebut bukannya menjadikan para pemuda atau orang-orang yang berada dalam lingkungan pemerintahan bangkit dan mengangkatnya menjadi permasalahan yang serius. "Akan tetapi justru membuat sebagian besar dari mereka malah mengamini dan mengikuti instrumen pemerintah, yang sejatinya menyalahi prinsip-prinsip dalam bernegara demokrasi yang tengah mereka jalankan," pungkasnya.[] Alfia Purwanti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar