Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Remaja Bunuh Diri: Alarm Serius Kesehatan Mental Generasi Muda


Topswara.com -- Dalam pekan terakhir Oktober 2025, publik diguncang oleh kabar memilukan dari Kota Sawahlunto, Sumbar. Dua siswa SMP ditemukan tewas dengan dugaan bunuh diri. 

Kasus pertama terjadi pada 6 Oktober, menimpa ANJ (15), siswa kelas IX SMPN 2 Sawahlunto, yang ditemukan di ruang OSIS sekolah dalam kondisi meninggal dunia. Disusul kasus kedua pada 28 Oktober, BE (15), siswa SMPN 7 Sawahlunto, ditemukan tewas di ruang kelas dengan leher terikat dasi.

Tragedi serupa juga terjadi di Kampung Cihaur, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Seorang bocah berusia 10 tahun, MAA, siswa kelas V SD, ditemukan tewas gantung diri menggunakan tali sepatu di rumah neneknya. 

Rangkaian peristiwa ini mengguncang nurani bangsa dan menjadi alarm keras bahwa kesehatan mental anak dan remaja Indonesia tengah berada di titik kritis.

Butuh Perhatian Serius

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebutkan, dari program pemeriksaan kesehatan jiwa terhadap sekitar 20 juta penduduk, ditemukan lebih dari dua juta anak mengalami gangguan mental (republika.co.id, 30/10/2025). 

Data ini menunjukkan bahwa krisis kesehatan jiwa bukan fenomena individu, melainkan masalah sosial yang luas dan mendesak.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap perilaku melukai diri sendiri (self harm) di kalangan remaja. Ia mendorong orang tua untuk membangun kasih sayang, komunikasi hangat, dan kepekaan terhadap perubahan perilaku anak.

Sementara itu, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menekankan pentingnya penerapan UU No. 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi agar sekolah memiliki psikolog yang siap memberikan pendampingan emosional bagi siswa.

Racun Media Sosial

Salah satu pemicu meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan remaja adalah pengaruh negatif media sosial. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube kini dipenuhi konten tentang self harm dan depresi yang justru menormalisasi tindakan berbahaya tersebut.

Media sosial yang seharusnya menjadi ruang ekspresi, kini berubah menjadi medan yang memperparah kesepian, membandingkan diri secara berlebihan, dan memunculkan rasa tidak berharga.

Semua itu mempertegas bahwa persoalan bunuh diri tidak lagi bisa dilihat sebagai masalah personal, melainkan akibat dari sistem sosial yang abai terhadap kesejahteraan emosional generasi muda.

Dampak Sekularisme dan Liberalisme

Kerapuhan mental remaja tidak terlepas dari arus sekularisme dan liberalisme yang menyingkirkan nilai spiritual dalam kehidupan. 

Pola asuh modern yang berorientasi pada materi membuat banyak orang tua merasa cukup ketika kebutuhan fisik anak terpenuhi, sementara kebutuhan spiritual dan moral terabaikan.

Akibatnya, lahirlah generasi yang mudah putus asa, rapuh, dan kehilangan makna hidup. Ketika dihadapkan pada kegagalan atau tekanan sosial, mereka tidak memiliki sandaran iman yang kuat. 

Di sisi lain, liberalisme di dunia digital memberi ruang kebebasan tanpa batas, sehingga konten berbahaya seperti bebas diakses tanpa kontrol moral maupun hukum.

Kebebasan yang tak terkendali ini menjadi bumerang. Atas nama ekspresi diri, banyak remaja kehilangan arah dan menganggap melukai diri bentuk pembebasan. 

Padahal, kebebasan sejati adalah kemampuan mengendalikan diri berdasarkan nilai dan iman, bukan mengikuti arus yang menyesatkan.

Islam Menjaga Kesehatan Jiwa

Islam memandang bahwa menjaga jiwa (hifz an-nafs) adalah salah satu tujuan utama syariat. Karena itu, solusi terhadap krisis bunuh diri remaja tidak cukup hanya dengan memperbanyak konselor atau terapi psikologis, tetapi harus dimulai dari akar pendidikan berlandaskan akidah yang kuat.

Anak yang tumbuh dalam keimanan akan memahami bahwa hidup adalah amanah dari Allah. Setiap ujian memiliki hikmah, dan setiap kesulitan pasti disertai pertolongan. Ia akan belajar bersabar, berusaha, dan tidak mudah menyerah. Kesadaran spiritual ini menjadi benteng kokoh dari berbagai tekanan hidup.

Dalam sistem Islam, tanggung jawab pendidikan tidak hanya diemban keluarga, tetapi juga negara. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan berbasis akidah Islam, menjaga moral publik, serta menutup akses terhadap konten yang merusak jiwa dan akhlak generasi muda. Pemimpin yang beriman berperan sebagai pelindung rakyatnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, penyelesaian masalah bunuh diri pada remaja tidak cukup dengan pendekatan psikologis individual. Diperlukan perubahan sistemik yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai dasar pendidikan, media, dan kebijakan sosial.

Hanya kembali kepada Allah dan menanamkan keimanan yang kokoh, generasi muda akan menemukan makna hidup yang sejati, kekuatan untuk menghadapi ujian, serta ketenangan jiwa yang hakiki. []


Oleh: Cahya Candra Kartika, S.Pd. 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar