Topswara.com -- Katanya penulis ideologis, tetapi kok kehabisan ide? Aduh, lucu banget ya. Wong realita di depan mata ini kayak pasar malam, yaitu rame, bising, enggak habis-habis masalah datang. Baru sebentar satu kasus reda, sudah nongol kasus lain. Berita kriminal saja kalau telat sehari, rasanya basi kayak gorengan dingin ketumpuk semalaman.
Coba lihat sekeliling. Mau nulis tentang harga cabai naik? Bisa. Tentang ibu-ibu antre beras murah? Bisa. Tentang pejabat selfie bagi-bagi bansos? Bisa banget. Bahkan obrolan di warung kopi aja bisa jadi bahan tulisan tajam, asal kita punya kacamata ideologis.
Makanya aneh kalau sampai ada penulis ideologis bilang “enggak ada ide.” Yang bener aja. Itu sama kayak orang masuk warung Padang terus bilang, “enggak ada lauk.” Lah, itu rendang, gulai, ayam pop, semua terpampang nyata. Tinggal pilih mau makan yang mana dulu.
Masalahnya, hidup di bawah sistem kapitalisme memang begitu, masalah numpuk, datang bergelombang, nggak ada jeda. Kesejahteraan? Cuma ada di spanduk.
Keadilan? Cuma muncul kalau anak pejabat jadi korban. Kebijakan negara? Ya jelas pro kapital, wong duit yang ngomong.
Jadi, kalau ada penulis ideologis ngos-ngosan kejar tayang berita kriminal, itu wajar. Karena masalah memang ngetok pintu tiap hari. Belum seminggu, topik lama udah basi, kayak nasi kotak sisa acara kondangan.
Sekarang coba bandingin dengan masa khilafah dulu. Waktu zakat susah disalurkan karena rakyat makmur. Waktu keamanan terjamin sampai kafilah jalan sendirian nggak takut dirampok. Waktu penguasa bisa jatuh hanya karena satu kemaksiatan.
Nah, mungkin di situ baru penulis ideologis bisa bilang “kehabisan ide.” Soalnya mau nulis kritik, bingung, apanya yang mau dikritik? Semuanya adem.
Tetapi sekarang? Masya Allah, ide itu berserakan kayak confetti. Tinggal mau pungut atau enggak.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sudah tegas mengatakan, akar masalah umat ini karena sistem Islam nggak diterapkan. Jadi kalau hari ini penulis masih kehabisan ide, mungkin dia bukan kurang bahan, tetapi kurang ngaji sistem.
Tugas penulis ideologis itu jelas, pertama, buka mata umat bahwa semua masalah bukan sekadar teknis, tapi sistemis.
Kedua, sambungkan fakta ke akar masalahnya, yaitu diterapkannya kapitalisme, sekularisme, liberalisme.
Ketiga, tawarkan solusi Islam kaffah. Khilafah yang bakal jamin keadilan, keamanan, kesejahteraan.
Jadi jangan sampai pena kita kalah sama gosip artis. Gosip basi dua hari aja udah dilupakan, tapi tulisan ideologis harus bisa bikin orang terus teringat bahwa sumber masalah kita bukan cuma “oknum”, tetapi sistem busuk kapitalisme.
Makanya, kalau ada yang bilang “kehabisan ide”, aku cuma bisa bilang, kamu aja yang kurang peka. Karena setiap kali kamu buka WA grup, scroll TikTok, atau nonton berita TV, itu semua bahan ideologis. Tinggal kamu mau jadikan kritik atau cuma dijadikan bahan rumpi.
Allah SWT berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa...” (QS. An-Nur: 55).
Jadi Sob, jangan pernah takut kehabisan ide. Selama kapitalisme masih bercokol, masalah bakal datang tanpa henti. Yang penting penanya jangan berhenti. Karena ideologis itu bukan soal pintar menulis, tapi soal pintar menghubungkan fakta dengan janji Allah.
Kalau khilafah nanti sudah tegak, mungkin kita baru bisa pusing cari ide. Tetapi selama belum, ayo tulis, tulis, dan tulis lagi.
Lihat fakta hari ini sob, Hari ini, masalah datang kayak iklan TikTok, geser dikit nongol lagi. Jadi kalau penulis ideologis kehabisan ide, jangan-jangan bukan karena bahan habis, tetapi karena semangatnya yang tidur siang kepanjangan. []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar