Topswara.com -- Aksi penolakan terhadap kebiadaban yang dilakukan oleh Israel adalah respons yang wajar terhadap ketidakadilan yang terlihat dengan jelas.
Seperti yang kita ketahui, inisiatif kemanusiaan bernama Global Sumud Flotilla bertujuan untuk memberikan bantuan dalam bentuk obat-obatan, makanan, dan kebutuhan logistik lainnya kepada warga Gaza yang menderita.
Namun, alih-alih membuka akses, pihak penjajah Zionis justru menghalangi kapal-kapal kemanusiaan tersebut dan melakukan pengusiran terhadap para aktivis.
Tindakan penyekatan yang dilakukan oleh pihak Israel makin menegaskan posisi mereka sebagai penjajah, sehingga mereka tidak berhak mengklaim kata perdamaian.
Herald.id melaporkan, angkatan bersenjata Israel kembali melakukan tindakan agresif dengan menyerang dan menghalau tiga kapal Global Sumud Flotilla yang sedang dalam perjalanan membawa bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza, pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Dalam keterangannya di media sosial X, pihak flotilla mengungkapkan bahwa kapal Gaza Sunbirds, Alaa Al-Najjar, dan Anas Al-Sharif diserang pada pukul 04. 34 waktu setempat atau 01. 34 UTC, sekitar 220 kilometer dari pantai Gaza.
“Tiga kapal tersebut telah mengalami serangan dan penghadangan yang tidak sah oleh angkatan bersenjata Israel,” demikian pernyataan resmi dari Global Sumud Flotilla. Pasukan Zionis dilaporkan telah membawa seluruh pengunjung kapal ke pelabuhan di Israel.
Kepedulian ini muncul dari sensitivitas spiritual. Generasi Z Muslim, dengan khusus, memandang Palestina bukan sekadar masalah politik, melainkan juga sebagai kewajiban iman. Dalam setiap agresi terhadap Gaza, mereka melihat refleksi: sejauh mana keyakinan kita mampu mendorong tindakan nyata?
Di tengah dunia yang dipenuhi dengan gangguan, Generasi Z membuktikan bahwa idealisme itu masih ada. Mereka menunjukkan bahwa menuliskan tagar, membagikan informasi, dan memperjuangkan keadilan adalah bagian dari perjuangan. Sebab, dalam Islam, setiap kata yang diucapkan untuk membela kebenaran adalah bentuk jihad.
Berbicara tentang Gaza dan wilayah Palestina tak bisa terpisahkan dari fakta bahwa area ini sepenuhnya milik umat Islam. Palestina adalah tanah yang dikuasai oleh umat Muslim pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.
Oleh karena itu, tidak ada alasan yang tepat untuk memindahkan kepemilikan itu kepada Zionis Israel dengan alasan solusi dua negara.
Menolak solusi dua negara tidak sama dengan menolak perdamaian. Sebaliknya, ini merupakan seruan untuk menciptakan keadilan yang nyata. Perdamaian tanpa adanya keadilan hanyalah jeda sementara dari penindasan.
Dunia memerlukan keberanian untuk menyatakan: tidak ada perdamaian di bawah penindasan. Isu Palestina bukan semata-mata masalah dua negara, melainkan persoalan kolonialisasi yang memerlukan pembebasan secara utuh. Dan pembebasan ini hanya bisa terwujud jika terdapat sistem yang tidak mau berkompromi dengan penindasan.
Sinilah pentingnya bagi kita untuk mengikuti langkah-langkah yang telah diambil oleh Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya ketika menghadapi situasi di mana kaum Muslim tertekan.
Allah Swt. telah memerintahkan setiap Muslim untuk membantu saudara-saudara mereka dengan menjalankan aktivitas jihad. Dalam QS An-Nisa ayat 75, Allah Swt. berfirman, “Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah,” yang menunjukkan bahwa berperang di jalan Allah (jihad) adalah suatu kewajiban. Efektivitas jihad hanya bisa dilaksanakan dalam skala besar oleh sebuah negara.
Oleh karena itu, Rasulullah Saw. memberikan teladan tentang bagaimana jihad seharusnya dilaksanakan oleh negara. Negara inilah yang akan melindungi seluruh umat Muslim, yaitu Khilafah Islamiah.
Sejarah menunjukkan bahwa ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh, keadilan menjadi kenyataan, bukan hanya sekadar omong kosong. Negara yang berlandaskan pada syariat tidak membedakan individu berdasarkan suku atau agama, melainkan menerapkan hukum berdasarkan kebenaran.
Dalam model pemerintahan seperti itu, tidak ada tempat untuk penjajahan, karena setiap tanah yang teraniaya menjadi tanggung jawab seluruh umat. Nilai ini telah lenyap dalam sistem dunia modern yang terfragmentasi oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Syariat Islam lebih dari sekadar peraturan; ia adalah panduan untuk hidup. Hal ini mengatur aspek keadilan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Dalam konteks Palestina, hanya sistem yang menjadikan keadilan sebagai fondasi utama yang bisa menghentikan pertumpahan darah.
Perjuangan untuk membebaskan Palestina merupakan upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai keadilan tersebut. Jihad tidak hanya berarti pertempuran fisik, melainkan juga perjuangan moral demi menegakkan kebenaran dan menolak segala bentuk kompromi terhadap yang salah.
Negara yang mengajak dan menerapkan syariat Islam secara komprehensif akan bertindak sebagai pelindung, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk semua orang yang mendambakan keadilan.
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ï·º dalam mendirikan Piagam Madinah, di mana semua umat, termasuk Yahudi dan Nasrani, dapat hidup harmonis di bawah keadilan Islam.
Gen Z memainkan peranan krusial dalam mengubah narasi yang ada. Mereka dapat berfungsi sebagai penggerak pendapat, pencipta konten, penulis, pengajar, dan aktivis yang menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang modern dan cerdas. Hal ini karena perjuangan saat ini tidak hanya terjadi di lokasi fisik, melainkan juga dalam ranah informasi dan pemahaman.
Oleh: Kanti Rahayu
Aliansi Penulis Rindu Islam
0 Komentar