Topswara.com -- Lagi-lagi guru dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap murid. Kasus seperti ini memicu beragam respons. Sebagian menganggap tindakan guru bentuk kedisiplinan, sebagian lain menilai tindakan fisik tidak seharusnya dilakukan dalam proses pendidikan.
Krisis Moral di Sekolah
Masih lekat dalam ingatan, pada Agustus 2023 seorang guru menjadi korban emosi orang tua murid. Lantaran tidak terima anaknya ditegur kedapatan merokok di kantin sekolah. Ia menyerang guru itu dengan ketapel hingga mengenai mata. Akibatnya guru mengalami kebutaan permanen.
Baru-baru ini juga terjadi orang tua melaporkan Guru yang merupakan Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten ke Polisi. Masalahnya hampir sama, tidak terima anaknya ditegur dan diduga ditampar lantaran kedapatan merokok di kantin sekolah. Guru sempat dinonaktifkan dan sekarang sudah diaktifkan kembali karena sudah berdamai (cnnindonesia.com, 16/10/2025).
Di sisi lain, viral beredar foto seorang murid SMA di Makassar dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya. Gurunya mengaku tidak menyadari jika muridnya memegang rokok karena fokus pada murid yang lain. Namun, ada pengakuan keraguan untuk menegur secara tegas, memilih kehati-hatian yang berujung pada kesan pembiaran (suara.com, 18/10/2025).
Merokok di sekolah jelas melanggar aturan. Selain aturan tata tertib sekolah, juga melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah.
Kepala sekolah diberikan kewenangan memberikan teguran atau tindakan terhadap pihak yang melanggar. Bahkan pihak pelanggar dapat dikenai denda Rp50 juta, ini berdasarkan Pasal 437 ayat (2).
Namun, realitanya guru mengalami dilema. Alih-alih menerapkan kedisiplinan dan menindak murid yang melanggar aturan, di sisi lain ada pihak yang tidak terima jika murid diberikan sanksi sebagai bentuk pendidikan. Terlebih dibenturkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Murid semakin krisis moral, guru yang menindak kerap dipidanakan.
Buah Sistem Sekularisme
Dari beberapa peristiwa yang terjadi, nampak krisis moral di sekolah. Tempat menuntut ilmu, menciptakan generasi masa depan, menjadi tempat penuh dilema.
Ketika guru menegakkan kedisiplinan, risikonya bukan lagi sekadar protes murid, melainkan ancaman pidana. Situasi ini membuat banyak guru merasa tidak berdaya dan enggan bertindak tegas, padahal pembentukan karakter justru memerlukan ketegasan dan keteladanan.
Fenomena moral murid yang makin miris tidak lepas dari sistem yang membentuk mereka. Sistem pendidikan sekuler yang berakar pada paham liberal memberi ruang kebebasan kepada murid dan melupakan nilai moral serta spiritual. Akibatnya, muncul generasi yang merasa bebas berbuat apa saja, bahkan di luar batas etika.
Sistem sekuler telah menjauhkan individu Muslim dari syariat Islam. Ajaran Islam hanya dilaksanakan pada ibadah ritual saja, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tidak menjadikan halal dan haram sebagai standar kehidupan. Alhasil, standar kehidupan disandarkan pada materi dan asas manfaat.
Menegur kesalahan murid merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun, hal ini bisa disalah artikan sebagai bentuk kekerasan.
Padahal itu merupakan proses pendidikan. Karena sejatinya pendidikan bukan sekadar transfer ilmu tetapi juga membentuk kepribadian atau karakter, sehingga murid dapat membedakan salah dan benar, serta memahami tujuan hidupnya.
Sistem Pendidikan Islam Memuliakan
Dalam sistem Islam, guru merupakan profesi mulia yang harus dijaga muruahnya. Banyak dalil yang menggambarkan keutamaan beserta kedudukan guru di sisi Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang memahami agama, sejatinya akan menjaga adab terhadap gurunya.
Tujuan pendidikan dalam sistem Islam yakni membentuk generasi berkepribadian Islam serta menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Tujuan ini harus dipahami bersama. Dengan begitu, semua pihak akan bersinergi dalam mencapai tujuan tersebut.
Tujuan itu menjadikan seorang guru optimal dalam mengajar karena ia meyakini bahwa murid beserta orang tuanya telah mempercayakan amanah mengajar kepadanya.
Dengan begitu, jangankan mengkriminalisasi guru, para orang tua justru akan mengapresiasi dan mendukung penuh konsep pengajaran guru kepada putra-putri mereka.
Negara sebagai penanggung jawab urusan umat akan menjaga agar tujuan pendidikan Islam terwujud dengan baik. Hal ini salah satunya dengan menetapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan akidah Islam.
Proses belajar mengajar yang dilandasi keimanan akan menciptakan suasana yang nyaman tercermin dalam akhlak mulia serta terjaganya moral.
Alhasil, akan tercipta kedisiplinan di lingkungan sekolah. Output bagus akan terwujud pada masyarakat dan negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Oleh: Eni Imami, S.Si., S.Pd.
(Pendidik dan Pegiat Literasi)

0 Komentar