Topswara.com -- Dalam sistem militer khilafah, terdapat perbedaan jelas antara Liwa dan Rayah yang menjadi simbol komando dan struktur militer Islam. Penjelasan ini disampaikan Muslimah Media Hub (MMH) dalam kajian bertajuk "Liwa dan Rayah: Simbol Kepemimpinan Militer dalam Khilafah", Selasa (12/8/2025).
“Liwa itu biasanya dipasang di ujung tombak lalu diikat dengan tombak tersebut. Ada yang menyebutnya sebagai alam atau bendera, dan ukurannya lebih besar daripada Rayah atau panji,” jelas Muslimah Media Hub (MMH) di Kanal YouTube MMH.
MMH menjelaskan, liwa merupakan tanda keberadaan Panglima pasukan perang dan senantiasa mengikutinya ke mana pun ia pergi. Sementara itu, rayah lebih kecil daripada liwa. Biasanya ia diikatkan pada bagian tengah tombak dan dibiarkan terurai hingga meliuk-liuk ditiup angin. Rayah ini dibawa oleh Komandan pasukan perang.
Masing-masing pasukan umumnya memiliki satu rayah atau panji, sementara kesatuan pasukan seperti batalyon, skadron, hingga datasemen memiliki panji-panji khusus yang berbeda.
Disebutkan pula bahwa liwa atau bendera dalam Islam pertama kali diserahkan kepada Abdullah bin Jahsy, kemudian kepada Sa’ad bin Malik Al-Azdi yang menerima sebuah panji hitam bergambar bulan sabit berwarna putih.
“Hal ini menunjukkan bahwa setiap pasukan memiliki bendera dan panji, dan yang menyerahkannya adalah khalifah kepada orang yang diangkatnya sebagai panglima pasukan,” jelas MMH.
Ia melanjutkan bahwa penyerahan panji tersebut dapat dilakukan langsung oleh khalifah ataupun melalui panglima perang. Dalil penyerahan langsung oleh khalifah diambil dari hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Salamah bin al-Akwa. Dalam hadis tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Sungguh, aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberi kemenangan melalui tangannya.” Kemudian, beliau memanggil Ali bin Abi Thalib dan memberikan panji itu kepadanya seraya bersabda, “Berangkatlah dan jangan menoleh hingga Allah memberimu kemenangan.” Allah pun memenangkan kaum Muslimin pada Perang Khaibar.
Adapun dalil bahwa panji-panji tersebut boleh diserahkan oleh panglima perang dipahami dari hadis-hadis Harits bin Hasan al-Bakri yang menyebutkan keberadaan banyak panji hitam dalam satu pasukan. Artinya, panji-panji itu diberikan kepada masing-masing komandan pasukan, padahal panglimanya hanya satu, yaitu Amru bin Al-Ash. Baik ketika beliau hendak berangkat ke medan perang maupun saat kembali dari pertempuran, tak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menyerahkannya langsung kepada seluruh komandan.
“Ini menunjukkan bahwa khalifah boleh memberikan wewenang kepada panglima perang untuk menyerahkan panji-panji tersebut kepada para komandan skadron. Inilah teknik yang paling mudah, meskipun penyerahan langsung oleh khalifah juga tetap dibolehkan,” pungkasnya.[] Nabila Zidane
0 Komentar