Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penyeimbang Kapal Kehidupan Itu Bernama Ibu


Topswara.com -- Di tengah derasnya gelombang kehidupan, saat badai ujian datang tak kenal waktu, ada satu sosok yang tetap berdiri di atas kapal, menjaga keseimbangan arah dan hati seluruh penumpangnya. Dialah ibu. 

Bukan hanya sekadar asisten pengemudi bahtera keluarga, tetapi juga penenang ombak yang menggulung. Ia mungkin lelah, luka, bahkan terkoyak, tetapi ia tetap berdiri. Demi satu hal, agar anak-anaknya tetap bisa melihat langit biru, bukan badai yang membuat mereka takut.

Ibu adalah penyeimbang kapal.
Bukan karena dia tak pernah ingin marah, tetapi karena dia memilih diam agar rumah tetap utuh. Bukan karena dia tak pernah ingin pergi, tetapi karena dia tahu, ada jiwa-jiwa kecil yang belum siap kehilangan pelabuhan.

Ibu dalam Timbangan Langit

Al-Qur’an menggambarkan betapa agungnya peran seorang ibu, terutama saat mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya,

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu" (QS. Luqman: 14).

Perjalanan ibu tak pernah pendek. Ia memulai tugasnya sejak dalam rahim, menggendong tubuh mungil dalam payah yang tiada henti. Saat anak-anak tertidur, ia tetap terjaga. Saat anak-anak gembira, ia simpan air mata. Semua dilakukan demi mengantarkan mereka sampai ke pelabuhan hidup yang tenang.

Rasulullah SAW pun memberi penghormatan luar biasa kepada ibu. Ketika seorang sahabat bertanya,

"Siapa orang yang paling berhak untuk aku perlakukan dengan baik?"

Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu."
"Kemudian siapa?"
"Ibumu."
"Kemudian siapa?"
"Ibumu."
"Kemudian siapa?"
"Ayahmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah, betapa tiga kali lipatnya kemuliaan ibu dibanding ayah. Karena ibu bukan hanya memikul beban lahiriah, tetapi juga batiniah. Ia adalah penyeimbang antara luka dan tawa, antara amarah dan pelukan, antara kecewa dan harapan.

Kesabaran Ibu adalah Puncak Keteladanan

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah pernah menuliskan, “perempuan shalihah itu bukan hanya menjaga kehormatan dirinya, tetapi juga menjaga kehormatan keluarganya, meskipun ia harus mengubur banyak luka dalam diam."

Ulama lainnya, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyampaikan bahwa, “kesabaran seorang ibu adalah bentuk tertinggi dari rahmat yang Allah titipkan di bumi.”

Sungguh, ibu adalah representasi rahmat Allah. Saat dunia terasa tak adil, saat manusia meninggalkan, ibu tetap ada dan setia memeluk dengan doa, menutup retak dengan cinta.

Kapal Tak Akan Oleng Bila Ibu Masih di Dalamnya

Banyak ibu yang harus pura-pura kuat di hadapan anak-anaknya. Ia tangisi pengkhianatan seorang suami, tetapi tetap menyisakan senyum agar anak-anaknya tidak ikut tenggelam dalam luka.
Ia mungkin merasa hancur di dalam, tetapi memilih untuk menjadi tiang agar rumah tangga tidak runtuh. Ia membungkam kebisingan amarah, menggantinya dengan suara pelan agar anak-anak tetap bisa tidur nyenyak. Sebab apa?

Sebab ia tahu, ketika ibu goyah, rumah roboh. Ketika ibu putus asa, anak-anak kehilangan arah. Dan ketika ibu benar-benar menyerah, maka kapal itu akan tenggelam ditengah lautan dan tak akan pernah sampai di pelabuhan.

Maka ibu belajar tenang bukan karena hatinya tenang, tapi karena dia sedang menjaga keseimbangan kapal agar semua penumpangnya tetap merasa aman.

Saat Semua Penumpang Turun, Barulah Ibu Bisa Istirahat

Ketika anak-anak sudah mapan. Ketika mereka menemukan jodohnya, menata hidupnya, dan mengarungi lautan dengan kapal mereka sendiri. Barulah ibu bisa berdiri di ujung kapal, menatap laut yang dulu begitu beringas, sambil berkata dalam hati,

“Ya Allah, tugasku menyeimbangkan kapal ini telah selesai. Kini aku serahkan semuanya pada-Mu.”

Sungguh, tak ada tugas seberat ibu, tetapi tak ada pula pahala sebesar ibu. Karena Allah menjadikan surga di bawah telapak kakinya, bukan tanpa sebab.

Itu adalah balasan bagi perempuan yang sanggup menjaga keseimbangan kapal, meskipun hatinya telah sobek berkali-kali.

Untuk semua ibu, terutama yang sedang diam menahan luka, engkau bukan lemah, engkau luar biasa. Kapalmu tetap berlayar bukan karena tenangnya laut, tetapi karena kuatnya dirimu menyeimbangkan arah. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar