Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pajak Menyejahterakan atau Justru Mencekik?


Topswara.com -- Belakangan ini ada cuplikan video viral yang membuat rakyat semakin geleng-geleng, tidak habis pikir dengan isi dari video tersebut. Dengan seiring berkembangnya teknologi, informasi apapun jadi semakin mudah dan cepat untuk tersebar luaskan. Termasuk cuplikan pidato-pidato ‘orang atasan’. 

Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 yang berlangsung pada 13 Agustus 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi salah satu pembicara. Ia menyampaikan bahwa setiap rezeki dan harta yang dimiliki seseorang terdapat hak orang lain yang wajib disalurkan. Menurutnya, hal itu bisa diwujudkan melalui zakat, wakaf, maupun pajak. (CNBC Indonesia, 14/08/2025).

Dalam pidato tersebut, apa yang diucapkan oleh Menkeu sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kembali penerimaan pajak yang sedang seret. Padahal faktanya, pajak di Indonesia masih menjadi pemasukan terbesar APBN. 

Bahkan pemerintah sedang mencari objek pajak baru. Usulan untuk peningkatan pendapatan melalui pajak antara lain dari harta warisan, pajak digital, pajak kepemilikan rumah ketiga, dan lain-lain. Belum lagi pajak-pajak yang sebelumnya sudah dinaikkan berkali-kali lipat. 

Beginilah jika pajak menjadi tulang punggung negara. Rakyat yang seharusnya bisa hidup damai dan tentram, dipaksa untuk menyerahkan sebagian gaji yang didapat dengan susah payah kepada negara. Sehingga rakyat makin tercekik, dan angka kemiskinan makin meningkat. 

Pajak yang katanya akan dikembalikan lagi kepada rakyat nyatanya tidak terwujud, dan tidak menyejahterakan rakyatnya. Ironisnya, mereka yang berkuasa tidak berpihak pada rakyat. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkannyapun juga terkesan asal-asalan. Hanya sebagian kecil yang diuntungkan darinya. 

Beginilah jika negara menggunakan sistem kapitalisme. Segala sesuatu diukur berdasarkan manfaat dan keuntungan semata. Jika kebijakan tersebut menguntungkan, maka dapat diloloskan. Walaupun rakyat menjadi sasaran. 

Bahkan agamapun dapat disalah gunakan, agar bermanfaat bagi mereka. Seperti halnya apa yang diungkapkan Menkeu terkait zakat, wakaf dan pajak. 

Sesungguhnya Islam telah menetapkan perbedaan yang jelas antara zakat, wakaf, dan pajak. Zakat sendiri merupakan kewajiban atas harta yang telah memenuhi nishab serta mencapai haul sebagaimana diatur dalam hukum Islam.

Wakaf yaitu menyerahkan sebagian harta benda yang dimiliki, guna dimanfaatkan secara umum dengan tujuan untuk meraih ridho Allah, serta mendapatkan pahala yang terus mengalir selama harta wakaf terus dimanfaatkan. Wakaf sendiri hukumnya adalah sunnah bukan sebuah kewajiban. 

Sedangkan pajak dalam Islam bukan menjadi tumpuan pendapatan negara. Akan tetapi negara boleh mengambil pajak dari rakyatnya, apabila ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh negara dan kas negara (baitul mal) dalam keadaan kosong atau kurang. 

Misalnya untuk membiayai fakir miskin. Sekalipun demikian, pungutan pajak dalam Islam hanya berlaku bagi laki-laki yang kaya raya. Artinya, pajak dalam Islam tidak akan membebani rakyatnya. Berbeda jauh dengan pajak dalam sistem kapitalisme yang sifatnya zalim dan memaksa.  

Zakat adalah salah satu sumber pemasukan APBN khilafah. Akan tetapi penyaluran zakat sudah jelas ditetapkan dalam syariat, yaitu 8 ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat. 

Dalam Al-Qur'an surat at-taubah ayat 60 yang artinya: 

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."

Selain zakat, hasil dari pengelolaan SDA milik umum yang tidak diserahkan oleh swasta dan dikelola dengan baik oleh negara akan menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar APBN negara (baitul mal). Dan masih banyak lagi sumber pendapatan negara khilafah. 

Diantaranya ghanimah atau harta rampasan perang, tanah kharja atau tanah yang diperoleh dari kaum kafir melalui peperangan, jizyah atau harta yang diperoleh dari kaum kafir sebagai tanda ketundukan terhadap negara khilafah, dll. 

Dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam dalam sistem khilafah yang bersumber dari wahyu Allah, akan mewujudkan kesejahteraan bagi setiap rakyatnya. 

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Kholifah Nurkhasana
Komunitas Setajam Pena
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar