Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

One Piece dan Ilusi Merdeka


Topswara.com -- Menjelang 17 Agustus 2025, yakni jelang HUT ke-80 RI, media sosial dihebohkan dengan tren antimainstream pengibaran bendera bajak laut One Piece, secara langsung maupun digital. Tren ini mulai muncul tak lama usai Presiden Prabowo Subianto mengimbau masyarakat untuk mengibarkan bendera Merah Putih selama bulan Agustus. 

Namun alih-alih mematuhi secara penuh, sebagian masyarakat justru memilih turut mengibarkan bendera Jolly Roger, bendera bajak laut dari anime One Piece sebagai simbol alternatif (radarsolo.jawapos.com, 31/7/2025).

Aksi pengibaran bendera bajak laut One Piece menjelang perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia viral di berbagai media sosial maupun di lingkungan masyarakat. Sekilas memang terlihat nyeleneh dan dapat disalahartikan sebagai aksi makar. 

Namun bila dicermati lebih dalam, fenomena ini adalah simbol ekspresi kekecewaan rakyat yang semakin sadar bahwa kemerdekaan yang dirayakan tiap tahun belum benar-benar dirasakan rakyat. 

Di balik semarak perayaan, tersimpan ketidakadilan yang terus mengakar, kesenjangan yang makin menganga, dan kekuasaan yang hanya berpihak pada segelintir elite serta realitas sosial politik yang yang membayangi negeri ini.

Serial One Piece bukan sekadar tontonan hiburan. Dalam kisah One Piece, dunia digambarkan sebagai tempat yang dikuasai oleh World Government, sebuah sistem korup yang melindungi kepentingan para Tenryuubito, kaum elite yang hidup dalam kemewahan sementara rakyat jelata menderita. 

Luffy dan kru bajak lautnya bukanlah penjahat, melainkan simbol perlawanan terhadap sistem yang menindas. Mereka berlayar bukan untuk merusak, tetapi untuk mencari kebebasan sejati. Ironisnya, kisah fiksi ini justru mencerminkan kondisi nyata Indonesia saat ini.

Meski secara formal Indonesia telah merdeka selama delapan dekade, rakyat belum benar-benar menikmati kemerdekaan dalam arti yang hakiki. Kebijakan publik kerap mengutamakan kepentingan oligarki daripada memenuhi kebutuhan rakyat. 

Sistem kapitalisme yang diterapkan telah melahirkan struktur sosial yang timpang, di mana hanya sedikit orang yang menguasai sumber daya, sementara banyak lainnya hidup dalam kesulitan. Rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok karena harga yang tinggi, biaya pendidikan yang mahal, dan layanan kesehatan yang belum merata.

Akar dari semua ini adalah sistem buatan manusia yang terus-menerus dijadikan pondasi dalam mengatur negara. Kapitalisme bukan hanya sistem ekonomi, tetapi ideologi yang menempatkan keuntungan di atas keadilan. 

Kapitalisme telah membentuk sistem di mana uang dan kekuasaan saling menopang. Selama sistem ini tetap digunakan, rakyat hanya akan menjadi korban dari kebijakan yang berpihak pada elite tanpa pernah benar-benar merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya.

Sudah saatnya umat disadarkan bahwa solusi tidak terletak pada tambal sulam kebijakan, tetapi pada perubahan sistem yang mendasar yakni syariat Islam. Syariat Islam, sebagai agama sekaligus sistem hidup, menawarkan jalan alternatif yang tidak sekadar spiritual, tetapi mencapai seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, politik, hukum, hingga sosial. 

Syariat Islam membawa prinsip keadilan sosial, pemerataan kekayaan secara adil, dan kepemimpinan yang penuh amanah. Dalam sejarahnya, selama 1.300 tahun sistem khilafah diterapkan telah terbukti mampu menyejahterakan rakyat tanpa memandang status sosial.

Kesadaran rakyat yang mulai tumbuh harus diarahkan pada perjuangan hakiki bukan sekadar simbolik ataupun emosional semata. Kesadaran ini tidak boleh berhenti pada bentuk-bentuk ekspresi simbolik saja tetapi perjuangan ideologis yang menyentuh akar masalah yakni mengubah sistem kapitalisme menuju penerapan sistem Islam secara kaffah. 

Pengibaran bendera Jolly Roger ala One Piece mungkin hanya sekadar simbol. Namun di balik simbol itu, ada pesan kuat yaitu rakyat ingin bebas dari penindasan. Kebebasan sejati hanya bisa diraih dengan menerapkan sistem yang adil dari Zat Yang Maha Adil yakni syariat Islam. []


Oleh: Syahroma Eka Suryani
(Aktivis Dakwah di Jogja)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar