Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam Hapus Kemiskinan Struktural


Topswara.com -- Indonesia dalam bayangan kemiskinan yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan setiap tahun nyaris selalu bertambah angkanya. Padahal kepemimpinan berubah dan sumber daya alam melimpah. Namun rakyat setiap harinya harus mengais dan bersaing dengan para pejabat elite serta gaya hidup hedonis.

Tercatat menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) diperoleh bahwa garis kemiskinan nasional per Maret 2025 sebesar Rp.609.160 per kapita dalam per bulan atau setara Rp. 20.305 per hari. 

Dengan kriteria penduduk miskin adalah yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan. Angka ini secara jumlah mencapai 23,85 juta orang yang masuk kategori penduduk miskin. Faktor utama ialah lemahnya pemenuhan terhadap konsumsi kebutuhan pokok dan persoalannya belum terpenuhinya kebutuhan secara maksimal (cnnIndonesia.com, 25/07/2025).

Realitanya lemahnya daya beli, erat kaitannya dengan pendapatan. Artinya pendapatan ini diperoleh dari bekerja. Padahal awal tahun 2025 gelombang PHK sudah terjadi dan berdampak pada 60.000 orang. 

Data ini didapat berdasarkan laporan Konferedasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan angka ini terus bertambah sampai akhir bulan Mei. Namun sayangnya tidak semua pemutusan kerja muncul akumulasi data resmi (cnbcindonesia.com, 25/07/2025).

Permainan data atau memang mereka para pejabat tak pernah bekerja untuk mengurus rakyatnya? Nasib rakyat dipermainkan dalam sebuah negara yang memiliki pemimpin juga ada aturannya. Ke mana rakyat harus mengadu nasib ?

Jika konsep rezeki semua sudah diatur oleh Pencipta, tetapi ikhtiarnya justru dibantai dan diblokade habis-habisan. Bagaimana mereka bisa mencukupinya untuk bertahan hidup?

Kemiskinan Struktural dan Sistem yang Menjerat

Lelah tak berkesudahan hidup dalam sistem hari ini, sesak sekali. Bahkan sekadar menerima segala keputusan dan kebijakan pemerintah, sulit. Sebab para pejabat tidak mengayomi dan mengurusi rakyatnya. Ini sungguh kezaliman yang tidak perlu dicari lagi alasan atau buktinya, sebab sudah terlihat semuanya.

Bahkan mirisnya standar angka kemiskinan ini acuannya juga tidak berdasar. Kemiskinan ekstrem memang turun berdasarkan data yang terupdate. Namun faktanya standar garis kemiskinan yang ditetapkan mengacu pada Purchasing Power Parity (PPP) 2017. 

PPP erat kaitannya dengan daya beli, untuk perbandingan nilai mata uang atau data ekonomi internasional. Nilainya didapatkan ada kisaran 2,15 USD atau Rp.20.000 per hari. Seperti sebuah progres yang mana angka pengeluaran seolah bertambah dari tahun ke tahun, menandakan rakyat sejahtera. 

Padahal kenyataannya justru makin menderita. Sebab semua serba mahal dan susah, bahkan uang seperti tidak ada harganya.

Rakyat dijadikan adu saing demi citra ekonomi negara daripada penderitaan rakyat yang sebenarnya. Padahal solusi kemiskinan ektsrem bukan bicara perihal angka atau definisi belaka, tapi bagaimana pengentasan kemiskinan. Ini berarti berada pada solusi tuntas yang mengangkat rakyat pada kesejahteraan hidup tanpa jurang kesenjangan.

Sistem hari ini mencetak para penguasanya bengis, kursi jabatan yang mahal, persaingan rakyat dengan negaranya sendiri, pajak melambung tinggi, harga-harga semakin tak terbeli untuk kebutuhan, kemiskinan dibicarakan hanya berupa data saja, kekayaan berputar pada segelintir elite.

Belum lagi, pendidikan tak bermoral dan mahal, kesehatan mahal, lapangan pekerjaan sulit, sumberdaya dikelola asing. Bahkan ekonomi yang diterapkan mengambil acuan dari ekonomi pancasila atau liberal. Semua muaranya sama, menindas dan tidak memberikan solusi tuntas. Mereka tidak miskin ekstrem, namun sistem kehidupan hari ini yang memiskinkan mereka.

Kecacatan dan kerusakan inilah buah sistem aturan yang diterapkan. Kapitalisme sebagai ideologi pemerintahan demokrasi, telah menghantam telak kehancuran suatu negeri. Kekuasaan berada di tangan manusia inilah awal kerancuan. Padahal manusia hanya diminta menerapkan bukan membuat aturan dari hawa nafsunya. 

Pentingnya mengganti sistem bukan hanya ganti kebijakan, menteri, atau pemimpin saja. Semuanya sudah rusak tak ada lagi unsur kesejahteraan hanya persaingan dan kerancuan.

Sistem Islam Layak Diperjuangkan untuk Kemaslahatan 

Sebenarnya ada solusi telak yang mampu menggantikan sistem hari ini, yaitu Sistem Islam. Islam tidak hanya mengajarkan tentang ibadah namun Islam juga ideologi atau mabda. Artinya memiliki pemikiran khas dan aturan yang lahir di dalamnya untuk kehidupan manusia. Kejayaan Islam di masa silam tidak bisa dibantahkan. 

Negara dalam Islam akan menjadi negara yang bertanggungjawab. Pemimpin negara mengurus rakyat didorong atas keimanan pada Penciptanya. Aturan yang diterapkan didasarkan pada syariat berasal dari Pencipta, mengacu pada Al-Qur'an dan As-sunah. Satu kesatuan yang bersinergi untuk diterapkan. 

Di antara yang menjadi tanggung jawab negara adalah pemimpin negara harus memenuhi kebutuhan dasar rakyat secara sempurna tanpa syarat dan adil. 

Negara tidak ada membebankan kepada rakyatnya, bahkan negara tidak mengambil hak milik atas individu. Negara harus menjamin terpenuhinya kebutuhan dengan cara memberikan fasilitas lapangan pekerjaan yang layak bagi setiap laki-laki dewasa.

Sebab pemasukan negara juga melimpah salah satunya dari sumber daya alam yang dikelola negara tanpa campur tangan swasta. Hal ini bertujuan agar hasil alam bisa dimanfaatkan langsung untuk kemaslahatan rakyat, sehingga kekayaan alam tidak diperjualbelikan. Negara Islam menjadi negara superpower dengan kemandiriannya, independen, tidak mudah didikte asing.

Angka-angka kemiskinan yang disebutkan tidak diukur dari kacamata lembaga internasional atau negara-negara di luar negara Islam, sebab ini mengundang kehancuran bangsa. Tercukupi atau tidaknya kebutuhan rakyat, tidak menunggu hingga rakyat kelaparan dan terlunta. 

Namun, pemimpin negara dengan sendirinya yang harus menjamin setiap hari kebutuhan pokok itu layak dan terpenuhi bagi setiap individunya. 

Sebagai bentuk pengaturan pemimpin kepada rakyat yang diamanahkannya. Pantang bagi pemimpin muslim jika ada satu jiwa yang terhina sebab kelaparan. Kelak ada hisab dan pertanggung jawabannya.

Rakyat dengan senang hati menaati pemimpinnya, mereka dijaga dan diriayah. Dorongan ini hanya ada dalam negara yang menghidupkan syu'ur Islam. Adanya syariat yang terterapkan secara sempurna dalam segala lini kehidupan.

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya" (HR. Bukhari).

"Tidak ada agama tanpa jama'ah (persatuan), tidak ada jama'ah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemipinan tanpa kepatuhan."

Solusi kemiskinan ekstrem ini tidak perlu dibicarakan lewat data by data belaka, berbicara untung-rugi pengentasannya. Namun pada solusi tuntas nyata, sistem yang sempurna dan mengayomi seluruh umat di dunia. Ya, sistem Islam dalam negara Islam atau daulah Islam. []


Oleh: Nadia Fransiska Lutfiani 
(Pegiat Literasi, Aktivis Muslimah Semarang)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar