Topswara.com -- Definisi pajak menurut KBBI adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang, yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan kepada negara atau pemerintah, sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga pembelian barang, dan sebagainya.
Kalau definisi menurut undang-undang No. 28 Tahun 2007 (tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan) di Indonesia: pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang ter hutang oleh orang pribadi atau badan hukum yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari definisi tersebut masing-masing mempunyai ciri apabila menurut KBBI pungutan bersifat wajib yang berkaitan dengan transaksi dan pendapatan. Kalau menurut undang-undang cirinya bersifat memaksa, tanpa imbalan langsung, dan tujuannya kemakmuran rakyat.
Peraturan ini bersifat mengikat secara legal. Benarkah ter amanahkan dengan benar untuk kemakmuran rakyat? Misal seluruh warga negara di paksa bayar pajak, lalu di buat bangun jalan tol. Apakah orang miskin yang papa lewat jalan tol juga.
Saking wajibnya pajak hingga sampai memaksa kewajiban warga negara, katanya akan dikembalikan untuk kemakmurannya. Iyakah? Dusta kali. Kok masyarakat semakin terbebani. Sudahlah dimiskinkan, ada banyak pengangguran, gaji kecil, harga bahan pokok tingginya mencolok, di bebani pajak di segala tindak. Ini cashback dari kemakmuran? Kekacauan kali yang terjadi.
Itulah yang dirasa oleh masyarakat, pajak adalah kewajiban yang harus serahkan kepada instansi pemerintah dengan dalil untuk pemenuhan kemakmuran masyarakat. Ilusi kan?
Coba kita rentangkan dari stetemen Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani pada peringatan hari pajak 14 Juli tahun 2024 lalu.
Dikutip dari Satuju.com (15/7/2024) “pajak menjadi tiang utama pembangunan Indonesia,” katanya. Menurutnya, Indonesia dapat membangun segala sarana dan prasarana berkat pajak. “Mau lihat Indonesia bagus, maka pajaknya harus bagus,” lanjutnya dalam video pendek yang diunggahnya di Instagram resmi @smindrawati, Senin, 15 Juli 2024.
Bagus! Akhirnya Keputusan Pemerintah mulai Januari 2025 menaikkan pajak 11 persen menjadi 12 persen ini baguskan? Semakin memberatkan perekonomian masyarakat. Jadi kesannya masyarakat diakali apalagi ditegaskannya lagi, pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf, karena dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain.(13/8/2025)
Sontak geli sebagian besar masyarakat muslim yang sudah mulai peka dan pandai. Jikalau pajak tersebut bikin galau, adakah alternatif pengganti agar bisa Indonesia mencapai pembangunan adil dan makmur, tanpa hutang dan pajak, ada? Ilusi kata, lawong dengan pajak di tinggikan saja enggak nyampai-nyampai? Ini tanpa pajak pula! Pikir mereka.
Bisa! Coba kita lihat bagaimana menurut Islam. Disebutkan dalam hadits ”Tidak akan masuk surga pemungut pajak” (HR. Abu Dawud, Ahmad).
Nah ternyata pernah sejak seratus an tahun silam negara menjadi mercusuar dunia, dengan pembangunannya tanpa memungut pajak. Dan tanpa utang, semua masyarakatnya dijamin oleh pemerintah dengan baik. Ini terjadi karena pengelolaan sumber daya alam di kelolanya dengan basis ekonomi Islam dan seluruh bidang pemerintahan di tegakkan dengan syari'at Islam.
Karena hasil sumber daya alam ini dikelola sendiri tanpa melibatkan asing dan aseng. Ternyata mampu mencukupi semua kebutuhan hajat manusia di seluruh negara yang diriayahnya. Dan spektakulernya pemimpin yang menjadi pengurusnya hanya satu orang yang disebut khalifah. Dengan sistem yang handal yaitu khilafah. Khalifah ini mau menjadi pelayanan/pengurus umat sekian banyaknya, sampai 2/3 dunia lo warganya!
Menggunakan apa? APBN Khilafah (APBN-K), sumber pendapat tetap negara yang menjadi hak kaum Muslim dan masuk ke Baitul Mal adalah: Fai’ [Anfal, Ghanimah, Khumus]; Jizyah; Kharaj; ‘Usyur; Harta milik umum yang dilindungi negara; Harta haram pejabat dan pegawai negara; Khumus Rikaz dan tambang; Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Tetapi sekarang apa yang terjadi? Terbalik malah rakyat yang melayani penguasa dan pembantu-pembantunya. Dengan beraneka ragam pajak yang dipalaknya. Nyeseknya lagi ditambah, pajak di sinyalir untuk menutupi defisit anggaran. Sungguh kejam.
Sudah saatnya, sekarang kita sebagai masyarakat berisik kepada pemerintah untuk mengubah kebijakan dan memperbaiki sistem peraturan kepada syari'at Islam. Kita sangat kaya sumber daya alam, itu bisa kita kelola dan hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat, sehingga bisa membangun negara dengan hasil bumi tanpa harus mengambil pajak dari rakyatnya. Bisa kok, buktinya ada penguasa yang demikian, khalifah.
Oleh: Sri Wulandari
Anggota KMM Depok
0 Komentar