Topswara.com -- Dunia pendidikan lagi-lagi tercoreng oleh aksi curang. Kecurangan ini terjadi dalam ujian masuk perguruan tinggi. Modusnya pun beragam dan kian canggih.
Ketua Tim Penanggungjawab Panitia SNPMB 2025 Eduart Wolok mengatakan bahwa pihaknya menemukan setidaknya 50 peserta melakukan kecurangan, serta 10 orang joki dalam enam hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer atau UTBK 2025.
Modus kecurangan beragam seperti memasang kamera di kacamata, mikrofon dan pengeras suara di alat bantu dengar, dan menggunakan aplikasi pengendali jarak jauh atau remote desktop di komputer yang digunakan oleh para peserta. Panitia UTBK sebenarnya telah mengantisipasi dengan menyediakan pemindai metal atau metal detector.
Namun, rupanya pelaku memakai teknologi yang lebih canggih sehingga masih terdapat sejumlah modus kecurangan yang berhasil lolos. (cnnindonesia.com, 30-4-2025)
Aksi curang ini bukanlah yang pertama kali. Sudah berulangkali kecurangan menodai pendidikan kita. Setiap tahun selalu ada kasus kecurangan dalam ujian. Ini merupakan fenomena yang berulang dan marak sehingga dapat dikatakan terjadi secara sistemis.
Maraknya kecurangan dalam pendidikan tidaklah terjadi tanpa sebab. Pendidikan yang diterapkan saat ini memang lebih fokus pada nilai akademik dan kurang memperhatikan aspek moralitas dan akhlak.
Siswa lebih didorong untuk mencetak prestasi akademik berupa nilai tinggi ataupun capaian yang sifatnya materi. Nilai bagus diutamakan entah bagaimana caranya.
Akibatnya, cara instan dan curang ditempuh demi mendapatkan nilai bagus atau lulus dalam ujian. Alih-alih belajar dengan sungguh-sungguh, siswa malah sibuk membuat contekan atau berlaku curang dengan bermacam modusnya. Di sinilah prinsip menghalalkan segala cara demi meraih tujuan menjadi pegangan.
Kondisi ini terjadi karena pendidikan tidak melandaskan pada agama yang seharusnya menjadi panduan. Agama diabaikan, bahkan ditinggalkan. Siswa tidak diajarkan bagaimana beragama secara benar sehingga tidak paham konsep halal dan haram ataupun baik dan buruk.
Mereka juga tidak dipahamkan bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya kelak sehingga merasa bebas berbuat apa saja, termasuk melakukan kecurangan.
Inilah sistem pendidikan ala sekuler liberal yang membuat siswa jauh dari agama. Jangankan menjadi pribadi bertakwa, paham agamanya saja tidak. Tidak ada kesadaran akan pentingnya agama dan menjalankan aturannya.
Tanpa sandaran agama, generasi memiliki mental lemah, pribadi yang materilistis, enggan bekerja keras, suka cara instan dalam meraih tujuan, dan tidak kapabel.
Begitu rusaknya sistem pendidikan sekularisme menempa pribadi manusia. Sistem ini menghasilkan keburukan dan kerusakan. Kecurangan yang marak menjadi bukti rusaknya sistem ini sehingga tidak layak dipertahankan.
Maka dari itu, untuk menghentikan kerusakan ini butuh sistem alternatif yang tepat. Sistem itu adalah Islam. Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk perkara pendidikan.
Pendidikan dalam Islam ditujukan untuk membentuk kepribadian yang islami (syakhsiyyah al-Islamiah) dan membekali para peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Sistem pendidikan Islam diterapkan dalam rangka melahirkan pribadi yang bertakwa kepada Allah SWT.
Negara menerapkan strategi pendidikan yang akan membentuk pola pikir dan pola jiwa islami pada siswa. Seluruh materi pelajaran disusun atas dasar strategi tersebut. Akidah Islam menjadi landasan kurikulum pendidikan sekaligus sebagai dasar untuk menyusun seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran.
Dengan landasan akidah Islam ini terwujudlah sistem pendidikan yang penuh ketakwaan. Siswa belajar dalam rangka meraih rida Allah taala sehingga menjauhkan diri dari perkara-perkara yang dilarang-Nya seperti berbuat curang.
Mencapai keridaan Allah menjadi motivasi belajar, bukan demi meraih dunia sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Barang siapa yang mempelajari ilmu yang dengannya dapat memperoleh keridaan Allah Swt., (tetapi) ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan duniawi maka ia tidak akan mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud)
Pendidikan dalam Islam juga diselenggarakan secara gratis sebagai bentuk kewajiban negara untuk rakyatnya. Seluruh biaya untuk penyelenggaraan pendidikan didanai dari kas negara, yaitu Baitulmal. Negara membangun sekolah, kampus, atau tempat belajar dengan kualitas terbaik disertai dengan berbagai fasilitas penunjangnya.
Negara juga menjamin hak setiap orang untuk dapat menempuh pendidikan. Semua orang memiliki kesempatan belajar tanpa terbebani biaya sehingga dapat fokus menuntut ilmu dan menghasilkan karya untuk kemajuan umat.
Demikian pula dengan guru dan staf pengajar juga dijamin kesejahteraannya oleh negara sehingga mereka dapat fokus menjalankan tugasnya dalam pendidikan.
Inilah pendidikan terbaik yang diselenggarakan oleh sistem Islam. Ia hanya dapat tereralisasi bila negara menerapkan Islam secara kaffah. Karena itu, mewujudkan tegaknya negara ini, yakni khilafah, menjadi sebuah keharusan.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar