Topswara.com -- Indonesia kembali dikejutkan dengan adanya mega korupsi. Kali ini, kasus korupsi menyasar ke sektor migas. Tentu saja, berita ini banyak membuat masyarakat marah. Sebab, BBM merupakan kebutuhan yang digunakan sehari-hari. Tudak sedikit dari masyaraakat yang pada akhirnya menuntut agar KPK mengusut kasus ini.
Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina. Kasus tersebut mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar 193,7 triliun.
Para tersangka dalam kasus ini melakukan pengondisian sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Otomatis, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, minyak mentah dan produk kilang harus impor.
Impor yang dilakukan ini ternyata menimbulkan perbedaan harga pembelian minyak bumi yang sangat signifikan. Selisih harga inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan korupsi. Selain itu, Kejaksaan Agung juga menemukan adanya pengoplosan impor minyak mentah RON 90 dan RON 88 menjadi RON 92. Meski demikian, PT Pertamina Patra Niaga menyanggah hal tersebut. (Bbc.com 25/02.2025)
Berkali-kali kita dapati kasus korupsi di kalangan pejabat, namun seperti lingkaran setan tidak ada habisnya. Korupsi seolah-olah sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan. Enggak korupsi bukan negeri Indonesia. Para pejabat selalu mencari kesempatan dalam kesempitan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Tersangka dalam kasus ini mengakali pengadaan barang, dengan mengambil keuntungan. Padahal mereka, sebagai pejabat negara tentunya digaji dengan gaji yang tidak sedikit. Karena sikap yang tidak amanah, membuat mereka dibutakan oleh dunia.
Korupsi sudah menjadi hal yang biasa sekarang. Kecurangan terjadi dimana-mana. Mulai dari yang paling kecil, seperti mencontek ketika ujian, hingga yang besar sebagaimana yang terjadi dalam kasus ini. Hal ini disebabkan karena tidak adanya rasa tanggung jawab dan amanah dalam diri seseorang. Individu tidak lagi merasa ada Zat yang mengawasinya selalu.
Ditambah pola pikir yang selalu berorientasi untuk mencari keuntungan, membuat individu menyamarkan Batas-batas halal haram. Inilah buah dari sistem kapialisme yang menjadikan seseorang bebas melakukan apa saja demi mendapat keuntungan. Tujuan perbuatannya adalah materi. Tidak peduli mana haram mana halal.
Hal ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan hari ini yang tidak menghasilkan generasi bertakwa. Pendidikan hari ini hanya berfokus untuk mencetak SDM sebagai pemutar roda ekonomi. Output mereka bagaimana caranya agar bisa mendapat pekerjaan.
Kemudian negara akan menjadikan pelajar sebagai buruh yang mau digaji sedikit. Beginilah sistem kapitalis mengatur kehidupan.
Tentu hal ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem pendidikan Islam berfokus menghasilkan generasi yang bertakwa, bersakhsiyah Islam. Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan ilmu saja tapi juga membentuk akhlak mulia sehingga generasi Islam adalah generasi yang berkualitas baik ilmu maupun adabnya.
Ketika generasi ini memerintah, ia akan bertanggung jawab dengan segala amanah yang diberikan. Karena ia sadar Allah selalu mengawasinya.
Ketakwaan individu juga didukung oleh adanya tiga pilar. Pilar pertama adalah peran keluarga sebagai tahap pembentukan karakter pertama anak. Keluarga yang baik akan menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini kepada anak.
Pilar kedua adalah peran masyarakat yang selalu melakukan amar makruf nahi mungkar sehingga akan mencegah individu berbuat kemaksiatan. Yang terakhir adalah peran negara sebagai pengontrol penegakan hukum syara.
Negara akan memberikan sanksi tegas pada pelaku kemaksiatan. Dengan konsep tiga pilar ini maka individu akan tetap terjaga ketakwaannya dan enggan melakukan kemaksiatan.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Oleh: Hasna Syarofah
Aktivis Muslimah
0 Komentar