Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengelolaan Tambang secara Syariah

Topswara.com -- Kasus mega korupsi PT Timah senilai Rp 271 triliun ini hanyalah puncak dari kusutnya tata kelola tambang Indonesia. Sebelumnya, PT Pertamina, PT Antam, hingga PLN yang merupakan Badan Usaha Milik Negara juga tak luput dari jerat kasus korupsi. 

Korupsi saat ini menjadi tren dikalangan para pejabat negara, padahal komisi pemberantasan korupsi (KPK) telah di bentuk dari sejak lama, namun korupsi tak kunjung hilang atau berhenti baik di kalangan pejabat negara atau pegawai BUMN. 

Pengelolaan tambang dan sejenisnya merupakan lahan basah dan rawan untuk terjadinya tidak korupsi, bagaimana tidak di berbagai bidang usaha tersebut seluruhnya menghasilkan cuan, bahkan untuk limbahnya pun menghasilkan banyak cuan. 

Maraknya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini erat kaitannya dengan penerapan sistem dan tata kelola aturan yang bersandar pada sistem sekularisme kapitalisme. Kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai tolok ukur kehidupan menjadikan aturan yang tegak ditengah-tengah manusia rawan disalahgunakan.

Adanya keterlibatan swasta dan asing dalam berbagai bentuk investasi , termasuk dalam bentuk pemberian konsesi pada mereka telah menciptakan dampak negatif yang serius. Diantaranya;
Pertama, menciptakan ketimpangan ekonomi yang luas. 

Kedua, menyebabkan penguasaan sektor-sektor ekonomi, diantaranya sektor pertambangan hanya pada segelintir korporasi. 

Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut, khususnya sektor pertambangan lebih banyak mengalir kepada swasta/asing dibandingkan kepada negara.

Keempat, mendorong peningkatan kerusakan lingkungan. Ini karena perusahaan-perusahaan swasta/asing hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam.
   
Dalam Islam, barang tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak, terkategori sebagai harta milik umum. Haram dimiliki oleh pribadi maupun swasta apalagi pihak asing. Termasuk haram diklaim sebagai milik negara. 

Negara hanya memiliki wewenang dalam pengelolaannya. Lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengan pengelolaan berdasarkan syariah Islam, potensi pendapatan negara dari harta milik umum, khususnya sektor pertambangan, sangatlah besar. 

Berdasarkan perhitungan hasil produksi, maka potensi pendapatan dari harta milik umum (batu bara, minyak mentah, gas, emas, tembaga dan nikel, dapat diperoleh laba sebesar Rp. 5.510 triliun (dua kali lipat APBN yang 77 persen pemasukannya dari pajak dan utang). Ini jika ditambah dengan hasil laut dan hasil hutan, akan lebih besar lagi. 

Pendapatan ini belum termasuk dari 12 sumber pendapatan lain yang juga memiliki potensi penerimaan yang cukup besar. 

Untuk mewujudkan semua itu, jelas negara ini harus diatur oleh syariah Islam. Selain itu, hukuman yang tegas sesuai ketentuan syariah Islam terhadap koruptor khususnya yang melakukan korupsi atas harta kekayaan milik umum (rakyat) wajib ditegakkan. 

Maka penerapan syariah Islam dalam pengaturan negara ini dari segala bidang kehidupan, khususnya dibidang ekonomi khususnya lagi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam milik umum harus segera diwujudkan. 

Sebabnya jelas, Allah SWT telah memerintahkan semua Muslim untuk mengamalkan syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah : 208, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian."

Wallahu'allam bishawab.


Oleh: Peni Hendayani 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar