Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tegas Menolak Pacaran Walau Diizinkan Orang Tua

Topswara.com -- Miris sekali, melihat generasi muda yang berpacaran lantaran diizinkan oleh orang tua mereka. Bahkan ada yang berani terang-terangan membawa sang pacar kerumah untuk dikenalkan dengan keluarga besarnya.

Berpacaran karena diizinkan orang tua adalah menjadi alasan yang kuat untuk anak-anak zaman sekarang makin berani mempertontonkan gaya berpacaran mereka. Tidak jarang mereka meng-upload kemesraan berdua di medsos masing-masing, seolah-olah sudah menjadi suami istri yang sah. Bahkan ada peringatan hari anniversary jadian berpacaran. Makin lama berpacaran, makin keren, na'udzubillah.

Adapun alasan orang tua mengizinkan anak mereka agar segera punya gandengan, antara lain ingin anaknya segera memiliki pasangan yang cocok, saling mengenal sifat masing-masing, karena usia sudah makin tua dan lain-lain.

Padahal, pacaran di dunia remaja pada umumnya hanya sebagai gaya hidup, takut dibilang tidak laku, malu dikatain jomblo, coba-coba, sebagai pemenuhan naluri kebutuhan seks dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang mengarah pada keadaan saling memberi dan menerima. Jarang sekali yang memiliki motivasi mencari pasangan hidup, maka berlakulah hubungan putus nyambung atau bahkan putus, ganti baru.

Belum lagi risiko kehamilan remaja yang tidak direncanakan karena gaya berpacaran yang bebas, pelecehan seksual dan kekerasan fisik dalam hubungan, rawan depresi dan stres, sulit berkonsentrasi, mudah emosi, produktivitas menurun hingga resiko tertular penyakit menular seksual, ngeri banget kan?

Nah, anak yang memiliki mindset kapitalisme pasti akan menuruti apa kata orang tuanya, apapun itu termasuk dorongan untuk segera memiliki pacar. Karena anak yang ber mindset kapitalis tidak memiliki standar benar dan salah menurut Islam. Ia memakai standar lain, misalnya apa yang dikatakan orang tuanya atau apa yang dilakukan banyak orang. Jadi, tidak heran jika ada orang tua yang menyuruh anaknya sekalipun menyuruh maksiat, maka dia akan menurutinya.

Jelas berbeda dengan anak yang ber mindset Islam, dia paham bahwa setiap Muslim wajib sadar kalau dirinya adalah hamba Allah SWT, artinya dia akan menjalani hidup untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah itu bukan hanya shalat, puasa dan zakat saja, akan tetapi mentaati seluruh aturan Allah SWT. 

Dia akan mentaati dan menghormati orang tua karena itu adalah perintah Allah SWT. Dia juga akan menyayangi dan merendahkan perkataan di hadapan orang tuanya karena ini juga adalah perintah Allah SWT. Tetapi ketaatan kepada orang tua bukan berarti tanpa batas.

Rasulullah SAW bersabda,

"Tidak ada ketaatan dalam melakukan kemaksiatan. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebaikan"
(HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, standarnya benar dan salah adalah menurut perintah Allah SWT. Seandainya orang tua kita memerintahkan untuk bermaksiat, misalkan disuruh mencari pasangan dengan cara berpacaran atau mencari uang dengan cara mencuri, maka kita tidak boleh mentaatinya.

Ingat ya, Islam melarang adanya pacaran di antara mereka yang bukan muhrim karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa. Dalam Islam, pacaran adalah haram. Hukum berpacaran dalam Islam bisa dikatakan haram, karena firman Allah SWT saja menerangkan bahwa melarang untuk mendekati zina. 

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Sayangnya, hari ini pacaran sudah menjadi hal yang wajar. Seseorang yang tidak pernah membawa pacar ke rumah itu dianggap sesuatu yang aneh, tidak laku atau bahkan yang parah dituduh suka sesama jenis. 

Ditambah konten di media sosial yang isinya muda-mudi yang sedang berpacaran sehingga begitu sulit menjalani jomblo hingga halal. Lingkungannya saja, tidak membuat generasi menjadi taat justru mewajarkan kemaksiatan. Ya beginilah ketika masyarakat juga terkena mindset sekularisme kapitalisme.

Mereka berperilaku bukan karena standar benar salah dalam Islam, tapi berperilaku bebas sesuka hati. Hal ini menjadi bukti bahwa kita butuh sekali dengan lingkungan yang taat. 

Kalau masyarakatnya tidak menormalisasi kemaksiatan dan terbiasa taat, pasti sangat menenangkan. Bayangkan saja, setiap ada orang berpacaran langsung diingatkan dan dinasihati. 

Kemudian media sosial, negara akan mengawasi agar media sosial hanya berisi ajakan untuk menjauhi aktivitas-aktivitas yang mendekati zina. Kalau sudah begitu, pasti lingkungan akan terjaga ketaatannya. Inilah yang dilakukan masyarakat Islam, mereka akan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang peduli. Mereka ingin bersama-sama masuk surga dan tidak ingin orang lain di sekitarnya mendapatkan dosa. 

Tapi masalahnya, masyarakat Islam tidak mungkin ada di sistem sekularisme kapitalisme. Karena faktanya, banyak sekali orang yang tidak paham Islam dan ajarannya. Bagaimana tidak? Dari kecil bukannya dengan Islam melainkan dididik dengan sistem pendidikan sekuler. Makanya apa yang kita omongkan dan lakukan, semuanya terkena pengaruh mindset sekularisme. 

Di sekolah, kita tidak diajari bagaimana menjalin hidup sebagai seorang Muslim, yang ada justru diajari untuk mengejar materi dan kepuasan diri. Di sekolah bukan diajari ajaran Islam secara kaffah, tapi justru agama hanya diajarkan dua jam seminggu, itu pun hanya tentang shalat, cara bersuci, zakat, puasa dan haji. 

Kalau pendidikannya saja seperti ini, lalu bagaimana bisa tahu bahwa pacaran itu dosa dan perbuatan maksiat. Makanya pacaran dianggap sesuatu yang wajar bahkan orang tua pun membolehkan anaknya untuk berbuat maksiat.

Oleh karena itu, jika kita ingin diri kita, keluarga kita, masyarakat kita menjalankan hidup sesuai dengan apa yang Allah SWT mau, maka harus ada sistem pendidikan Islam yang meluruskan mindset masyarakat. Sistem pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi berkepribadian Islam. 

Bayangkan saja, seandainya individu masyarakatnya mempunyai _mindset_ Islam, lalu perilakunya juga Islam. Maka ketaatan bisa kita rasakan di mana-mana. Kita menjemput jodoh tidak dengan cara pacaran tapi dengan cara halal, yaitu menikah. 

Ketika menjadi orang tua pun dia akan mendidik anak-anaknya untuk taat dengan syariat Islam. Namun sistem pendidikan Islam hanya bisa kita temui ketika ada negara yang menerapkan Islam kaffah, yaitu khilafah islamiyah.

Jadi, statement pacaran karena diizinkan orang tua jelas-jelas salah. Karena hal tersebut bukan berasal dari mindset Islam. Sebagai seorang Muslim, kita memiliki standar yang jelas, yaitu bersikap atas dasar perintah Allah SWT. Ketaatan kepada orang tua pun berada di bawah ketaatan kepada Allah SWT. Kita diwajibkan mentaati yang sesuai dengan syariat Islam. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar