Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penerapan Cukai Minuman Manis Bukan Solusi Mencegah Diabetes

Topswara.com -- Di saat Singapura sudah menerapkan nilai makanan dan minuman kemasan kategori paling sehat hingga paling tidak sehat, Kementerian Kesehatan masih sebatas berupaya menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk menurunkan prevalensi diabetes di Indonesia yang kian melonjak dari tahun ke tahun.

Cukai MBDK adalah penerapan pajak atau biaya tambahan untuk produk minuman berpemanis dalam kemasan, karena berdampak buruk pada kesehatan orang yang mengonsumsinya, dan meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, obesitas, hingga gangguan ginjal.

Kemenkes RI Eva Susanti mengatakan bahwa penerapan cukai MBDK jadi salah satu urgensi yang harus segera direaliasasikan. Pasalnya, minuman manis dalam kemasan meningkatkan risiko diabetes, yang saat ini menurut data The Global Burden of Disease 2019 and Injuries Collaborators 2020, PTM menjadi salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia, yaitu 80 persen.(suara.com, 1/2/2024)

Solusi mencegah diabetes tentu membutuhkan upaya mendasar dan menyeluruh. Penetapan cukai pada minuman kemasan tidak serta-merta menghalangi masyarakat mengurangi konsumsi minuman berpemanis. 

Apalagi dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya literasi kesehatan dan keamanan pangan justru membuka celah adanya minuman manis yang tidak terkontrol di tengah masyarakat.

Di sisi lain, penetapan cukai menjadi cara negara kapitalisme mendapatkan sumber pendapatan negara yang tentu sangat menjanjikan, meskipun pada faktanya masih banyak persoalan terkait dengan kepatuhan dan besarnya peluang penyelewengan pajak. 

Dengan demikian, makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mengendalikan penyakit diabetes di tengah masyarakat.

Sistem kapitalisme yang diterapkan memang hanya menjadikan negara fokus mengejar keuntungan tanpa mempedulikan risiko kesehatan yang bisa menimpa rakyatnya. Jika negara serius mengendalikan penyakit diabetes, maka negara bisa membuat standar mutu makanan yang boleh beredar di pasaran termasuk kandungan gulanya. Kemudian negara memberikan sanksi tegas bagi industri yang melanggar, namun tampaknya negara tidak akan melakukan hal tersebut.

Sebab keberadaan industri minuman mampu memberikan keuntungan besar bagi negara. Sehingga tak heran jika industri makanan dan minuman yang tidak mempertimbangkan halal dan thayyib terhadap produk yang dihasilkan masih banyak kita temukan. 

Sementara negara sendiri semakin menunjukkan jati dirinya bukan sebagai pelayan rakyat, tetapi pelayan korporasi atau pemilik modal.

Cara Daulah Islam Menjaga Kesehatan Rakyat

Berbeda dengan penerapan aturan Islam kaffah di bawah institusi khilafah. Khilafah akan menerapkan aturan yang berasal dari Allah SWT semata, yakni syariat Islam.

Islam mewajibkan negara menjaga kesehatan rakyatnya. Oleh karena itu, negara akan melakukan berbagai upaya menyeluruh dan mendasar untuk mencapai derajat kesehatan yang prima, sebab khilafah adalah junnah (pelindung) bagi rakyatnya. 

Khilafah akan menjamin keamanan pangan rakyatnya dalam rangka mencegah rakyatnya berada dalam bahaya termasuk akibat beredarnya pangan yang keluar dari prinsip halal dan thayyib sebagaimana yang diterapkan oleh kapitalisme.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah Ayat 88,

ÙˆَÙƒُÙ„ُÙˆْا Ù…ِÙ…َّا رَزَÙ‚َÙƒُÙ…ُ اللّٰÙ‡ُ Ø­َÙ„ٰÙ„ًا Ø·َÙŠِّبًاۖ ÙˆَّاتَّÙ‚ُوا اللّٰÙ‡َ الَّØ°ِÙŠْٓ اَÙ†ْتُÙ…ْ بِÙ‡ٖ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ُÙˆْÙ†َ

Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman.

Kata halalan berasal dari akar kata yang berarti lepas atau tidak terikat. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu, kata halal atau halalan juga berarti boleh. Sehingga makanan dan minuman yang halal adalah semua makanan maupun minuman yang boleh dikonsumsi dan tanpa sebab tertentu untuk dilarang, yakni dilarang syariat.

Kata thayyiban dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan dan paling utama pakar-pakar tafsir mengartikannya sebagai makanan yang mengandung selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya. Artinya, kata thayyib dalam makanan adalah makanan yang sehat, proporsional dan aman.

Kalimat halalan thayyiban mengisyaratkan makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang secara syar'i dibolehkan, tetapi harus berdampak baik pada jiwa dan raga manusia. Konsep inilah yang harus diterapkan dalam kehidupan kaum Muslim. 

Dalam menerapkannya, tentu tidak hanya dikembalikan pada individu semata, tetapi negara dalam Islam, yakni khilafah berkewajiban menjamin perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan thayyib bagi rakyatnya.

Dalam upaya menghindarkan masyarakat dari penyakit akibat pola makan yang salah, maka negara akan memastikan setiap individu rakyat bisa memenuhi kebutuhan pangannya dengan makanan halal dan bergizi melalui mekanisme yang diatur dalam sistem ekonomi Islam. 

Selain itu, negara akan membuat aturan bagi perindustrian makanan dan minuman untuk menggunakan bahan baku yang halal dan thayyib. Bagi yang melanggar, pasti akan diberi sanksi ta'zir sebagaimana yang diterapkan dalam Islam. 

Khilafah akan menyediakan sarana kesehatan yang memadai dengan prinsip kesehatan sebagai layanan yang wajib dipenuhi negara bagi seluruh rakyatnya. Khilafah juga akan meningkatkan edukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh terkait pola hidup sehat.

Di sisi lain, negara dalam Islam tidak menjadikan penarikan pajak sebagai sumber pendapatan negara dan cara dalam mengatur distribusi barang dalam negeri. Khilafah memiliki sumber pemasukan negara yang diatur oleh baitul mal khilafah. 

Salah satunya adalah melalui pengelolaan sumber daya alam yang melimpah, bukan mengandalkan pajak yang membebani rakyat sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sungguh, hanya penerapan aturan Islam kaffah yang mampu menjamin kesehatan dan pangan yang aman bagi rakyatnya.[]


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar