Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hanya Islam yang Mampu Atasi Masalah Kelangkaan LPG

Topswara.com -- Lagi dan lagi, menjadi sesuatu yang terus saja terjadi dan berulang. Ya, setiap ada momen penting selalu saja terjadi kelangkaan atau kenaikan harga. Mungkin ada sebagian masyarakat yang berpikir bahwa wajar saja jika langka atau harganya naik, soalnya semua mencari dan menggunakannya. 

Alhasil, mewajarkan akan situasi dan kondisi seperti ini. Padahal kejadian ini seharusnya menjadi evaluasi dan pembenahan secara serius agar masyarakat tenang serta aman untuk melakukan aktivitas. Layaknya ketika moment saat ini yaitu lebaran (IdulFitri). Seluruh masyarakat pasti bergembira dan menyiapkan hidangan terbaik untuk disantap keluarga atau para tamu yang berkunjung ke rumah. 

Namun kini, mau masak pun harus memikirkan akan ketersediaan gas melon idola sang emak-emak. Si melon menjadi incaran dan andalan emak kala hendak memasak makanan. Mendengar berita kelangkaan serta kenaikan harganya, kaum berdaster pun bingung dibuatnya.

Sebagaimana yang diberitakan pada salah satu laman berita nasional. Stok gas LPG ukuran 3 Kg di wilayah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah menghilang. Pemerintah Kabupaten Pemalang melalui Diskoperindag telah mengusulkan penambahan kuota si melon ke Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). 

Ternyata ada beberapa kecamatan di Kabupaten Pemalang yang mengalami kelangkaan gas melon. Yaitu Kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Randudongkal, Bantarbolang, Warungpring, dan Moga. 

Kelangkaan si melon tersebut dibenarkan oleh Kepala Bidang Perdagangan Diskoperindag Kabupaten Pemalang, Eliyah Puspa. Kelangkaan ini terjadi setiap tahun, utamanya ketika Ramadan dan idulfitri. Hal tersebut disebabkan karena tingginya permintaan masyarakat. (kompas.com, 05/04/2024)

Kelangkaan gas melon ini sebenarnya tidak satu atau dua kali saja, namun terus berulang dan terjadi ketika ada momen-momen penting. Salah satunya adalah saat Ramadan dan IdulFitri. 

Seharusnya menjadi evaluasi dan muhasabah bagi pemerintah, baik daerah atau pusat. Karena jika tidak mampu diatasi maka akan menjadi polemik di masyakarat. Apalagi di saat momen penting seperti sekarang ini, si melon menjadi andalan bagi emak-emak berdaster untuk menyajikan hidangan dengan menu spesial. Jika si melon tidak tampak di pasaran alias menghilang, maka hidangan spesial tadi tentunya tak akan tertata rapi di meja makan. 

Masih ingat dalam pikiran kita, bagaimana pemerintah telah memberlakukan kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Seluruh masyarakat didorong untuk beralih ke LPG. Namun, seiring dengan berjalannya waktu ternyata pemerintah belum mampu untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan si melon tersebut. 

Bisa jadi salah satu alasannya adalah negara merasa terbebani dengan subsidi kepada si melon tadi. Anggaran belanja pemerintah lumayan terserah ke sana, makanya si melon ini perlahan akan ditarik subsidinya. Ditambah lagi pemakaiannya dibatasi kepada masyarakat yang kurang mampu saja.

Kebijakan di atas ternyata belum mampu juga untuk mengatasi kelangkaan si melon. Pasalnya masyarakat memilih si gas hijau ketimbang pink atau biru. Itu karena dari sisi harga lebih terjangkau, sehingga permintaan melon meningkat tajam sementara ketersediaan tidak mencukupi. 

Apalagi ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil kesempatan ini dengan cara memborong semua ketersediaan melon atau menahannya (tidak dijual) karena menunggu harganya meningkat. Kondisi ini terkadang terjadi di masyarakat kita, sehingga mengakibatkan hilangnya melon di pasaran yang berarti siap-siap harganya akan naik-naik ke puncak gunung. 

Wajar saja jika yang terjadi seperti itu di masyarakat karena sebagai dampak ditetapkannya sistem kapitalis. Keuntungan dan cuan menjadi hal utama alias prioritas yang harus dikejar oleh manusia, sehingga tak menghiraukan dampak apa yang kemudian akan terjadi. Yang penting adalah sakunya sudah penuh dengan cuan dan cuan. 

Termasuk adanya mafia-mafia gas yang bekerja sama dengan pihak terkait untuk dapat mengakses mudah si melon. Sehingga terbukti bahwa masyarakat sulit mendapatkan si melon atau dari sisi harganya meroket.

LPG dalam hal ini termasuk pada sektor energi, masuk pada kebutuhan primer manusia. Melihat akan sisi kebutuhan primer tadi, maka negara dalam hal ini pemerintah seharusnya mampu untuk memenuhinya. Tidak memandang apakah ia kaya ataupun miskin, semua mempunyai hak yang sama dalam mengaksesnya. 

Negara harus mengupayakan dengan serius agar semua bisa merasakannya tanpa adanya tebang pilih sasaran. Karena jika memilih sasaran, maka akan tampak jelas wajah negeri yang telah menerapkan kapitalisme sekularisme. Negara berfungsi hanya sebagai regulator saja tanpa mau mengurusi rakyatnya.

Keadaan di atas akan berbeda jauh manakala Islam telah diterapkan dalam kehidupan manusia. Islam memandang bahwa negara sebagai pelindung bagi masyarakat (rakyat) termasuk pula menjamin akan kesejahteraan seluruh individu rakyatnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW.

"Iman/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah hang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Negara akan mengerahkan segenap usahanya untuk mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk dalam hal energi. Negara tentunya akan melakukan usaha-usaha penelitian serta mengembangkan dari sisi teknologi untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA) berupa gas tadi. 

Termasuk pula pada ranah pendistribusiannya yang merata ke seluruh pelosok negeri. Sehingga semua mampu untuk merasakannya serta mengaksesnya. Hal ini benar-benar harus dilaksanakan oleh negara (pemerintah) tidak boleh diserahkan wewenangnya kepada pihak swasta, baik asing maupun dalam negeri. 

Dari sisi ekonomi, maka negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam secara totalitas. Termasuk pula pada pengelolaan harta dan kejelasannya. Salah satu contohnya gas, maka masuk dalam ranah kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. 

Kemudian hasilnya dikembalikan kepada masyarakat agar dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip yang dipakai harus jelas juga, yaitu negara sebagai pengelola bukan pedagang. Sehingga cuan atau keuntungan tidak menjadi hal yang dipikirkan. 

Alhasil, hanya dengan paradigma serta prinsip pengelolaan SDA sesuai Islam maka rakyat akan sejahtera dan menerima haknya dengan baik. Ditambah pula dengan politik yang digunakan juga berlandaskan hanya pada akidah Islam agar mampu mengelola apa yang Allah Swt. berikan kepada kita di dunia ini. 

InsyaAllah akan dikelola dengan baik manakala Islam yang memegang kendali, bahkan optimalisasi akan diupayakan agar kebutuhan asasiah rakyat dapat terpenuhi secara merata dan adil. 

Artinya semua rakyat dapat merasakan serta mengaksesnya individu per individunya tanpa adanya perbedaan strata sosial. Ditambah lagi, Islam akan memberantas atau menghilangkan mafia-mafia yang ada agar semu arakuat mampu mengakses dengan mudah LPG. 

Wallahu a'lam.


Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Keluarga
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar