Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bullying! Anak Perempuan pun Jadi Pelaku

Topswara.com -- Bullying adalah tindakan menggunakan kekuasaan untuk menimbulkan kerugian verbal, fisik, atau psikologis pada individu atau kelompok, sehingga menyebabkan trauma, depresi, dan ketidakberdayaan pada korbannya.

Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), 30 kasus bullying terjadi di sekolah sepanjang tahun 2023. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 21 kasus. Hingga 80 persen kasus bullying pada tahun 2023 diperkirakan terjadi di sekolah-sekolah di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20 persen di sekolah-sekolah di bawah Kementerian Agama. (databoks.katadata.co.id, 20/02/2024).

Disusul dengan kasus bullying yang terjadi Bengkong Sedai, Kota Batam, Kepulauan Riau yang terjadi pada 29 Februari 2024. Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri, menyampaikan bahwa berdasarkan pengakuan pelaku dan korban bahwa ternyata mereka sering berbicara buruk satu sama lain dan motif pelaku melakukan perilaku bullying tersebut karena merasa kesal dan sakit hati terhadap korban. (Liputan6.com, 03/03/2024).

Sungguh miris, karena yang menjadi pelaku perundungan (bullying) dalam video yang tersebut adalah remaja perempuan dan juga merupakan teman dari korban. 

Umumnya anak identik dengan sifatnya yang polos tanpa dosa, namun justru akhir-akhir ini fakta menunjukkan sisi yang lain. Kini banyak anak yang menjadi pelaku kekerasan. 

Mereka dengan tega melakukan bullying terhadap temannya yang menimbulkan kerugian secara fisik yang menyebabkan korban mengalami luka serius. Jika pada umumnya, kita melihat yang banyak menjadi pelaku bullying adalah anak laki-laki. 

Namun kali ini justru anak perempuan juga menjadi pelaku bullying, dan melakukannya bukan hanya secara verbal namun juga secara fisik.

Sebenarnya maraknya kasus bullying yang dilakukan anak adalah dampak dari lemahnya pengasuhan dari orang tua. Saat ini orang tua dipaksa sibuk dengan pekerjaanya demi mengejar uang untuk memenuhi biaya hidup yang mahal yang akhirnya menyebabkan mereka lalai dari tanggung jawab mereka dalam mendidik dan mengasuh anaknya menjadi shalih. 

Seharusnya dengan pengasuhan yang baik, anak diberikan mafhum (pemahaman) bahwa bullying merupakan hal yang haram untuk dilakukan. Namun yang terjadi fungsi pengasuhan oleh keluarga telah runtuh dan melahirkan generasi yang minus kasih sayang dan bertindak sesuka hati tanpa arahan demi mencari dan memuaskan rasa kasih sayang yang tak di dapatkan di rumah.

Maraknya perundungan juga menjadi bukti gagalnya sistem pendidikan dalam sistem sekulerisme. Sekolah yang menjadi tempat yang aman justru banyak diselimuti aksi kekerasan. 

Sistem sekularisme dalam pendidikan menjauhkan anak dari agama dalam kehidupan. Maka akibat yang ditimbulkan adalah anak hanya menerima informasi seputar materi pelajaran saja tanpa di didik untuk dibentuk menjadi generasi yang memiliki karakter bertakwa. Akhirnya anak akan berbuat sesukanya ditambah sanksi yang diberikan juga tidak memberikan efek jera.

Sistem sekularisme yang diterapkan tentu akan terus meniscyakan maraknya bullying saat ini. Anak dalam sistem ini akan berbuat sesuka hati tanpa ada rasa takut akan azab neraka. 

Berbeda halnya dengan Islam. Islam memiliki seperangkat sistem yang mampu secara efektif mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang shaleh dan dijauhkan dari azab neraka sebagaimana firman Allah dalam TQS. At Tahrim : 6.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Dari sisi ekonomi, Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga mampu meringankan beban orang tua. Sehingga tidak ada muncul istilah kerja keras bagai kuda sehingga melalaikan pendidikan anak. 

Dengan begini, orang tua akan mampu mengoptimalkan pengasuhannya terhadap anak dan menjalankan fungsi pengasuhan sebagaimana yang Islam perintahkan. Anak juga akan tidak terabaikan dan setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang Allah berikan yang harus dijaga dengan baik.

Khilafah juga akan menerpakan sistem Islam kaffah, termasuk sistem sanksi. Sanksi yang diberikan adalah sanksi yang bersifat jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Sanksi akan diberikan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan dan menimbulkan efek jera. 

Seperti misalnya, berlaku hukumm qisas bagi pelaku penganiayaan yaitu balasan yang setimpal, sebagaimana dalam firman Allah QS. Al Maidah : 45.

"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

Sekalipun pelaku sudah berumur 18 tahun, namun karena sudah baligh, maka harus dihukum dengan sanksi yang tegas. Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan beasaskan aqidah Islam dengan kurikulum syariat Islam sehingga menghasilkn generasi bersyaksiah Islam (berkepribadian Islam). 

Maka dapat disimpulkan, hanya dengan penerapan Islam kaffah, kasus perundungan dapat dicegah dan menghasilkan generasi yang shaleh yang taat pada Rabb-nya dan memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama.

Wallahu ‘alam.


Oleh: Nur Amalya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar