Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masalah Stunting Butuh Penyelesaian Sistemis


Topswara.com -- Stunting masih menjadi permasalahan yang tak kunjung terselesaikan hingga saat ini. Menurut situs resmi Bappeda Litbang, stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita. Anak yang mengalami stunting akan terlihat pada saat menginjak usia dua tahun.

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo menyoroti belum optimalnya penanganan stunting. Menurutnya pemerintah sebaiknya melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting. 

Rahmad mengatakan, pemerintah telah menggelontorkan banyak dana untuk permasalahan stunting ini. Namun kenyataannya program stunting mengalami nihil output atau hasil. Padahal target pemerintah yakni prevalensi stunting turun 14 persen pada 2024. Ditambah adanya misi Indonesia Emas 2045, sehingga gizi anak-anak harus dijamin (beritasatu.com, Jumat/01/12/2023).

Stunting adalah permasalahan serius yang tidak hanya membutuhkan penyelesaian dari satu pihak, tetapi sudah memasuki kategori sistemik. Penyelesaian stunting tidak hanya membutuhkan peran ibu, posyandu serta ibu-ibu PKK saja. 

Melainkan juga membutuhkan peran aktif negara dan Islam sebagai sistem penyelesaian segala permasalahan. Meski sudah banyak program pemerintah terkait stunting yang dituntaskan, dan banyak pula dana yang digelontorkan, stunting akan terus terombang-ambing selama negara masih berlandaskan sistem kapitalisme demokrasi.

Umumnya, stunting dialami anak-anak dari kalangan sosial menengah ke bawah alias keluarga miskin. Sebab stunting bukanlah kondisi yang terjadi secara instan. Melainkan kondisi yang muncul akibat kekurangan nutrisi dan gizi yang dibutuhkan oleh anak setiap hari. 

Maka dapat disimpulkan bahwa ibu tidak mampu memberikan makanan bergizi kepada anak tiga kali sehari sehingga anak kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh. 

Kemiskinan memiliki peranan besar dalam persoalan stunting. Selain kemiskinan, korupsi juga menjadi faktor penting. Pemerintah telah menggelontorkan dana besar namun lenyap karena korupsi. Hal ini menunjukkan tidak adanya rasa takut kepada Allah Ta'ala dan begitu mudahnya korupsi dilakukan dalam sistem kapitalisme ini.

Sistem kapitalisme demokrasi yang menuhankan materi telah mendorong setiap individu untuk mencari cara yang paling menguntungkan. Korupsi adalah jalan pintas tercepat untuk mencapai kekuasaan. Sebab kekuasaan itu sendiri membutuhkan modal. Siapa yang punya modal besar, maka mampu berkuasa dan membuat aturan. Inilah aturan utama dalam kapitalisme demokrasi.

Selama tidak ketahuan maka hal ini sah-sah saja dalam demokrasi. Seandainya ketahuan sekalipun, sanksi bagi para koruptor di Indonesia bukanlah sesuatu yang membuat jera, sehingga para pelaku korupsi seolah tak pernah takut untuk terus melakukan hal tercela itu. 

Mulai dari pejabat tingkat desa hingga tingkat tinggi, kasus tangkap tangan korupsi selalu ada setiap minggu. Jika negara ini masih melanggengkan sistem demokrasi, maka sejatinya korupsi tidak akan pernah lenyap secara tuntas. Sebab ia adalah bagian dari demokrasi itu sendiri.

Faktor lain yang tidak kalah penting dalam permasalahan stunting adalah tidak adanya keseriusan peran negara. Negara sejatinya adalah pengurus umat. Sedangkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini, peran negara tersebut menjadi tumpul. 

Saat ini negara hanya berperan sebagai regulator semata. Sebatas menjadi penghubung antara masyarakat dengan kaum elit pengusaha yang bertransaksi dengan masyarakat.

Negara hanya memberikan bantuan yang tidak seberapa bagi rakyat miskin. Itu pun melalui berbagai proses yang rumit nan njelimet dengan bermacam persyaratan. Sementara untuk kasus stunting, bantuan yang diberikan pada posyandu biasanya hanya sebatas intervensi makanan bergizi di hari posyandu saja, sekali dalam satu bulan. 

Untuk sehari-hari para ibu dibiarkan berjuang sendirian untuk memberi makan anak. Padahal anak dan ibu harus makan tiga kali setiap hari.

Oleh karena itu, penyelesaian masalah stunting hanya bisa terwujud dengan diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sistem ekonomi Islam mampu menyelesaikan masalah perekonomian masyarakat dan menjamin kesejahteraan. 

Khalifah adalah pengurus seluruh rakyat. Ia wajib memastikan seluruh kebutuhan, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat terjamin dengan baik. Negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan dengan membuka lapangan pekerjaan dengan upah yang layak atau memberikan modal usaha tanpa riba.

Ketika ada rakyat miskin yang tidak memiliki kepala keluarga yang sanggup bekerja, maka negara wajib memberikan santunan sampai keluarga tersebut menjadi mampu (tidak miskin lagi). Santunan tersebut diperoleh dari Baitul Mal yang berasal dari pengelolaan SDA, jizyah, fa'i, kharaj atau ghanimah. 

Negara akan memastikan seluruh kebutuhan keluarga miskin tersebut terpenuhi. Termasuk makanan bernutrisi untuk ibu dan bayi, sehingga anak-anak dapat tumbuh sehat.

Negara khilafah pun akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah Islam untuk menanamkan iman dan taqwa dalam setiap diri individu. Setiap individu akan dididik dengan aqliyah Islam dan nafsiyah Islam. Sehingga akan terbentuk kepribadian Islam yang takut kepada Allah Ta'ala, dan memahami sepenuhnya bahwa korupsi adalah perbuatan dosa yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Jika dalam sistem Islam ada yang melakukan korupsi, maka pelaku akan mendapatkan sanksi sesuai syariat Islam. Sanksi yang diberikan akan menjadi zawajir (pembuat jera) dan jawabir (penebusan dosa) bagi si pelaku. Sehingga hal ini akan mencegah orang lain untuk melakukan hal serupa.

Maka sistem Islam adalah solusi terbaik yang menjadikan penguasa sebagai pengurus umat. Sehingga permasalahan stunting dapat teratasi. Masalah korupsi pun akan diatasi secara tuntas sehingga tidak akan ada dana amanah yang tidak tersampaikan. 

Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Bataria Annisa
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar