Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Genosida Gaza dan Diamnya Penguasa Muslim


Topswara.com -- Derai air mata dan kemarahan terhadap Zionis Yahudi penjajah, mengiringi setiap berita tentang Gaza, Palestina. Media dibanjiri gambar maupun video yang menampilkan korban pengeboman, dari berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, tempat pengungsian yang banyak dipenuhi kaum wanita dan anak-anak.

Sebulan lebih berlalu meletusnya Perang Gaza sejak Sabtu (7/10/23) hingga kini, telah menelan korban sebesar 11.078 orang syahid dan 4.506 diantaranya adalah anak-anak Palestina, sedang yang menderita luka-luka mencapai 27.490 warga. (Cnn.Indonesia,10/11/23). 

Meski kini perbatasan Rafah telah dibuka dan ada jeda kemanusiaan dalam 4 jam sehari, sehingga bantuan kemanusiaan bisa masuk tetaplah tidak menghentikan kebiadaban Zionis Yahudi dalam membantai warga Gaza. 

Kondisi diperburuk dengan minimnya fasilitas listrik, air, bbm, obat-obatan yang berpengaruh terhadap nasib pelayanan rumah sakit yang menampung pasien maupun warga yang mengungsi.

Banyak pemimpin negeri muslim telah melakukan kecaman, kutukan terhadap aksi keji Yahudi. Presiden Jokowi pun hadir mengikuti KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) OKI di Riyadh, Arab Saudi dalam rangka menyelesaikan masalah Palestina. Mereka bersepakat agar dunia memberi hukuman terhadap kejahatan perang yang dilakukan Yahudi dan mempercepat perdamaian kedua pihak dengan solusi dua negara. (Detik.news, 11/11/23)

Sikap Dua Kaki Pemimpin Negeri Muslim

Kebrutalan, kebiadaban entitas Yahudi penjajah, mestinya sudah cukup menimbulkan kemarahan bagi mereka yang mempunyai nurani. Bergelimpangannya mayat bayi dan anak-anak tak berdosa terbungkus kain kafan dari ribuan korban serangan Yahudi, menjadi suguhan media yang menyesakkan dada. Sehingga wajar, ramainya medsos yang mendukung dan berpihak kepada Palestina, bersuara membela.

Namun anehnya para penguasa negeri muslim yang menjadi tetangga Palestina, terutama di kawasan Timur Tengah hanya mampu bersuara dengan mengutuk, mengecam, memutus diplomasi terhadap entitas Yahudi penjajah dan menuntut PBB agar melobi Amerika, megupayakan terjadinya gencatan senjata. 

Namun sikap Yahudi dan Amerika menolak tegas tawaran tersebut. Mereka tetap meneruskan pengeboman, walau seisi dunia mengutuk aksi kejinya dan 120 negara menyetujui gencatan senjata.

Tentu sikap para pemimpin negeri muslim ini menjadi hal yang ambigu, tidak jelas. Di berbagai forum kenegaraan pun, solusi yang berani ditawarkan oleh para pemimpin negeri muslim hanya berupa pemberian banyuan kemanusiaan, lalu gencatan senjata dan solusi kemerdekaan dua negara. 

Padahal kesemuanya itu tidaklah cukup, untuk menyelesaikan masalah Palestina. Zionis Yahudi tetap menggila, membumi hanguskan Gaza tanpa ada rasa sebagai manusia. Maka ini menjadi cukup bukti kebencian dan permusuhan yang nyata antara Zionis Yahudi terhadap muslim Palestina.

Solusi dua negara, hakikatnya sama dengan bermain dua kaki. Satu kaki mendukung keberadaan Yahudi penjajah dalam merampas wilayah Palestina, sementara kaki lainnya mendukung muslim Palestina agar menikmati sedikit ketenangan dan perdamaian semu. 

Mereka hanya mampu berbuat demikian karena mereka tidak berani lebih galak kepada 'anak emas’ sang adidaya Amerika Serikat. Para pemimpin negeri muslim sebenarnya paham, apa pun yang dilakukan Yahudi zionis terhadap Palestina akan didukung oleh Amerika dan sekutunya (Inggris, Prancis, Denmark). Sehingga mustahil mereka menunjukkan perlawanan terhadap negara super power tersebut.

Inilah yang semakin menunjukkan ketundukan para pemimpin negeri muslim terhadap kepemimpinan negara adidaya, Amerika. Siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri muslim, harus tunduk dan patuh kepada kehendak “Tuannya, sang adidaya Amerika”. Jika menolak, jangan harap akan menjadi pemimpin di negeri muslim, karena para pemimpin ini adalah penguasa boneka yang mudah untuk diatur sesuai kehendak sang adikuasa.

Lemahnya Pemimpin dan Negara Pengekor Adidaya

Kedudukan negeri muslim saat ini hanya sebagai negara pembebek/pengekor adidaya Amerika Serikat, yang mengemban kapitalisme sebagai ideologinya. Maka wajar, apapun yang dilakukan sang adidaya akan ditiru atau tidak ditolak secara terang-terangan. Dari model kepemimpinan, arus pemikiran, budaya, sampai gaya hidup sedikit demi sedikit berkiblat kepada negara nomor satu (adidaya). 

Apalagi masalah Palestina adalah hasil persekongkolan keji antara Inggris dan Amerika untuk memberi hadiah negara kepada Yahudi yang dilegalisasi melalui deklarasi Balfour dan diperkuat LBB, yang akhirnya berubah nama menjadi PBB.

Sungguh apapun yang dilakukan oleh Yahudi terhadap warga Palestina akan mendapat dukungan dari negara yang melahirkannya yaitu Amerika dan sekutunya. Maka inilah yang menjadi senjata ampuh bagi Zionis Yahudi dalam aksi membantai warga Palestina dan menjajahnya. 

Sehingga para pemimpin negeri muslim pasti tidak akan berani melawan kemauan sang adidaya, selagi kapitalisme masih menjadi ideologi mendunia, pedoman bagi kehidupan mereka.

Kepemimpinan Islam Bebaskan Palestina dari Penjajahan

Ketika saat ini kepemimpinan dunia dipegang ideologi kapitalisme, maka yang bisa menandingi adalah sesama ideologi. Islam sebagai satu-satunya ideologi yang sahih, telah terbukti mampu mewujudkan sistem yang mendunia selama 1300 tahun dan menjadi rahmat di kala itu. 

Negara yang berideologi Islam akan menjalankan syariah secara kaffah, tanpa mempedulikan untung-rugi dalam kepengurusannya. Negara akan dipimpin oleh seorang khalifah yang menjadi perisai dan pelindung bagi rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.

Hal ini seperti hadis Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya seorang imam (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng.(HR. Bukhari dan Muslim)

Sehingga dalam masalah Palestina, kita bisa merujuk bagaimana gigihnya Sultan Hamid II ketika beliau menjadi khalifah Turki Utsmani, dalam melindungi Palestina dari ancaman Zionis Yahudi. Beliau menolak dan mengusir Theodor Hezl yang bermaksud membeli sepetak tanah buat pemukiman Yahudi. Sultan beralasan bahwa tanah Palestina adalah milik kaum muslim, direbut dengan darah para ksatria muslim, sehingga tidak ada hak bagi beliau untuk menjualnya.

Khalifah akan menyeru jihad kepada seluruh tentara muslim untuk memerangi dan mengusir Zionis Yahudi dari Palestina, yang telah merampas wilayah dan membantai warga Palestina. Setiap negeri muslim, terutama yang terdekat dengan Palestina, seperti Mesir, Yordania, Turki akan bersatu menggempur Yahudi dan sekutunya. Jika masih belum mampu, pengerahan militer dari seluruh negeri muslim, pasti akan dikerahkan, sampai musuh terkalahkan dan berhasil ditundukkan.

Inilah kekuatan yang paling ditakuti oleh kaum kafir dan Yahudi, kesatuan kaum muslim sedunia di bawah insitusi Khilafah, dengan khilafah sebagai pemimpinnya. Pelindung dan pengurus kebutuhan rakyat.yang Dahulu sudah pernah tegak dan akan kembali muncul dengan nasrullah dan dukungan umat.

Wallahu’alam bishawwab 


Oleh: Nita Savitri
Pemerhati Kebijakan Publik, dan Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar