Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Matinya Empati Negara di Tengah Problematik Umat


Topswara.com -- Di tahun 2023 ini Indonesia akan menggelar konser akbar kedua kalinya yang rencananya akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta. 

Konser tersebut menghadirkan grup band asing yakni Coldplay, band asal Inggris. Konser Coldplay yang rencananya akan digelar di SUGBK Jakarta pada 15 November 2023 mendatang ini ditolak Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Wasekjen PA 212, Novel Bamukmin menegaskan bahwa pihaknya siap menggelar demo besar-besaran dengan memblokir lokasi atau akan kepung bandara jika konser tersebut tetap terlaksana. Aksi besar tersebut menurutnya akan sama dengan yang mereka lakukan saat menolak kehadiran Lady Gaga, pada 2012 silam.

Novel Bamukmin menjelaskan alasan penolakan ini lantaran Chris Martin cs merupakan kelompok yang mendukung kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) serta penganut paham atheis yang sangat bertentangan dengan nilai agama dan ajaran Islam.

Di lain sisi, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan siap mengamankan jalannya konser Coldplay. Menurutnya Polda Metro Jaya sudah memiliki SOP dalam mengamankan konser dan beliau menegaskan bahwa kedatangan Coldplay jangan dikaitkan dengan pesta demokrasi, meskipun penyelenggaraannya berdekatan dengan Pemilu 2024.

Dirintelkam Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hirbak Wahyu Setiawan menyampaikan bahwa karena pelaksanaan konser ini akan digelar pada November mendatang, pihak penyelenggara masih belum mengajukan izin keramaian secara resmi. Namun, dirinya memastikan bahwa koordinasi telah dilakukan oleh panitia dengan pihaknya. Panitia juga sudah dapat izin dari pengelola SUGBK serta Kemenparekraf (WahanaNews.co, 14/05/2023).

Sejatinya penyelenggaraan konser ini menunjukkan matinya empati penyelenggara dan pihak pemberi izin terhadap problematika kehidupan yang dihadapi masyarakat saat ini. Masalah tersebut diantaranya adalah kemiskinan, stunting, pengangguran, dan berbagai persoalan lainnya. 

Di sisi lain, tingginya minat dan antusiasme masyarakat membeli tiket konser yang harganya selangit juga membuktikan tingkat kesenjangan sosial yang terjadi di negeri ini.

Demikianlah ketika negara menganut paham sekularisme liberalisme, maka apa pun boleh dilakukan asalkan mendatangkan manfaat (keuntungan) yang besar. Hal ini karena dalam ekonomi kapitalisme, yang menjadi standar perbuatannya adalah keuntungan materi. 

Di mana selama ada permintaan yang bisa mendatangkan keuntungan, maka pengadaan permintaan itu harus diberi ruang walaupun permintaan tersebut bisa merusak moral masyarakat atau ada unsur keharaman di dalamnya.

Selain itu, dalam sistem kapitalisme, paradigma liberal yang dijunjung negara hanya menjadikannya sebagai regulator atau pembuat kebijakan saja. Kebijakan yang ditetapkan pun sejatinya hanya untuk kepentingan para kapitalis semata, dalam hal ini yakni industri hiburan. 

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme juga gagal dalam membentuk masyarakat yang memahami hakikat hidupnya sebagai hamba Allah, beramal sesuai dengan aturan Allah hingga membentuknya memiliki empati atas nasib sesama. Sistem sekularisme kapitalisme liberalisme sejatinya telah berhasil menjatuhkan taraf berpikir umat ke taraf yang sangat rendah.

Hal ini berbeda dengan penerapan sistem Islam, di mana negara dalam Islam yaitu khilafah tidak akan mengizinkan penyelenggaraan aktivitas yang di dalamnya ada keharaman, misalnya ikhtilat (bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa alasan syari). 

Khilafah juga tidak akan mendidik warganya untuk hura-hura, sebaliknya Khilafah akan fokus dan sibuk untuk mengurusi (meriayah) rakyatnya dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka, baik pangan, sandang, dan papan, termasuk kesehatan, pendidikan, juga keamanan.

Adapun kebutuhan akan layanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan fasilitas publik negara wajib memenuhi semua itu dengan standar pelayanan terbaik, cepat, mudah, profesional, dan gratis. 

Bahkan tidak hanya kebutuhan asasi, negara juga akan memudahkan rakyatnya memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini untuk meningkatkan kualitas hidup warga negaranya sebagai khairu ummah atau umat terbaik. Sehingga berhak mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik.

Hanya saja kebutuhan sekunder dan tersier yang dimaksud tetap dibatasi oleh syariat Islam. Di mana negara tidak akan membiarkan barang haram atau aktivitas haram beredar di masyarakat. 

Walaupun hal tersebut dapat mendatangkan keuntungan bagi negara, sebab negara yang bersandar pada akidah Islam sangat memahami bahwa keharaman hanya akan menjauhkan hidup dari keberkahan.

Pelaksanaan pendidikan dalam khilafah yang berbasis akidah Islam juga akan melahirkan generasi bervisi dunia sekaligus akhirat. Mereka akan menjadi individu masyarakat yang memahami bahwa dunia hanya tempat persinggahan dan sebagai ladang mengumpulkan bekal untuk kebahagiaan akhirat. 

Sehingga lahirlah pribadi-pribadi bertakwa yang menyibukkan diri dalam amal shalih, bukan sibuk menikmati hidup dengan berbagai kemaksiatan. Mereka juga akan menjadi orang memahami skala prioritas amal dan memiliki empati tinggi atas nasib sesama. Sebab Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)

Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang mampu memuliakan manusia, menyejahterakan hidup masyarakat secara merata, sekaligus akan membangun peradaban mulia di bawah institusi khilafah Islamiyah. 

Waallahu a’lam bishshwab.


Oleh: Asih Lestiani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar