Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Stunting Turun, Hanya dalam Angan


Topswara.com -- Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung data stunting. Karena itu, data penanganan stunting jangan cuma berfokus pada angka.

Ia menyebut prevalensi stunting saat ini masih tinggi, mencapai 21,6 persen. Pemerintah masih perlu kerja keras untuk menurunkannya sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana prevalensi stunting turun 3,8 persen per tahun.

Penanganan stunting memang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, Suharso hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani kerap dibuat keheranan dengan tingkah pemda soal penanganan stunting.

Pencegahan stunting ini penanganannya harus tepat sasaran, misalnya Pasangan Usia Subur (PUS) yang akan menikah harus benar-benar diedukasi mengenai pemeriksaan kesehatan sebelum menikah, agar ke depannya dapat mempersiapkan kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sehat pula.

Indikator-indikator tersebut khususnya pada anak dapat menyebabkan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang. Sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak atau yang biasa kita sebut dengan anak stunting.

Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.

Stunting merupakan gangguan kesehatan akibat kekurangan gizi, baik saat anak dalam kandungan ataupun setelah mereka dilahirkan. Balita yang terkena stunting, mayoritas berasal dari keluarga kurang mampu. Meski ada juga yang berasal dari keluarga mapan, tetapi jumlahnya sedikit. 

Kurangnya keluarga dalam mencukupi kebutuhan gizi anak disebabkan kemiskinan, mereka tidak punya cukup uang untuk membeli makanan penuh gizi setiap hari.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan angka kemiskinan ekstrem pada Maret 2022 mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 masih 9,57 persen. 

Dari data itu, pihak BPS sendiri juga pesimis dengan adanya target kemiskinan ekstrem 0 persen dan miskin 7 persen pada 2024. Maknanya, pada kondisi saat ini, rasanya sulit bahkan tidak mungkin untuk menghapuskan stunting karena problem kemiskinan saja belum terurai.

Jika kita kaji lebih dalam lagi, problem kemiskinan muncul dari pengelolaan sistem ekonomi kapitalisme. Siapa saja yang memiliki uang, bisa mendapatkan sesuatu dengan cara apa pun. 

Layaknya berkompetisi di hutan, siapa yang kuat, merekalah yang dapat bertahan. Hasilnya, si kaya makin banyak harta dan si miskin tambah sempit kehidupannya. Muncul jurang besar antara keduanya.

Bagaimana tidak? Maraknya PHK menambah jumlah masyarakat pengangguran, apalagi saat ini mencari kerja pun susah. Kalau ada pun, gaji tidak seberapa. Pendapatan sebulan tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan. Ditambah lagi naiknya harga pangan dan yang lainnya.

Stunting tidak bisa dianggap remeh karena problem ini nantinya bisa melahirkan masalah lain. Kita ketahui, anak-anak merupakan generasi yang nantinya diharapkan akan memimpin bangsa. 

Bisa dibayangkan, jika saat kecil mereka terkena stunting dan tidak sembuh, saat dewasa tubuh mereka akan rentan terkena penyakit dan intelektualitas mereka juga akan terganggu. Dengan kondisi demikian, tidak mungkin bisa berharap lebih pada mereka.

Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan merupakan sistem aturan yang lengkap. Kebijakan Islam di segala aspek dapat mengentaskan kemiskinan, bahkan bisa menyelesaikan stunting.

Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab mengurusi kebutuhan rakyatnya dan harus memastikan kebutuhan dasar setiap masyarakat (sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan) dapat terpenuhi. 

Dalam menjalankan tugas itu, pemimpin akan melaksanakan sistem kebijakan yang telah ditetapkan syarak, seperti ekonomi, politik luar negeri, kesehatan, pendidikan, dan sanksi.

Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat konsep tiga kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara. Pengelolaan individu diserahkan pada pribadi asal tidak bertentangan dengan hukum syarak. Dua kepemilikan lainnya dikelola negara melalui baitulmal. Dua pos itu berasal dari pembayaran jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan SDA, dan sebagainya.

Selain itu, terdapat pos khusus, yaitu pos zakat yang diperoleh dari para muzaki (orang yang wajib membayar zakat). Negara menanamkan keimanan kepada rakyatnya serta mendorong orang yang mampu untuk menunaikan zakat. 

Semua dilakukan untuk mengharap ridha Allah Taala. Zakat ini akan diberikan kepada delapan golongan penerima zakat dan akan terus diberikan hingga keluarga tersebut tidak termasuk pada delapan golongan tadi.

Pemimpin dalam sistem Islam akan membuka lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan. Misalnya, memberikan tanah yang terbengkalai kepada masyarakat yang bisa menghidupkannya agar bisa dimanfaatkan, memberikan modal kepada setiap orang yang membutuhkan modal berupa pemberian atau pinjaman tanpa bunga, mendirikan industri padat karya atau industri berat yang dapat menyerap pekerja. Dalam melaksanakan kebijakan itu, negara akan mendapatkan biaya dari baitulmal.

Jadi, keluarga yang berhak menerima zakat tadi, selain mendapat bantuan, juga mendapat lapangan kerja. Secara berangsur-angsur, keluarga tersebut pun mampu dengan sendirinya memenuhi kebutuhan mereka sehingga dapat terentas dari kemiskinan.

Ketika masalah kemiskinan terselesaikan dan dengan pembinaan yang terus-menerus dari negara mengenai hidup sehat, masyarakat mudah mengakses gizi seimbang dan problem  stunting dapat terselesaikan.

Berakhirnya stunting hanya akan terwujud jika umat Islam kembali pada aturan-Nya. Oleh karenanya, sudah selayaknya kaum muslim mencampakkan kapitalisme yang menjadi penyebab lahirnya berbagai masalah, termasuk stunting.
Wallahu alam bishawab.


Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar