Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisasi Ibadah Melalui Naiknya Biaya Haji


Topswara.com -- Dilansir dari CNBC Indonesia.com, Jakarta, CNBC Indonesia – Rapat antara komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementrian Agama (Kemenag) berjalan alot dan panjang, sebelum akhirnya diputuskan BIPIH atau biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji rata-rata sebesar Rp 49,8 juta.

DPR menilai usulan penyesuaian BIPIH 2023 sebesar Rp 69,2 juta dinilai terlalu memberatkan. Apalagi, DPR juga menemukan berbagai komponen yang menimbulkan perdebatan, salah satunya mengenai komponen biaya pendampingan penerbitan paspor yang dianggarkan Kemenag sebesar Rp 1,61 miliar. DPR lantas mempertanyakan penting atau tidaknya biaya pendampingan ini untuk dimasukan kedalam komponen BIPIH 2023.

Haji adalah perjalanan mengunjungi Baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah seperti thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan ibadah lainnya pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Haji merupakan salah satu dari rukun Islam.

Allah Ta’ala menetapkan bahwa haji sebagai fardhu ‘ain bagi setiap kaum Muslim yang telah memenuhi syarat dan kemampuan.

Syarat wajib haji itu sendiri menurut Ibn Qudamah ada lima yaitu: Islam, berakal, baligh, merdeka (bukan budak), dan mampu. Mampu itu sendiri dijelaskan dalam sebuah hadist meliputi dua yaitu:”Bekal (az-zad) dan Kendaraan (ar-rahillah).” (HR ad-Daruquthni).

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (Qs. Ali Imran:97)

Begitupun Nabi SAW. Bersabda:

“Wahai manusia Allah SWT telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah,” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Banyak hikmah yang bisa diperlihatkan oleh kaum Muslim khususnya para jemaah haji, dimana ketika melakukan ibadah haji umat Islam diseluruh dunia berkumpul di satu tempat yang sama, melakukan ibadah yang sama, dzikir yang sama bahkan menggunakan baju ihram pun yang sama tanpa mempedulikan perbedaan negara, warna kulit, suku bangsa dan sebagainya. 

Hal ini menyadarkan kita bahwa karakter umat Muslim yakni sebagai umat yang satu (ummatan wahidah) yang diikat oleh satu akidah yang sama yaitu akidah Islam.

Namun, kenyataannya di saat umat ingin menyempurnakan rukun Islam-nya yang ke lima melalui ibadah haji. Umat Muslim dihadapkan dengan berbagai kendala yang harus dijalani mulai dari administrasi, kuota haji hingga yang terbaru yaitu tentang biaya naik haji. 

Mahalnya biaya naik haji saat ini menggambarkan adanya pengaturan ibadah haji yang tidak profesional serta bukti nyata adanya kapitalisasi dalam ibadah.

Hal ini disebabkan penerapan sistem kapitalisme di negeri ini yang telah mengubah fungsi negara, yang seharusnya negara mengurusi urusan umatnya malah justru sebaliknya. Umat dijadikan sebagai obyek untuk meraup keuntungan yang besar termasuk dalam ibadah haji.

Potret pengaturan ibadah dalam sistem kapitalisme bisa terlihat ketika pemerintah tidak hanya mengelola dana masyarakat pada saat membayar biaya naik haji akan tetapi pemerintah juga mengembangkan dana tersebut yang tentunya berorientasi bisnis. Di mana rakyat justru dipalak oleh pemerintah bahkan dalam urusan ibadah.

Berbanding terbalik dengan pengaturan Islam. Islam menjadikan penguasa sebagai ra’in (pengurus rakyat). Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”(HR. Muslim)

Penguasa akan memudahkan urusan umatnya termasuk dalam pelaksanaan ibadah. Oleh karena pelaksanaan ibadah haji hanya bisa dilaksanakan di baitullah, Makkah. Maka dibutuhkan pengaturan yang baik oleh negara baik dari segi teknis maupun administrasi temasuk sarana dan prasarananya.

Islam menetapkan prinsip yang paling dasar dalam pengaturan  ibadah haji adalah sederhana dalam sistemnya, eksekusinya yang cepat dan ditangani oleh orang yang profesional. 

Ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara dimana merupakan kepemimpinan yang satu bagi kaum muslim. Dalam pengaturan ibadah haji maka negara akan membentuk suatu departemen khusus yang akan mengurusi haji dan umroh mulai dari pusat hingga ke daerah dengan konsep administrasi terdesentralisasi. 

Jika negara harus menetapkan biaya naik haji maka besar kecilnya biaya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makah-Madinah) serta akomodasi yang diperlukan selama pergi dan kembali dari tanah suci.

Cara pandang Daulah Khilafah dalam mengurusi urusan baik Haji maupun Umroh tidak berdasarkan pada untung dan rugi apalagi menggunakan dana haji dan umroh untuk kepentingan bisnis dan investasi dan sebagainya. 

Kebijakan lain yang dikeluarkan negara dengan penghapusan visa haji dan umroh. Kebijakan ini merupakan konsekwensi dari hukum syarak yang berada dalam satu negara. Jemaah Haji yang berasal dari berbagai penjuru dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa hanya cukup dengan menunjukkan kartu identitas baik berupa KTP atau Paspor. Sedangkan visa hanya berlaku untuk kaum muslim yang menjadi warga negara kafir.

Masih banyak lagi kebijakan dalam Islam mengenai pengaturan ibadah haji. Dimana, semuanya itu memudahkan urusan umat dalam pelaksanaan ibadah haji. Maka dari itu tanpa Islam kaffah penerapan  ibadah haji tidak akan sempurna.

Wallahu ‘alam bisshawwab.


Oleh: Lia April
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar