Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lapangan Kerja untuk Rakyat atau Oligarki?


Topswara.com -- Di Indonesia lapangan kerja sangat mudah ditemui dan besar peluang bagi umat yang memiliki keahlian tertentu serta memiliki gelar atau ijazah. Tetapi, regulasi negara yang memudahkan lapangan pekerjaan, ternyata juga memudahkan PHK terjadi. 

Seperti yang dilansir dalam media cnbc indonesia (21/01/2023), bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur tengah terjadi dan dikhawatirkan semakin besar di awal tahun 2023 ini, selain itu kasus karyawan putus kontrak juga tidak sedikit jumlahnya dan perkiraan yang lebih besar jumlahnya adalah serikat buruh dibanding karyawan yang terkena PHK.

Pada tahun 2022 lapangan pekerjaan terbuka untuk 133,82 juta orang jumlah tersebut naik 1,87 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 131,36 juta orang. Makin luas lapangan pekerjaan, makin kecil terjadinya pengangguran dan makin besar peluang bagi rakyat untuk mendapatkan pekerjaan. Harapan yang terpendam dalam diri umat terobati dengan karpet yang dibentang oleh pemerintah.

Pada saat pemerintah melakukan kampanye, beliau mengusulkan kartu pekerja sebagai kemudahan untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja dalam konteks skilling, reskilling, dan upskilling. 

Banyak masyarakat berharap semua usulan itu terealisasikan, sebab dari banyaknya usulan-usulan sebelumnya tidak pernah nyata atau tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia. Alhasil, fakta yang terjadi di lapangan jauh dari ekspektasi rakyat, lagi-lagi semua hanya bayangan yang tidak bisa disentuh oleh fisik.

Kenyataannya karpet merah di negara terbentang untuk pekerja asing bukan untuk rakyat Indonesia. Pemerintah lebih mementingkan keperluan asing dibanding rakyatnya sendiri. Inilah gambaran sistem ekonomi kapitalistime, di mana partisanisme di berikan kepada oligarki, hak-hak rakyat terabaikan demi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.

Ekonomi kapitalistime begitu rancu, karena dari banyaknya regulasi yang dikeluarkan, tidak pernah menyelesaikan problem yang dihadapi oleh rakyat, justru menambah masalah yang makin akut dan keadilan makin pelik.

Sedangkan aturan yang patut dijadikan sumber bernegara adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, diera puncak keemasan khilafah telah dicatat oleh sejarah Islam atas keberhasilannya dalam memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. 

Sebab dalam negara khilafah telah digunakan penerapan syariat Islam secara komprehensif khususnya dalam bidang peradilan. Sepatutnya manusia yang diciptakan oleh Allah haruslah menggunakan sistem hukum dari Allah, karena sesungguhnya hanya hukum Allah yang pantas mengatur segalah urusan manusia.

Sebagaimana Allah SWT. berfirman yang artinya “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki. Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS al-Maidah:50).

Oleh karena itu, dalam kitab At-Tafsir al-Munir Syaikh wahbah az-Zuhaili telah menjelaskan bahwa ayat di atas maksudnya adalah tidak ada satu pun hukum yang pantas mengatur manusia kecuali hukum Allah, karena tak ada pula hukum yang lebih adil atau lebih baik daripada hukum dari Allah Swt.  (Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, IV/224).

Sebab itulah, hukum Islam menjadi cita-cita tertinggi manusia untuk memenuhi hak-hak mereka secara adil karena hanya dalam penerapan sistem Islamlah keadilan berjalan sesuai kaidah yang diterapkan. Karena sesungguhnya, keadilan dan Islam tidak dapat dipisahkan, keduanya merupakan satu kesatuan yang pasti akan selalu bersama kala hukum-hukum dari Allah yang manusia terapkan untuk mengatur dirinya.

Oleh karena itu, apabila keadilan Islam itu diimplementasikan dalam masyarakat, implikasinya akan terwujud suatu cara pandang dan cara perlakuan yang sama terhadap individu-individu masyarakat. 

Artinya semua individu masyarakat akan diperlakukan sama tanpa ada perlakuan yang membedakan atau diskriminasi  dan tanpa pengurangan hak satu pun atas yang lainnya. Inilah keadilan hakiki yang akan terwujud sebagai implikasi penerapan syariat Islam dalam masyarakat (Hmad Fahmi Thabib, Hatmiyah inhidam ar-Ra’sumaliyah al Gharbiyah).

Wallahu a’lam bisshawab


Oleh: Sasmin
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar