Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisme Bikin Karut-marut Minyakita


Topswara.com -- Ketetapan pemerintah menggunakan minyak goreng kemasan dengan merek Minyakita adalah untuk menekan kenaikan harga minyak goreng pada 2022 lalu. (BBC, 2/2/2023)

Minyakita adalah minyak goreng kemasan dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000, sama dengan HET minyak goreng curah. Kementerian Perdagangan meluncurkan Minyakita pada 6 Juli 2022 untuk mengatasi kenaikan harga minyak yang pada saat itu sempat menyentuh harga Rp25.000 per liter.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan salah satu penyebab kelangkaan Minyakita adalah realisasi suplai pasokan dalam negeri yang harus dipenuhi perusahaan sebelum melakukan ekspor atau domestic market obligation (DMO) turun sejak November lalu.

Namun, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengungkap hal berbeda. Kata dia, ada perubahan regulasi yang menyebabkan produsen mengalihkan produksi Minyakita ke minyak curah.

Adapun ahli ekonomi dari lembaga riset Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, beranggapan ketika “minat pihak swasta berkurang” untuk memproduksi Minyakita, negara harus mengambil peran lewat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Program biodiesel B35, yang membuat penggunaan CPO—bahan baku minyak goreng—meningkat dan disebut-sebut menteri perdagangan membuat produksi Minyakita berkurang, dibantah oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Arilangga Hartarto. Menurut dia, program B35 tidak akan mengganggu pasokan untuk minyak kebutuhan konsumsi.

Kenyataan pahit ini harus terus dirasakan oleh kaum ibu, saat ini jelas bahwa terdapat banyak masalah dalam regulasi yang harus ditata terkait masalah produksi serta distribusi produk minyak goreng ini.

Solusi dalam sistem kapitalisme saat ini hanya dengan mendistribusikan minyak goreng kemasan dengan mematok harga sebagaimana harga minyak curah. Padahal terdapat masalah utama selain sekadar mematok harga distribusi. Dan didalam Islam pematokan harga barang secara umum tanpa dibedakan antara makanan pokok dengan bukan makanan pokok adalah haram hukumnya.

Berulang kali ketetapan pematokan harga ini justru merupakan tindakan berbahaya karena akan menciptakan pasar gelap sehingga harga malah menjadi membumbung dan pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan produksi dan distribusi.

Seharusnya bukan hanya dengan pematokan harga dalam menyelesaikan masalah mahal dan langkanya minyak ini.  

Pemberlakuan sistem kapitalisme dengan oligarkinya semakin membuat carut marut urusan minyak goreng ini. Dimulai masalah produksi, berlanjut masalah distribusi, bahkan kepemilikan lahan jutaan hektar, serta tekanan luar negeri merupakan masalah pokoknya.

Padahal jelas dalam sistem Islam melarang kepemilikan lahan milik umum semacam hutan untuk dijadikan milik pribadi. Untuk produksi, Islam tegas  melarang praktek monopoli, oligopoli, dan semacamnya. 

Begitupun untuk distribusi, Islam melarang praktek penimbunan barang di gudang demi meningkatkan harga pasar. Untuk tekanan luar negeri, Islam tidak akan mengikuti regulasi internasional yang berdampak buruk bagi masyarakat luas, semacam regulasi yang menjadikan bahan pangan sebagai sumber energi

Dalam sistem Islam negara bertanggung  jawab dalam masalah stabilisasi pasar. Sehingga negara wajib memastikan ketersediaan barang bagi setiap rakyatnya dengan tanpa menyulitkan, bukan seperti saat ini dimana rakyat terpaksa harus mandi keringat darah memenuhi kebutuhannya tanpa ridha. 

Kesulitan dalam berbagai pemenuhan kebutuhan ini akan terus kita rasakan sepanjang kita tidak menerapkan hukum Allah dan Rasullah SAW. 

Sudah semestinya kita kembali dan memperjuangkan tegaknya aturan Allah dan RasulNya yang hanya bisa terwujud dalam sistem Islam Kaffah.

Dengan sistem Islam berbagai regulasi pemenuhan kebutuhan masyarakat mulai produksi sampai distribusi akan  diberlakukan dalam perundang-undangan negara yang mengurusi rakyatnya. Dan jika terdapat pelanggaran hukum syariat maka akan ditindak tegas oleh Qodhi hisbah, sistem peradilan yang tersebar di berbagai pasar. Sehingga dengan mekanisme serta keimanan yang senantiasa dikuatkan  maka stabilisasi harga dengan stok barang yang cukup selalu tersedia di pasar-pasar.

Hal ini tercermin dari beberapa kisah pemerintahan islam, di masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Ketika terjadi masa paceklik di Hijaz, harga makanan membumbung tinggi karena langkanya makanan. Kemudian khalifah umar selaku kepala negara tidak mematok harga tertentu. Khalifah Umar mengirim dan menyuplai makanan dari Mesir dan Syam ke Hijaz, sehingga berakhirlah krisis tersebut tanpa mematok harganya. 

Begitulah gambaran dimana ketika penguasa dan sistem yang menerapkan hukum Allah dan hanya takut kepadaNya. Kondisi ini jauh berbeda dengan kondisi saat ini dimana penguasa tidak takut pada RabbNya sehingga hanya mementingkan diri dan kepentingannya.
Wallahu'alam


Oleh: Euis Dedah, S.Pd.
Pengelola Pondok Pesantren Kab. Bandung
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar