Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Moralitas Siswa Terbangun dalam Bingkai Islam


Topswara.com -- Untuk meningkatkan akhlak dan moralitas generasi, H.M.Dadang Supriatna giat melakukan kunjungan ke berbagai sekolah untuk memastikan pengoptimalan tiga mulok demi meningkatkan akhlak dan moral siswa. 

Mulok yang dimaksud adalah pendidikan Pancasila dan UUD 1945, Bahasa dan budaya Sunda serta tahfiz Al-Qur'an. Dalam tiap kunjungannya Bupati Bandung juga selalu mengkampanyekan program 'Rabu Nyunda' (Rabu berbahasa Sunda) dan mengingatkan bahwa Al-Qur'an adalah pegangan hidup bagi muslim termasuk para siswa. (Beritabandung.com, 26/11/2022)

Tiga mulok tersebut mulai dijalankan sejak tahun ajaran 2021/2022. Penegasan dalam tiga mulok ini tak lepas dari kekhawatiran pemerintah jika generasi muda Bandung kehilangan karakter yang telah diajarkan nenek moyangnya. 

Apalagi ada indikasi negara lain lebih tertarik melestarikan bahasa Sunda dibandingkan warga Bandung sendiri seperti di negara Prancis. Bupati juga khawatir dengan angka buta aksara Al-Qur'an yang masih sangat tinggi yang semua itu bisa mengantarkan mereka pada kematian nurani.

Kasus penendangan seorang siswa sampai pingsan di sebuah SMP Bandung oleh teman kelasnya menjadi contoh matinya nurani anak muda. Pelaku dengan ringan melakukan aksi kekerasan di depan umum sedangkan saksi hanya diam tak berusaha membantu. Selain kasus kekerasan, kasus pelecehan seksual, alkohol dan yang lainnya juga belum menemukan solusi penyelesaian.

Selanjutnya, program penerapan tiga mulok yang dicanangkan Pemkab Bandung adalah program yang diselaraskan dengan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dari Kemendikbudristek RI. PPK adalah upaya untuk menumbuhkan dan membekali generasi muda agar punya bekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi dan mampu berpikir kritis. Dengan berfokus pada aspek religiusitas, nasionalisme dan kemandirian.

Program PPK sejatinya sudah berjalan enam tahun sejak tahun 2016. Pendidikan berbasis karakter yang dianggap sebagai solusi untuk mencetak siswa cerdas namun juga berbudi pekerti luhur nyatanya belum juga bisa terwujud hingga detik ini.

Mengenai pendidikan Pancasila, sebenarnya telah diajarkan sejak dulu bahkan pembelajarannya lebih ketat. Ini kiranya yang menginisiasi Bupati Bandung untuk mewajibkan pendidikan Pancasila masuk target pembentukan moral bangsa. 

Begitu pula dengan Pendidikan bahasa Sunda, dirasa mampu berkontribusi membentuk moral siswa karena bahasa Sunda adalah cerminan sikap moral, halus, penuh sopan santun dan menunjukkan identitas budaya Sunda yang harus dilestarikan.

Tetapi sayangnya kedua mulok ini belum mampu membangun moralitas yang baik di kalangan remaja karena pengajarannya hanya berupa transfer ilmu tidak tertuang dalam perilaku para pendidiknya sendiri. Juga karena ukuran baik buruk dalam kedua mulok ini masih bias dan perlu kajian mendalam.

Dan apabila hapal Al-Qur'an menjadi acuan terbentuknya akhlak yang baik, ini juga merupakan suatu harapan yang keliru. Karena hafiz belum tentu paham tentang isi serta makna Al-Qur'an yang harus diimplementasikan secara riil. Maka tak aneh jika ada hafiz tetapi pacaran, hafiz tetapi korupsi atau bahkan hafiz tetapi sering umbar janji palsu. Itu semua karena Al-Qur'an hanya tersimpan dalam pikiran dan lisan semata, tidak tersimpan dalam hati dan perbuatan mereka. 

Oleh karena itu, program tiga mulok untuk membentuk akhlak generasi adalah program parsial. Karena sejatinya yang menentukan moral suatu bangsa bukan sekadar ilmu, melainkan sinergisitas peran individu, masyarakat, dan negara dengan ideologinya yang sahih. 

Sementara, ideologi yang ada sekarang, yang diterapkan dalam kehidupan bernegara adalah kapitalis sekuler. Ideologi ini melahirkan sistem pendidikan berbasis materi dengan program vokasi dan merdeka belajar misalnya, sehingga output siswanya adalah menjadi pekerja, berdaya guna secara  ekonomi, dan eksis di dunia industri. Lalu dimana peran agama? 

Agama sebagai kontributor pembentuk moral bangsa dalam sistem ini justru dinomor duakan bahkan sedikit demi sedikit dijauhkan. Baik direduksi dalam kurikulum sekolah atau kurikulum nasional. Alhasil, para siswa sibuk mengejar dunia, lalai urusan agama (akhirat).

Negara sebagai pengatur urusan rakyat juga tidak mampu membendung arus globalisasi yang membawa pada kerusakan moral, karenanya anak muda masih bisa mengakses banyak hal negatif lewat gawai di genggaman mereka. Sistem sosial juga tidak diatur sehingga perilaku seperti khalwat dan ikhtilat yang menjadi gerbang terjadinya pergaulan bebas masih terjadi. 

Selain itu, bagi remaja yang melakukan penyimpangan perilaku banyak mendapat pembelaan atau sanksi yang ringan karena sistem kapitalisme menganggap mereka masih kecil padahal mereka sudah akil baligh.

Lain halnya jika masyarakat mau mencampakkan kapitalisme dan mengambil Islam sebagai dasar setiap pengambilan keputusan. Islam akan menjalankan pendidikan yang berasaskan akidah Islam. 

Setiap pelajaran yang dirancang akan senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah SWT. juga tidak akan keluar dari syariat-Nya yang lurus. Dengan demikian akan tercipta generasi yang memiliki keimanan yang tebal dan selalu berusaha on the track dalam syariat.

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk remaja dengan kepribadian Islam dan membekali mereka dengan ilmu pengetahuan serta sains yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Strateginya dengan membentuk akliah (pola pikir) dan nafsiah (pola sikap) Islam. Sehingga tidak mungkin seorang Muslim baik hafiz atau bukan melanggar syariat karena mereka telah memahaminya dan terbiasa mengamalkannya dalam keseharian.

Terwujudnya pribadi taat syariat karena pendidikan dalam Islam ditopang oleh beberapa pihak, yakni keluarga, masyarakat sampai negara. Dalam cakupan keluarga, orang tua akan mengajarkan Al-Qur'an dan pemahaman Islam yang lain sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Pelajaran tersebut selanjutnya diterapkan dalam keseharian dan diawasi pelaksanaannya agar anak mampu bersikap konsisten. 

Sedangkan dalam ranah masyarakat akan tercipta budaya saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah dari kemunkaran, karenanya tercipta kontrol sosial yang membuat anak akan tetap dalam ketaatan.

Sedangkan negara akan mengambil porsi paling banyak dalam perannya mendidik generasi. Negara dalam Islam akan menyusun kurikulum berbasis akidah dan menciptakan sekolah yang layak bagi anak. 

Dalam sistem sosial negara juga akan mengatur interaksi laki-laki dan perempuan agar terhindar dari pergaulan bebas. Dalam urusan media, negara juga akan memfilter segala hal buruk agar tidak diakses oleh anak sehingga terhindar dari penyimpangan seperti saat ini.

Dengan kata lain keluarga, masyarakat dan negara dalam Islam akan senantiasa menciptakan kondisi dimana anak tersibukkan dengan ibadah dan segala hal positif saja. Dengan jalan inilah akhlak dan moralitas generasi remaja bisa terbangun dengan baik. 

Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2318 dan yang lainnya).

Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali sistem pendidikan yang terbaik bagi generasi penerus bangsa ini dan mengambil Islam saja sebagai aturan dalam membuat segala keputusan.
Wallahu a'lam bish shawaab.


Oleh: Ai Nuraini
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar