Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kajian Islami Penuh Penolakan, Konser Musik Penuh Dukungan Hingga Munculkan Korban


Topswara.com -- Penuh sesak. Begitulah keadaan konser ‘Berdendang Bergoyang' yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat pada Sabtu, 29 Oktober 2022. Acara tersebut berakhir dengan dihentikannya acara konser karena over kapasitas. Saat ini, panitia penyelenggara konser berada dalam proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian (tvonenews.com,30/10/2020). 
     
Konser musik masih menjadi hiburan yang digemari masyarakat luas. Acara konser pun selalu didukung oleh pihak manapun. Acara besar yang diadakan di Istora Senayan dengan kapasitas 10 ribu orang pun ludes terjual. Bahkan kenyataannya, tiket yang terjual mencapai 27.879. Angka yang sangat jauh dari kapasitas yang dapat ditampung (Tempo.co, 5/11/2022). 

Tentu saja dengan jumlah penonton yang overload, menyebabkan jatuhnya penonton yang pingsan selama acara berlangsung. Tidak tanggung-tanggung, jumlah penonton yang pingsan selama konser berlangsung mencapai 27 orang. Itu adalah jumlah korban yang sempat terdata, sedangkan banyak korban yang tak sempat terdata karena keterbatasan tenda (Detik.hot, 4/11/2022). Miris.

Bukan hanya masalah over kapasitas yang menjadi sorotan. Dalam konser tersebut juga ada indikasi adanya minuman beralkohol yang juga menjadi salah satu penyebab kekisruhan. Sungguh sangat disayangkan, acara hiburan malah membawa petaka. Apalagi hiburan yang membawa serta sesuatu hal yang tidak disukai oleh Allah, sudah bisa disimpulkan bahwa pasti tidak ada keberkahan didalamnya. 

Bukan rahasia lagi jika dalam sistem kapitalis yang ada saat ini, materi menjadi tujuan utama. Materi juga menjadi satu-satunya indikator kebahagiaan seseorang. Oleh karena itu, manusia berlomba-lomba untuk mengeruk untung sebesar-besarnya tanpa memperhatikan hak-hak yang ada didalamnya. 

Begitupun yang dilakukan oleh pihak penyelenggara. Mereka menjual tiket besar-besaran menjadi hal yang lumrah. Tidak dipersoalkan bagaimana dampak lanjutan atas keputusan tersebut selama tujuan utama telah didapat. Tidak akan mungkin ada tanggung jawab penuh atas hak-hak orang banyak karena segala sesuatu hanya didasarkan pada asas manfaat semata. 

Di dalam Islam, hiburan itu hukumnya mubah, jika memang mendatangkan keridhaan Allah dan semangat untuk mendekatkan hamba pada Rabbnya. 

Dalam konser musik, campur baur antara laki-laki dan perempuan sudah tidak terelakkan. Mereka akan saling berdesakan, bergoyang, serta bentuk campur baur lainnya yang haram dalam pandangan Islam. Sesungguhnya, Allah membuat aturan yang membatasi kehidupan manusia di dunia tentu dengan tujuan. 

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah acara hiburan semacam ini sudah menjadi preferensi hidup masyarakat dibandingkan dengan kajian-kajian yang bervisi-misi islami? 

Jika kita bandingkan dengan acara Hijrah Fest Surabaya yang baru-baru ini mengalami penolakan oleh sejumlah kelompok, maka kita dapat menyimpulkan kemana negara berpihak. 

Hijrah Fest merupakan acara bertajuk kajian islami dengan narasumber-narasumber terbaik bangsa tentunya syarat akan nilai-nilai kehidupan yang amat bermanfaat jika diterapkan dalam kehidupn berbangsa. Kenyataannya, acara tersebut ditolak mentah-mentah karena  ketakutan akan adanya paham anti-NKRI yang merusak ideologi bangsa.
  
Acara bertajuk islami yang memiliki visi misi jelas malah terang-terangan ditolak. Acara yang bertujuan untuk mengembalikan kehidupan pada hukum-hukum Allah yang sempurna. Acara bagus malah kalah dengan acara yang mengeruk sebesar-besarnya keuntungan di atas rusaknya tatanan kehidupan saat ini. 

Sebaiknya, kita pun turut melakukan refleksi dalam fenomena ini. Dimanakah kita berpijak saat ini dalam dua sisi kehidupan yang bertolak belakang. Apakah kehidupan islami yang ideal sudah tak diidamkan lagi? 

Apabila kita sudah paham bahwa agama adalah satu-satunya jalan menuju kehidupan yang lebih baik, tak sepatutnya kita hidup dengan mengkotak-kotakkan kehidupan dunia dan agama. 

Selanjutnya, jika kita semua yakin bahwa hiburan yang sejatinya diridhai oleh Allah adalah hiburan yang mendekatkan manusia dengan Rabbnya, maka tak perlu lagi kita menyambut suka cita bentuk hiburan yang merusak. Namun, setujunya umat tak akan ada arti jika tidak disokong oleh negara. 

Negara harus paham mana yang membangun dan mana yang merusak. Negara harus mengokohkan pilar-pilar agar rakyatnya bisa berlindung dan merasa aman dalam naungannya. Negara bukan hanya diam melihat kerusakan, mengiyakan kemaksiatan, ataupun bersekongkol dengan para korporat untuk melanggengkan kekayaan. Negara harus bergerak melawan kemungkaran, membasmi kemaksiatan, dan menegakkan syariat yang denganNya Allah ridha.

Pada dasarnya, kejadian-kejadian ini menunjukkan posisi negara yang abai terhadap generasi. Negara hanya menjadi fasilitator bagi para pencari keuntungan. Negara turut menjadi bagian pemburu keuntungan dan manfaat dari para investor. 

Harusnya negara memilah mana yang menjadi prioritas, keharusan, dan sesuatu hal yang menjadi ‘asupan’ bagi rakyatnya. Jika negara saja memandang acara keagamaan sebagai sesuatu hal yang buruk dan harus disingkirkan, akan seperti apa negara ini kemudian hari? 
  
Sebagai seorang Muslim, bertemu dengan orang-orang shalih dan berdiskusi permasalahan umat melalui kacamata Islam adalah sebuah hiburan tersendiri. Hiburan tersebut tentu mendatangkan keridhaan Allah. 

Harusnya jeli terhadap tiap-tiap pilihan hiburan yang tersedia, karena waktu yang dihabiskan untuk menikmati hiburan tidak akan pernah kembali. Sebelum menyesal nanti, baiknya kita habiskan waktu untuk mempertajam visi misi kita selama hidup di dunia dan untuk menyosongsong kehidupan akhirat kelak. Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Hima Dewi S.Si.,M.Si. 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar