Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KDRT Terus Terjadi, Spek-Up Bukan Solusi


Topswara.com -- Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kini terjadi lagi, kasus ini menimpa penyanyi dangdut yang sangat terkenal serta menambah deretan kasus yang dialami perempuan Indonesia. 

Kasus KDRT yang menimpa penyanyi dangdut tersebut sudah dilaporkan ke Polrestro Jakarta Selatan. Laporan tersebut telah teregister dengan nomor LP/B/2348/IX/2022/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya, pada Rabu (28/9/22). 

Polisi sudah bertindak cepat mengusut laporan itu, sampai hari Jumat (30/9/22), Polisi sudah meminta kesaksian dari korban, lalu Polisi juga memeriksa dua orang saksi, satu saksi seorang karyawan korban, satu saksi orang terdekat korban (Polri.go.id).

Kekerasan terhadap perempuan ini sudah sering terjadi di Indonesia bahkan berdasarkan data dari pengaduan ke Komnas Perempuan juga meningkat secara signifikan sebesar 80 persen, dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021. Sebaliknya, data dari lembaga layanan menurun 15 persen dan separuh dari persenan tersebut di ranah kasus KDRT. (Komnasperempuan.go.id)

Bahkan jumlah kekerasan terhadap perempuan dalam laporan data Kem-PPPA (Kementrian Pemberdaya Perlindungan Perempuan dan Anak), jumlahnya pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus (Polri.go.id). Berikut merupakan jumlah yang sudah terdata melapor, lain hal dengan korban yang belum melapor karena memiliki beberapa alasan tertentu. 

Namun kini Kem-PPPA mengajak masyarakat untuk berani speak up apabila menjadi korban atau saksi pelecehan seksual atau kekerasan. Tindakan KDRT ini biasanya memiliki banyak faktor, misalnya masalah ekonomi, perselingkuhan, dan sebagainya. 

Dengan faktor lain, menurut kaum feminisme dengan ide kesetaraan gendernya, berpendapat bahwa akar masalah terjadinya KDRT adalah karena tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam rumah tangga. 

Posisi laki-laki yang menjadi pemimpin bagi perempuan dalam rumah tangga, menjadikan perempuan di bawah kekuasaan laki-laki. Inilah yang menyebabkan perempuan lemah hingga menjadi korban kekerasan laki-laki.

Pemikiran seperti ini sangat salah dan memicu persoalan, karena kepemimpinan seorang laki-laki dalam rumah tangga bukan menjadi akar masalah terjadinya KDRT. Namun dengan pemikiran feminisme tersebut telah masuk keranah perundang-undangan Indonesia yaitu dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). 

Dengan adanya UU ini tidak menjadikan solusi yang solutif karena kasus KDRT terus terjadi hingga jumlah data kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dan bahkan menimbulkan persoalan baru.

Kesimpulannya kini penanganan kasus KDRT belum menyentuh akarnya hingga kasus ini masih terus terjadi. Akar masalahnya sebenarnya bukanlah kepemimpinan suami dalam rumah tangga seperti yang dianggap kaum feminisme, tetapi karena negera menerapkan sistem kapitalis sekuler dimana aturan yang diterapkan berasal dari akal manusia. 

Sangat berbeda sekali dengan sistem Islam. Dalam Islam kehidupan rumah tangga itu adalah kehidupan persahabatan, seperti firman Allah SWT :
"Pergaulan antara suami dan istri adalah pergaulan persahabatan, yaitu yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. Demikianlah yang Allah tetapkan." (QS Al-A’raf:189, Ar-Rum:21)

Dengan menciptakan rumah tangga yang damai dan tentram (sakinah) juga harus sesuai dengan syari'at Islam. Islam telah menjelaskan bahwa hak istri terhadap suami dan hak suami terhadap istri, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah SWT : "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.“ (QS Al-Baqarah:228)

Bahkan Islam juga mempunyai mekanisme penyelesaian dalam rumah tangga, sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisâ’:19)

Artinya, jika dalam hubungan suami istri terjadi konflik hingga mengancam ketentraman, Islam menyuruh untuk bersabar, karena bisa jadi dibalik terjadinya konflik ini ada kebaikan di dalamnya yang telah Allah rencanakan. Dan Islam juga memerintahkan para suami untuk menggunakan sarana agar mengurangi sikap keras istrinya. 

Firman Allah STW : "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar." (QS. An-Nisa':34)

Pukulan yang dimaksud dalam ayat tersebut harus merupakan pukulan ringan, yaitu yang tidak membahayakan (menyakitkan). Hal itu sebagaimana Rasulullah saow. jelaskan dalam khotbah beliau ketika Haji Wada. Saat itu beliau bersabda : “Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (HR Muslim dari jalur Jabir ra.) Dan suami memberikan sanksi kepada istri jika istri melakukan perbuatan dosa.

Penerapan hukum Islam dalam rumah tangga ini tidak hanya bisa dilakukan kepada individu-individu keluarga umat Muslim saja, tetapi juga membutuhkan adanya kontrol masyarakat dan peran negara untuk mengatur semuanya. 

Peranan masyarakat yang seharusnya saling beramar makruf nahi mungkar sangat dibutuhakan. Sedangkan peran negara menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam penyelesaian problematika kehidupan, termasuk problem dalam rumah tangga. Penerapan Islam kaffah akan menghasilkan masyarakat sejahtera, aman, dan damai, bahkan akan menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi terwujudnya keluarga-keluarga Muslim yang taat syariat.

Ketika terjadi KDRT di dalam sistem Islam, negara akan menetapkannya sebagai tindak kejahatan (jarimah). Maka negara akan menghukum para pelakunya dengan hukuman berat sesuai yang ditetapkan dalam Islam. Sanksi tersebut akan membuat pelaku jera dan mencegah siapa pun bertindak hal yang sama. Sanksi tersebut pun tidak akan berpengaruh bagi perekonomian keluarga karena negara akan menjamin penuh semua kebutuhan hidup mereka.

Jadi untuk menangani kasus kekerasan pada perempuan bil-khusus pada kasus KDRT, seharusnya negara memberi sanksi serupa sebagaimana yang Islam ajarkan, bukan hanya memberikan tindak pidana dan speak up saja. Speak up atas kekerasan atau kebathilan adalah suatu keharusan, tetapi speak up tidak akan mampu menuntaskan masalah ini, apa lagi dengan sistem negara yang sangat tidak mendukung dan mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Maka hanya sistem Islam yang diterapkan dalam negara khilafah yang mampu menuntaskan masalah kekerasan ini sampai pada akarnya, karena sistem negara ini yang mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya, mulai dari perekonomian, keharmonisan, keamanan dan aspek lainnya akan dijamin didalam negara khilafah. 

Sebab negara khilafah menerapkan aturan yang hanya berasal dari sang Khaliq (Sang Pencipta), jadi sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam seluruh permasalahan kehidupan.
Wallahu'alam bisshawwab.


Oleh: Dwinda Lustikayani
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar