Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Akankah Hukum Tegak di Atas Kapitalisme Sekuler?


Topswara.com -- Sudrajat Dimyati, seorang hakim agung yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap pengurusan perkara berhasil dijaring KPK pada Rabu, 21 September 2022. Dari hasil OTT yang dilakukan, KPK berhasil menjaring total 10 orang, yang 4 diantaranya merupakan pegawai Mahkamah Agung (Kompas.com, 25/09/2020). 

Atas kasus ini, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan banyak fakta yang lebih menakutkan dalam permainan perkara di peradilan. Menurutnya, jika kita mau melakukan pengaduan publik secara terbuka, maka akan banyak sekali laporan mengenai perkara-perkara di pengadilan yang berujung suap agar terselesaikan. 

Jika korupsi adalah aib, maka sudah terlalu banyak aib yang tertata rapi dalam jajaran pemerintahan. Mahkamah Agung, yang dalam sistem ketatanegaraan negara merupakan lembaga tinggi dan tugasnya sebagai pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Keduanya harus terbebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lain. 

Bukan kali pertama, kasus suap dalam lembaga tinggi negara terjadi. Sangat miris jika penegak hukum tertinggi dalam suatu negara gagal menjadi contoh tegaknya keadilan. Dengan kekuasaan serta status sosial dalam masyarakat, lembaga tinggi malah cenderung menyelewengkan kedudukan tersebut. 

Segala tindakan yang dilakukan tak jauh dari usaha untuk memperkuat kedudukan, meninggikan status sosial, dan menambah pundi-pundi penghasilan. Padahal sejatinya, kedudukan tersebut adalah amanah. 

Wajah demokrasi saat ini sangat tak rupawan. Tidak ada tanggung jawab terhadap amanah dari individu-individu yang memiliki kedudukan dan jabatan. Begitulah hasil dari aturan kapitalisme sekuler yang terbentuk dari ideologi yang dianut. 

Perilaku-perilaku manusia yang menjadi pengembannya tak jauh sebagai penghamba terhadap kekuasaan, kedudukan sosial, dan materi. Nilai-nilai kehidupan yang serba materialistik memberi pengaruh yang kuat hingga merasuk secara ruhiyah dan perspektif berfikir. Tidak adanya nilai spiritual dalam kehidupan yang sekuler menjadikan manusia tamak terhadap kehidupan dunia.

Perilaku yang dilakukan individu sejatinya berasal dari pemikiran dasar (ideologi) yang dianut. Jika ideologinya bathil, maka hasil pemikiran yang selanjutnya membentuk pola perilaku akan jauh melenceng dari kebaikan. 

Mustahil akan ada keadilan dalam sistem kapitalisme liberal yang menjadikan sekuler sebagai landasan hidup. Keadilan sangat bisa untuk dibeli para budak dunia dan dikendalikan penguasa. Puluhan tahun sudah sistem ini berdiri, namun sistem ini hanya menghasilkan keadilan yang subjektif, yang hanya dinikmati oleh segelintir oligarki. 

Adapun keadilan itu semata-mata belum sepenuhnya sesuai dengan hukum yang seharusnya adil. Contohlah negara kapitalis yang besar, Amerika misalnya. Amerika belum menunjukkan bahwa negaranya berhasil secara sistem, banyak kebobrokan dimana-mana. Hal ini karena aturan yang dibuat oleh manusia tidak sesuai dengan aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta. Bahkan perkara halal haram pun bias aturannya. 

Jika kita kembali belajar mengenai ideologi islam, yakni ketika urusan terkecil dalam kehidupan manusia seperti bangun tidur yang diatur sedemikian rupa, maka setiap perilaku tak luput dari kehati-hatian serta kewaspadaan. 

Hal ini karena setiap individu paham akan adanya aturan, adanya pengawasan, serta nantinya akan ada hari pembalasan. Negara Islam adalah negara yang dibangun atas dasar aqidah islam. 

Seluruh masyarakatnya tertanam sebuah pandangan bahwa apa yang ada di dunia ini tidak kekal. Ketakutan akan adanya hari kebangkitan dan adanya hari pertanggungjawaban mempengaruhi ruhiyah setiap orang sehingga memberi batasan atas tindak tanduk selama di dunia. 

Seperti yang tertuang dalam surat Al-Maidah ayat 50, yang artinya “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bahi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”. 

Sungguh, tuntunan Allah sangat nyata dampaknya. Hukum yang membuat jera pelaku serta menutup kemungkinan untuk yang lain mengikuti. Hukum yang sangat adil untuk hukuman para pelaku di dunia, karena setelahnya akan ada hukum akhirat oleh Sang Maha Adil. Wallahu’allam bissawab 


Oleh: Hima Dewi, S.Si. M.Si.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar