Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Atasi Stunting, Kerja Sama dengan Asing?


Topswara.com -- Stunting atau masalah gizi kronis pada anak-anak bukanlah permasalahan baru di Indonesia. Tren stunting dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bahkan jumlah balita penderita stunting Indonesia menempati urutan ke empat dunia dan tertinggi kedua di Asia Tenggara.

Tentunya pemerintah harus memberi perhatian khusus atas hal ini, mengingat permasalahan stunting bukanlah hal remeh, bahkan merupakan bagian dari aspek penentu generasi unggul di masa depan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menargetkan angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 dapat turun minimal 3 persen dibandingkan tahun 2021 yang berada di angka 24,4 persen.

Hal itu disampaikan Ma'ruf saat memimpin rapat koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/5/2022).

Dalam menuntaskan permasalahan stunting di Indonesia, Pemerintah telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing. Kerja sama tersebut dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID).

Ironis memang negara yang terkenal dengan sebutan" gemah ripah loh jinawi" namun memiliki sekelumit persoalan stunting yang tak kunjung terselesaikan. Berbagai kebijakan nyatanya hanya bersifat tambal sulam yang tidak sampai menyentuh kepada akar permasalahan.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang pertumbuhannya kurang gizi. Penyebab stunting ada dua antara lain ; pertama, kesehatan kurang baik pada ibunya saat hamil dan kedua, kurang asupan gizi pada awal kehidupan dan masa balita karena pola pengasuhan kurang tepat. 

Masyarakat di mana pun tentu tidak menginginkan melahirkan anak stunting dan mereka bukan tidak ingin mengonsumsi makanan yang bergizi. Tetapi kemampuan ekonomi masyarakat tak memadai terlebih di masa pandemi  banyak yang terkena PHK ditambah harga bahan pokok begitu mahal diakibatkan kebijakan impor bahan pokok.

Kemiskinan dan kesenjangan sosial begitu tinggi membuat masyarakat kesulitan dalam mengonsumsi makanan yang bergizi. Hal ini membuktikan gagalnya negara memenuhi pangan bergizi bagi masyarakatnya. Kegagalan pemenuhan pangan bergizi adalah sebab negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang berorientasi rugi-untung. Sistem ekonomi kapitalisme begitu sangat diskriminatif karena pro kepada kepentingan para pemilik modal (kapital oligarki).

Dalam Islam mekanisme mengatasi permasalahan stunting diawali dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nutrisi masyarakat setiap individu. Negara tak akan memenuhi kebutuhan pangan dengan impor. Akan tetapi, negara akan fokus pada peningkatan produksi pertanian dan pangan, serta meningkatkan semua riset dan jaminan kelancaran pengadaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran.

Dalam Islam, pemimpin (khalifah) benar-benar menunaikan mandatnya selaku khadimul ummah (pelayan umat) dengan melaksanakan sabda Nabi SAW. “Seorang imam (pemimpin) pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya; dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dengan kata lain, yang seharusnya dilakukan adalah mencampakkan demokrasi dan kembali kepada Islam dan sistem ekonominya. Maka, solusi dari persoalan kemiskinan adalah dengan menerapkan Islam kaffah dalam kehidupan. Hanya sistem ekonomi Islam yang mampu mengatasi masalah kemiskinan bahkan memberi kesejahteraan bagi seluruh warganya.

Wallahu a’lam bishshawab.



Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar