Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Merdeka dari Invasi Kesyirikan dan Perdukunan


Topswara.com -- Wajah dunia di era 4.0 tampak begitu berkilauan. Dunia bertabur iptek dan sains yang memudahkan manusia menjalankan aktivitas di dalamnya. Banyak kemudahan sarana kehidupan di era modern seperti sekarang. 

Kemudahan-kemudahan itu membuat manusia menjadi ‘merdeka’ ketika beraktivitas. Mereka bisa mengetahui situasi di berbagai belahan dunia tanpa harus keliling dunia, melainkan cukup di depan layar smartphone di genggaman.  

Namun, di tengah kemajuan dan kecanggihan teknologi ini, masih saja ada peminat dunia tak kasat mata, perkara gaib, syirik, dan praktik-praktik dukun atau paranormal. Seperti yang baru-baru ini viral, sesama aktor dunia gaib saling bergelut secara verbal di media sosial. 

Adalah dukun bersertifikat yang biasa disapa Gus Samsudin, meminta bantuan kekuatan gaib untuk melawan Marsel Radhival alias Pesulap Merah karena pernyataannya dinilai menghina dukun. Kasus perseteruan antara Gus Samsudin dengan Pesulap Merah Marcel Radhival terus menjadi perhatian semua kalangan, tak hanya masyarakat awam, tetapi juga para dukun.

Sebegitu hebohnya perseteruan di dunia perdukunan, menimbulkan aneka tanya. Apa kontribusi riil kesaktian mereka bagi kemajuan bangsa ini? Semestinya dengan ‘kesaktian’ yang ada bisa menyelesaikan berbagai problematik  bangsa. Nyatanya, justru persoalan lain muncul dari dunia yang satu ini bahkan dapat memicu friksi horizontal.

Tak bisa dielak, praktik buhul-buhul alias perdukunan telah ada sejak zaman dahulu kala. Namun, seiring hadirnya Islam, aktivitas buhul-buhul pun ditinggalkan. Dalam Islam, percaya dukun dan takhayul adalah bentuk kesyirikan, dan pelakunya diganjar dosa jika tidak bertaubat. 

Allah dengan tegas berfirman, Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah"..." (QS An Naml ayat 65).

Allah juga berfirman, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.” (QS Luqman ayat 34).   

Rasulullah SAW. bersabda yang artinya,  "Barangsiapa mengunjungi seorang arraaf atau peramal (dukun) dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad (Al-Qur'an)." (Hadis sahih diriwayatkan Imam Ahmad)

Hari ini, ketika Islam dijauhkan dari aturan kehidupan, masyarakat kembali seperti zaman jahiliyah. Mendatangi dukun untuk berobat, konsultasi karir dan masa depan, untuk jabatan, dan lain-lain. Tak sedikit dari mereka adalah kalangan yang ngakunya intelektual. Kehidupan sekuler kapitalistik  yang minim peran agama, menjadi habitat subur berkembangnya praktik-praktik kufur. Berbalut aneka istilah yang islami, agar umat islam terpikat karena seolah-olah tidak bertentangan dengan syariat.

Di sinilah terasa kebutuhan adanya negara untuk melakukan pembenahan (decluttering) masyarakat. Masyarakat yang sedang ‘terjajah’ pemikiran kufur dapat dimerdekakan hanya dengan jalan penyadaran bahwa mereka sedang terjajah. Kesadaran tidak datang tiba-tiba, tetapi karena dididik. Membangun kesadaran masyarakat berarti membangun landasan berpikirnya, yakni membangun fondasi akidah. Beriman, kemudian berilmu lalu beramal. 

Allah SWT menurunkan wahyu pertama dengan redaksi, ‘Bacalah dengan Nama Tuhanmu yang menciptakan’. Kalimat ini mencerminkan bahwa proses mendidik atau belajar adalah sebuah proses yang melibatkan adanya kesadaran bahwa itu adalah perintah Tuhan yang nanti akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya di akhirat kelak. 

Islam mengajarkan bahwa suatu ilmu dipelajari tanpa melanggar hukum syariat. Dan ilmu dipelajari untuk diamalkan. Oleh karenanya, blackmagic atau sihir adalah haram untuk dipelajari apalagi diamalkan. Demikian juga dengan ramalan bintang atau ramalan nasib, haram dipelajari.

Sungguh, Allah menjadikan Islam itu tinggi levelnya dibandingkan yang lain. Pendidikan ilmiah yang berbasis akidah Islam akan melindungi umat islam dari berbagai jebakan mistisme. Pendidikan dalam islam tidak sekadar menjadikan manusia-manusia ‘pintar’, tetapi juga manusia saleh dan salehah. 

Produk pendidikan Islam bukanlah pasokan bagi industri bisnis sebagaimana sistem kapitalisme. Pendidikan islam mencetak generasi pembelajar yang meninggalkan jejak kesalehan bagi peradaban. 

Kompetensinya adalah tentang amalan akhirat yang mereka tanam di dunia dalam beragam bentuknya. Ada matematikawan sekaligus ahli fikih sekaligus sastrawan, desainer, teknokrat, dokter, dan lain-lain. Mereka menguasai banyak bidang ilmu, baik sains, maupun ilmu agama, dan bahasa. Keilmuan itu mereka dedikasikan bukan untuk jabatan atau ladang penghasilan, melainkan untuk pahala jariah kelak di hari akhir. 

Kehebatan mereka bukan semata kehebatan individu, melainkan kehebatan sistem yang menaungi kehidupan mereka, yakni sistem Islam yang dibingkai oleh institusi kompeten, khilafah islamiyah. 

Sistem yang menjaga stabiltas keimanan sebab negara berlandaskan akidah yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Sesembahan. Sistem Islam juga satu-satunya yang menjaga stabiltas ekonomi sehingga rakyat tak perlu membuka praktik syirik sebagai sumber penghasilan. 

Karenanya, untuk memerdekakan manusia dari ‘invasi’ kesyirikan dan perdukunan hari ini, dibutuhkan Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Sebuah upaya yang tidak mudah, tetapi sangat mungkin diwujudkan sebagaimana yang pernah Nabi SAW contohkan. 

Semoga kelimpahan teknologi hari ini, menjadikan upaya sosialisasi Islam kaffah yakni dakwah menjadi lebih mudah. Dengannya, masyarakat memahami hahikat agama yang sesungguhnya, dan mereka meninggalkan kekufuran dengan sesungguhnya pula. Wallahualam bissawab.


Oleh: Pipit Agustin
Forum Hijrah Kaffah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar