Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penistaan Agama Berkedok Promo Minuman Keras


Topswara.com -- Lagi-lagi penistaan terhadap agama terjadi. Kali ini berkedok promo minuman keras menyandingkan nama Muhammad dan Maria. Bar dan kafe Holywings ramai menjadi perbincangan publik dalam sepekan terakhir. Ini buntut promosi minuman alkohol gratis bagi mereka yang bernama 'Muhammad' dan 'Maria'. Promosi di media sosial itu langsung menuai kecaman publik dan diusut oleh pihak berwajib. Polres Metro Jakarta Selatan lantas menetapkan 6 orang sebagai tersangka. (cnnindonesia.com 1/7/2022).

Tentu saja masyarakat marah akan ulah bar tersebut. Bagaimana bisa nama agung Muhammad dan Maria disandingkan dengan minuman keras yang jelas keharamannya. 

Atas kejadian tersebut menuai berbagai respon, salah satunya Pemprov DKI Jakarta mencabut izin usahanya. Pemprov DKI Jakarta menutup sejumlah outlet Holywings di Jakarta. Penutupan ini telah dilaksanakan sejak Selasa (28/6/2022).
Diketahui, ada 12 outlet Holywings di Jakarta yang disegel dan dilarang beroperasi. Ini alasan mengapa Holywings di Jakarta ditutup.  Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup 12 outlet Holywings di Jakarta. Alasannya karena tempat tersebut tidak memiliki izin usaha mendirikan bar. (detik.com 29/6/2022).

Dengan adanya pencabutan izin usaha tentu saja karyawan bar Holywings dirumahkan. Hotman Paris Hutapea mengungkapkan bahwa mayoritas karyawan Holywings beragama Islam. Diketahui, Hotman termasuk orang yang memiliki saham di Holywings. Hotman menyampaikan itu untuk menegaskan bahwa Holywings tidak bermaksud buruk dari promosi minuman alkohol untuk pelanggan bernama Muhammad dan Maria. "Holywings punya pegawai kurang lebih 3.000 orang yang terdiri dari 2.850 orang beragama Islam," kata Hotman (cnnindonesia.com 28/6/2022).

Sungguh miris sekali dengan fakta diatas. Kemaksiatan yang dilakukan Holywings melibatkan banyak Muslim di dalamnya. Sudah jelas khamr adalah minuman haram, bahkan khamr adalah induk dari semua kejahatan, namun masih saja banyak alasan untuk mempertahankan bisnis haram ini untuk beroperasi.

Sebagaimana firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar jamu beruntung.[90] Dengan khamar dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS Al-Maidah [5]: 90—91)

Banyaknya karyawan Muslim yang bekerja pada bar tersebut menandakan bahwa secara terang-terangnya telah bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana dalam hadis, Rasulullah melaknat sepuluh orang berkenaan dengan khamr, orang yang memeras, yang meminta diperaskan, peminum, pembawanya, yang minta untuk dibawakan untuknya, penuang, penjual, yang memakan hasil pembelinya dan yang minta dibelikan (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Menjamurnya penistaan terhadap agama tidak lain akibat diterapkannya sistem sekular kapitalis. Sistem tersebut misahkan agama dengan kehidupan. Betapa banyak orang yang bangga terhadap kemaksiatan, bahkan negara melinduingi peredaran miras, memfasilitasi, dan menyebarkannya. Ini adalah bentuk pelecehan terhadap ajaran Islam.

Pemerintah memfasilitasi peredaran miras dengan regulasi yang menjamin semua aktivitas itu legal dan sah di mata hukum negara. Seperti dilansir hukumonline.com (2/3/2021) Pasal 7 Perpres 74 Tahun 2013 memuat minuman beralkohol golongan A (kadar etil alkohol atau etanol sampai 5 persen, golongan B (kadar 5-20 persen), dan golongan C (kadar 20-55 persen) hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan. Penjualan juga dapat dilakukan pada toko bebas bea dan tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pajak yang diterima oleh negara dari bisnis minuman keras sangat tinggi, maka tidak heran jika bisnis miras bekembang seperti jamur di negeri yang mayoritas beragama Islam. 

Sistem ini telah membutakan mata hati seseorang untuk tidak takut akan dosa dan maksiat. Sistem ini telah melahirkan orang-orang fajir yang terbiasa melakukan kemaksiatan dan tidak peduli betapa banyak dosa dilakukan sekalipun di depan matanya.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Di mana peran negara sangat dibutuhkan untuk menjamin akidah rakyatnya. Selain itu menutup rapat pintu kemaksiatan. Negara berkewajiban menyediakan pekerjaan yang layak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Khilafah yang menerapkan syariat Islam kafah tidak akan memberikan ruang sedikit pun bagi kemaksiatan. 

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

“Sesungguhnya imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad)

Dasar hukum khilafah menggunakan Al-Qur’an, hadis. Halal dan haram menjadi tolok ukur dalam pembuatan kebijakan. Dengan demikian, tidak akan ada lagi bar-bar yang menjadi sumber kemaksiatan. 

Khilafah akan membangun pondasi keimanan pada setiap warga negara, serta masyarakat didakwahi untuk taat terhadap syariat. Dengan begitu, umat paham akan kewajibannya untuk tunduk dan patuh pada seluruh aturan Allah.



Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar