Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsumtifsme Melahirkan Gunungan Sampah, Apa Solusinya?


Topswara.com -- Tidak bisa dipungkiri lagi, saat ini masalah lingkungan menjadi krusial, salah satu permasalahannya adalah sampah. Kenaikan volume sampah seperti yang terjadi di TPST Piyungan Yogyakarta akibat pemblokiran TPST Piyungan oleh warga sudah terjadi setidaknya lima hari sejak 7 Mei 2022. Gunungan sampah banyak terlihat di TPS-TPS dan depo tempat penampungan sampah sementara. 

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY menyebut, TPST Piyungan diperkirakan hanya mampu bertahan hingga enam bulan ke depan. TPST Piyungan menerima sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.

Sampah yang masuk ke TPST Piyungan mencapai 500-600 ton per hari di masa sebelum pandemi Covid-19. Pada masa pandemi, sampah yang masuk naik menjadi 756 ton per hari. Bahkan, sejak masa mudik Lebaran 2022 kemarin, volume sampah yang masuk justru semakin meningkat yakni mencapai 906 ton per harinya. (Republika.co.id 12/5/2022).

Selain itu dilansir (Republika.co.id 2/5/2022) di balik euforia hari raya yang lebih meriah dibanding dua tahun belakangan, ada lonjakan volume sampah yang perlu diantisipasi. Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil mengatakan, selain mengantisipasi kepadatan dan kemacetan di hari raya, langkah antisipasi lonjakan volume sampah juga akan menjadi upaya yang diprioritaskan Jawa Barat.

Menggunungnya volume sampah yang ada di masyarakat bukan datang dengan sendirinya, salah satu faktor pemicu yakni gaya hidup masyarakat yang konsumtif. Mereka membelanjakan hartanya bukan karena kebutuhan melainkan keinginan. 

Masyarakat bisa mengindera di era digital seperti saat ini yang mana masyarakat diberikan kemudahan untuk berbelanja secara online melalui market place ataupun sosial media, ditambah adanya penawaran diskon yang menarik membuat kalap untuk berbelanja, meskipun barang tersebut tidak dibutuhkan.

Perilaku konsumtif seperti itu sebenarnya dampak turunan dari cara pandang kehidupan. Yakni cara pandang hidup masyarakat saat ini dipengaruhi ideologi kapitalisme. Ideologi Barat ini menjadikan kepuasan individual sebagai tolok ukur kebahagiaan sehingga muncullah pola hidup konsumtif.

Sehingga tidak ayal membuat masyarakat menjadi hedon. Perilaku tersebut bukan hanya pemborosan dalam segi financial, tetapi barang yang dibeli ini terbungkus dengan kantong plastik, sehingga akan menambah jumlah volume sampah.

Berbagai solusi ditawarkan untuk mengatasi permasalahan sampah ini, seperti membawa tas belanja sendiri ketika berbelanja, membuat kantong plastik yang ramah lingkungan, mengubah gaya hidup minimalis, namun sampai saat ini solusi tersebut belum juga mampu mengatasi problem sampah yang ada di masyarakat. Lalu apa akar permasalahan sampah ini? 

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadikan gaya hidup seseorang konsumtif. Karena ideologi kapitalisme lahir dari aqidah sekular sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga apabila solusi sampah hanya berputar di antisipasi tanpa mengatasi akar masalah, yaitu mindset konsumtif solusi tersebut seperti tambal sulam.

Mindset konsumtif inilah yang harus diubah. Karena harta yang dibelanjakan akan dimintai pertanggungjawaban, bukan sebaliknya dengan harta yang diperoleh bebas melakukan apa saja, membelanjakan apapun asalkan diri ini merasa puas. 

Dalam Islam, seseorang didorong melakukan produktifitas dan tidak melarang konsumsi namun Islam mendorong memiliki gaya hidup bersahaja. Mengkonsumsi sesuai dengan kebutuhan dan melarang menumpuk barang tanpa pemanfaatan. Semua itu dilakukan bukan berdasarkan manfaat yang mereka rasakan. 

Dalam Islam pengelolaan harta diatur sedemikian rupa, karena Islam melarang seseorang menghambur-hamburkan hartanya. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra’ : 27 "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Surah Al-Furqan : 67 "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian".

Di sinilah dibutuhkan peran negara untuk meriayah masyarakat untuk mengubah mindset masyarakat supaya tidak konsumtif, dan negara akan mencegah pola konsumtif seperti yang terjadi pada masyarakat kapitalis, dengan begitu akan tercipta keseimbangan. Melakukan penyadaran kepada masyarakat barang yang dikonsumsi adalah barang yang memang dibutuhkan meskipun harganya mahal. Dan menghimbau untuk tidak melakukan pembelian meski barang itu murah namun tidak dibutuhkan, serta mengedukasi supaya tidak menumpuk barang yang kurang bermanfaat di rumah. 

Kemudian, negara harus mengatur media agar tidak menampilkan tayangan persuasif pola hidup konsumtif. Masyarakat akan diajak mengkonsumsi produk sesuai dengan kebutuhan.

Tidak hanya itu, negara berperan untuk mengedukasi masyarakat. Masyarakat diajak untuk memilah sampah yang masih bisa didaur ulang, apakah berupa sampah organik dan non organik. Sehingga akan mengurangi volume sampah di TPS. Dan masyarakat lebih kreatif dalam pengelolaan sampah mandiri.

Penyelesaian sampah ini harus diselesaikan sampai ke akarnya, karena permasalahan sampah sudah sampai tahap sistemis. Dibutuhkan suatu sistem yang mampu mengedukasi masyarakat untuk hidup bersahaja, dan sistem tersebut adalah Islam yang diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Islam. Oleh karenanya mari memperjuangkan tegaknya khilafah.



Oleh: Alfia Purwanti
Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar