Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pajak PPN Naik Menjadi 11 persen, Hidup Rakyat Semakin Tercekik


Topswara.com -- Entah dengan kata apa yang pantas untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini. Sudah jatuh tertimpa tangga. Hidup rakyat sudah susah menderita pula. Setelah harga minyak goreng naik melangit, disusul kebutuhan pokok pun naik, kini pemerintah menetapkan per 1 April 2022 pajak PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen. 

Dilansir dari JawaPos.com,22 Maret 2022 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen akan berlaku pada 1 April 2022. Kebijakan ini diterapkan guna menciptakan fondasi pajak negara yang kuat.  

Kebijakan kenaikan pajak 11 persen ini menuai banyak penolakan salah satunya dari ekonom senior, Faisal Basri. Alasan paling utamanya karena tidak ada unsur keadilan yang selama ini di sampaikan oleh pemerintah melalui Menkeu Sri Mulyani Indrawati. "Ini tidak menggambarkan rasa keadilan. Adilnya dimana?"ungkapnya saat wawancara dengan CNN TV, dikutip Jumat (25/3/2022). (CNBCIndonesia.com, 23/3/22)

Keadilan yang dimaksud adalah ketika penurunan pajak perusahaan dari 25 persen ke 22 persen tadinya direncanakan ke 20 persen tapi akhirnya dibatalkan. Sementara untuk rakyat itu dinaikan. Rasa keadilannya yang utamanya disitu. Ini kan gak peduli rakyat kecil atau rakyat kaya. Semua bayar PPN sama," ujar Faisal Basri.

Selain itu, alasan penolakan Faisal selanjutnya adalah perbandingan dengan negara tetangga maupun pendapatan negara tersebut. Pendapatan masyarakat Indonesia belum cukup tinggi sampai dibandingkan dengan negara America Serikat (AS) atau negara-negara maju lainnya di G20. Bahkan tertinggal dari Malaysia.

Selain itu, kebijakan pemerintah untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) lebih besar pada 1 April 2022 disarankan untuk ditunda. Alasannya rakyat kini sudah cukup menderita. Setiap kenaikan tarif pajak tentu akan memberikan dampak pada daya beli masyarakat. 

Bagaimana tidak, pajak ini dikenakan terhadap hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kaya hingga miskin sekalipun. Adapun barang-barang seperti mie instan, pulsa, alat tulis, pakaian dan lainnya akan dikenakan tarif baru. Walaupun bukan barang pokok, namun masih bagian dari barang yang sering dikonsumsi masyarakat.

Walaupun sudah banyak penolakan dan juga saran untuk ditunda kenaikan tarif PPN ini, tetap saja kebijakan ini sudah berlaku. Apalagi kebijakan kenaikan tarif PPN 11 persen ini bersamaan dengan persiapan bulan puasa  yang mana banyak sekali kebutuhan pokok yang harus disiapkan untuk bulan puasa ini.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Yang kaya maupun yang miskin semuanya sama-sama bayar pajak. 

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan  peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara.(www.pajak.go.id)

Dari definisi diatas jelas sekali pembiayaan negara sumber utamanya dari pajak. Baik barang maupun jasa terkena pajak. Jelaslah dari sini, bisa dikatakan negara saat ini menjadi negara pemalak kepada rakyatnya. Memalak harta rakyat untuk membayar pajak. 

Mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai, dll. Inilah beban hidup yang ditanggung oleh masyarakat akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Nyata sekali bahwa negara tidak berfungsi untuk meriayah atau mengurus rakyatnya sebagaimana mestinya. 

Namun, saat ini masyarakat dihadapi dengan kenyataan minyak goreng mahal, harga pertamax naik lagi, harga ayam ikut meroket, kebutuhan sembako pun ikut naik ditambah dengan pajak PPN menjadi 11 persen, sudah cukup menambah penderitaan rakyat.

Inilah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara saat ini. Berbeda pandangannya dengan Islam. Islam memandang bahwa seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya per individu secara sempurna. Juga harus dijamin kemungkinan setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin.

Adapun biaya yang dibutuhkan untuk menjamin kebutuhan rakyat diambil dari baitul mal. Dalam Islam sumber penerimaan negara bukanlah dari pajak melainkan dari zakat, infak, sedekah, pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, gas, batubara,hutan, ghanimah,fa'i, jizyah, kharaj, khumus, dan lain-lain.

Pajak dalam pandangan Islam bukanlah sebagai sumber utama pemasukan dan pembiayaan negara. Pajak dalam pandangan Islam akan diambil dari kaum muslim sesuai dengan ketentuan syara untuk menutupi pengeluaran baitul mal. Dengan syarat, pungutan pajak berasal dari kelebihan kebutuhan pokok setelah pemilik harta memenuhi kewajiban tanggungannya dengan cara yang lazim. 

Adapun jumlah pajak yang dipungut sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara. Pajak akan  dipungut sebagai opsi terakhir jika kas mal atau baitul mal kosong. Dan pungutan ini sifatnya sementara. Sehingga, masyarakat dalam negara Islam tidak akan dibebani dengan pungutan berbagai macam pajak sebagaimana yang terjadi saat ini.

Tentu saja, periayahan atau pengurusan yang baik kepada masyarakat hanya ada dalam negara yang menerapkan aturan Islam yaitu khilafah Islam yang akan menjamin segala kebutuhan pokok dan sekunder masyarakat sehingga masyarakat bisa hidup dan beribadah dengan tenang. Inilah keunggulan ekonomi Islam dibawah naungan Khilafah Islam yang akan membawa kesejahteraan masyrakat yang hakiki. 
Wallahu'alam bishowab.

Riana Agustin
Aktivis Dakwah Kayumanis Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar