Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Khilafah dan Kebahagiaan Perempuan


Topswara.com -- Kebahagiaan kaum perempuan di dunia sangat berusaha diwujudkan oleh banyak kelompok, partai, ormas hingga negara. Peringatan terhadap Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret juga pada mulanya untuk meraih kebahagiaan perempuan-perempuan di Amerika. 

Terutama para buruh perempuan yang kerap ditindas, diperlakukan tidak adil, dan diupah murah oleh para kapitalis Amerika saat itu. Ketidakbahagiaan ini kemudian memunculkan sebuah gerakan kaum wanita Amerika untuk mendapatkan keadilan.

Mengutip dari www.internationalwomensday.com, peringatan ini dilatarbelakangi oleh penindasan dan ketidaksetaraan terhadap perempuan. Puncaknya pada tahun 1908, sebanyak 15.000 perempuan menuntut jam kerja yang lebih pendek, upah yang lebih baik, dan hak memilih, dengan berbaris di Kota New York. Pada tahun 1909, sesuai dengan deklarasi dari Partai Sosialis Amerika, tanggal 28 Februari diperingati sebagai Hari Perempuan Nasional yang diperingati di seluruh Amerika Serikat (kontan.co.id, 08/03/2022).

Sayangnya, hingga kini kaum wanita masih tertindas. Sejak 112 tahun yang lalu Hari Perempuan Internasional diperingati kaum wanita di berbagai belahan dunia, tetapi mereka masih diperlakukan tidak adil, dilecehkan, diupah sangat minim, didera kemiskinan, dirampas haknya, dan ditimpa banyak kemalangan lainnya. Tidak terkecuali wanita-wanita di jantung kapitalisme sendiri. 

Kekerasan pada kaum wanita yang dilaporkan dari 1 Januari hingga 21 Februari 2022 pun sudah sebanyak 1.411 kasus. Ini belum termasuk mereka yang tidak melaporkan di luar sana (Republika.co.id, 08/03/22). Data dunia yang dirilis WHO lebih mencengangkan lagi, data 2021 saja menunjukkan bahwa 736 juta perempuan tercatat pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual (Kompas.com, 10/03/21).

Untuk keadilan upah dan terjaganya kehormatan para pekerja dalam sistem kapitalisme juga sangat memprihatinkan. Masih banyak sekali pekerja perempuan yang diupah sangat minim. Tidak perlu jauh-jauh, misalnya pekerja sawit perempuan di Asia Tenggara. 

Data yang dirilis oleh The Associated Press (AP) pada 19 November melaporkan pelecehan dan eksploitasi buruh perempuan dalam produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, seperti upah yang minim, kurangnya perlindungan kesehatan, dan beban kerja yang tidak manusiawi serta pelecehan seksual dan ancaman pemerkosaan. AP mewawancarai lebih dari tiga lusin perempuan dan anak perempuan dari setidaknya 12 perusahaan di seluruh Indonesia dan Malaysia (Muslimah Timur Jauh, 06/12/20).

Hasil penelitian lembaga amal Oxfam yang diumumkan pada Senin 20 Januari 2020 lalu menunjukkan hasil penelitian tersebut mengatakan perempuan dan gadis miskin berada di bawah skala. Mereka menyatakan sebanyak 12,5 miliar jam pekerjaan tidak dibayar setiap hari. Diperkirakan bernilai setidaknya USD 10,8 triliun per tahun. Angka-angka Oxfam didasarkan pada data dari majalah Forbes dan bank Swiss Credit Suisse (m.merdeka.com, 21/01/20).

Kemalangan Tiada Henti Dalam Aturan Kapitalistik

Ketidakbahagiaan yang dialami banyak kaum wanita akan terus berlanjut ketika hidup dalam sistem kapitalisme hari ini. Dalam sistem kapitalisme “tuan tanah” adalah raja. Dialah pemegang kekuasaan sesungguhnya dalam berbagai bidang. Mereka inilah para kapitalis. Para pengusaha atau pemilik modal. Kepentingan kapitalis akan selalu dilayani dan diutamakan. Karena dalam sistem kapitalisme pemilik modal adalah pemegang kekuasaan sesungguhnya.

Maka tidak heran “penjajahan” dan ketidakadilan pada kaum wanita masih terus berlanjut sebagaimana yang dialami pekerja perempuan di Amerika sebelum 1909. Ketertindasan dan ketidakadilan pada perempuan ini terus terjadi sampai hari ini karena mereka masih hidup dalam sistem yang sama. Yakni sistem kapitalisme yang beraskan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Bukti nyata keberpihakan dunia hari ini pada kapital bisa dilihat pada kekuasaan mereka terhadap aset dan sumber daya alam yang harusnya menjadi milik bersama dan dikelola oleh negara untuk kepentingan banyak manusia tapi justru masuk kekantong segelintir orang.

Di Indonesia sendiri 1 persen orang menguasai 50 persen aset nasional. Sedangkan data dunia lebih ngeri lagi. Pada 2017 saja Oxfam mencatat jumlah kekayaan 61 orang kaya sama dengan separuh populasi masyarakat dunia pada 2016. 

Di tahun 2018, laporan terbaru yang dikeluarkan Oxfam mengungkap, orang-orang yang masuk golongan paling kaya di dunia kini menguasai 82 persen kekayaan dunia. Data menunjukkan bahwa 2.153 miliarder sekarang memiliki kekayaan lebih dari 4,6 miliar orang termiskin di planet ini (m.merdeka.com, 21/01/20).

Ketimpangan sosial ini tidak akan bisa dihapus biasnya selama sistem kehidupan yang dianut dan berkuasa di dunia adalah sistem kapitalisme yang memang menumbuhkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, antara tuan tanah dan buruh, antara bos dan pekerja. Demikianlah berkuasanya kaum kapitalis atas dunia ini. Sangat sulit bagi kelompok perempuan berhadapan dengan para kapitalis ini. Sebagaimana pernah terjadi di masa lampau.

Jelaslah bahwa perempuan bukan hanya korban dari kerakusan korporasi raksasa, tapi juga korban dari sistem kapitalis yang hanya memandang perempuan sebagai alat produksi, tenaga kerja murah, dan aset ekonomi demi profit bagi sektor bisnis juga pendapatan pemerintah. 

Di bawah sistem ini, perempuan tidak hanya dieksploitasi sebagai pekerja di ladang kelapa sawit yang memberi makan industri kecantikan kapitalis, tetapi juga melalui penjualan tanpa henti produk kecantikan ala Barat oleh perusahaan-perusahaan yang menghisap miliaran perempuan dengan membuat mereka terus merasa tidak cukup cantik secara fisik (Muslimah Timur Jauh, 06/12/20).

Khilafah Dan Kebahagiaan Perempuan

Berbeda jauh dengan sistem kapitalisme yang menyerahkan perempuan dan kesejahteraannya sesuai jalannya pasar, sistem Islam menjadikan negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan perempuan. Tanggung jawab negara khilafah inilah yang membuat perempuan akan merasakan kebahagiaan hakiki.

Rasul SAW bersabda:

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam adalah penggembala (ra’in), dan ia bertanggung jawab untuk orang-orang yang digembalakannya.” 

Peran negara sangatlah penting di dalam Islam. Tugas utama negara adalah melayani dan mengurusi kebutuhan rakyat, melindungi kaum lemah, dan mencegah terjadinya kezhaliman. Sangat berbeda dengan negara kapitalistik hari ini yang tunduk bahkan bekerja untuk kepentingan oligarki dan kapitalis.

Sabda Rasul SAW inilah yang membuat negara akan bertanggung  jawab atas perempuan-perempuan didalam negara Khilafah apapun rasnya, sukunya, bahkan agamanya. 

Problem perburuhan seperti upah yang minim akan sangat jarang bahkan tidak ditemui di dalam negara khilafah karena ketatnya pengawasan negara terhadap keadilan upah sesuai pekerjaaan pekerja kepada para pengusaha atau lembaga dan jika pun ada problem akan terpecahkan dengan cepat dengan penerapan aturan syariah Islam yang menyeluruh (kaffah).

Perempuan di dalam Islam juga wajib dipandang sebagai kehormatan yang harus dijaga dan dimuliakan. Bukan dipandang hanya sebagai pekerja murah yang menghasilkan cuan-cuan kekantong para kapital serta diperas tenaga dan air matanya. 

Karena itu pelecehan terhadap perempuan, pemerkosaan, penindasan, kekerasan, dan intimidasi terhadap perempuan akan diberikan sanksi tegas oleh Khilafah bagi pelakunya. Perempuan diberikan kemudahan dalam melaporkan kemalangan yang dialami, dan negara akan tanggap dan cepat menyelesaikan siapa pun pelakunya. 

Negara khilafah tidak tebang pilih dalam memberikan hukuman. Siapa pun yang merampas hak orang lain dengan dzholim dan melakukan hal tercela kepada perempuan akan dihukum sesuai perbuatannya sekalipun dia adalah pengusaha atau seorang bos. Ketegasan kebijakan inilah yang membuat perempuan bahagia dalam negara khilafah.

Sebagaimana Khalifah Al Mutashim yang mengirimkan 30.000 pasukannya untuk memberikan pelajaran kepada Romawi yang telah melecehkan seorang perempuan muslim. Inilah gambaran nyata betapa cepat tanggap dan seriusnya khilafah meindungi perempuan.

Contoh Nyata Kebahagiaan Perempuan Dalam Negara Khilafah

Dilansir dari Fareastern Muslimah & Shariah banyak sekali kebahagiaan dan kemuliaan yang diraih perempuan dalam negara Khilafah, misalnya sebagai berikut:

Pertama, memperoleh kepemilikan atas banyak tanah dan properti

Catatan pengadilan dari Khilafah Utsmaniyah mengungkapkan bahwa perempuan memiliki tanah, kebun buah-buahan, toko, rumah, dan berbagai bentuk properti lainnya, serta bahwa seluruh pendapatan dari semua property ini hanya milik mereka. 

Haim Gerber, Profesor Emeritus di Departemen Studi Islam Universitas Ibrani, yang menyelidiki catatan pengadilan Bursa, Turki, pada abad ke-17 di bawah Khilafah Utsmaniyah, mengamati bahwa kaum perempuan di Bursa memiliki hampir setengah dari toko tekstil yang ada di kota tersebut.

Di kota-kota seperti Ankara dan Manisa selama abad ke-17, sebagian besar industri tekstil berada di tangan perempuan dan kebanyakan dari mereka juga terdaftar dalam serikat pekerja (Gerber Haim, Social and Economic Position of Women in an Ottoman City, Bursa, 1600-1700, International Journal of Middle East Studies, Vol. 12, No. 3 (Nov., 1980)).

Kedua, terlibat aktif dalam politik di masyarakat mereka

Nafisa Bint Hasan adalah seorang ulama abad ke-9 yang dikenal kembali di Mesir di bawah Khilafah Abbasiyah. Dia sangat terlibat dalam politik masyarakatnya sehingga ketika orang-orang berselisih dengan gubernur Mesir, mereka akan memintanya untuk menyelesaikan situasi dan mendapatkan hak-hak mereka terpenuhi. 

Dia pernah menulis surat untuk Gubernur yang memulai pemerintahannya dengan kebijakan yang keras. Ketika sang gubernur membacanya dia segera mulai mengubah sifat kebijakannya dan bersegera menegakkan keadilan bagi rakyat.

Ketiga, menikmati keamanan dan pelayanan

Mengenai perempuan, hampir sebanyak laki-laki, terlihat di jalan-jalan (yaitu melakukan kegiatan sehari-hari mereka, dll)… Saya pikir saya tidak pernah melihat negara di mana perempuan dapat menikmati begitu banyak kebebasan, dan bebas dari semua celaan, seperti di Turki (Kekhalifahan Ottoman)... dan saya ulangi, Pak, saya pikir tidak ada perempuan memiliki begitu banyak kebebasan, aman dari ketakutan, seperti (perempuan Utsmaniyah) Turki–dan saya pikir mereka dalam cara hidup mereka, mampu menjadi makhluk paling bahagia yang bernafas” (Dari A Journey Through the Crimea to Constantinople (1789) oleh Lady Elizabeth Craven, Turis dan Penulis Inggris, menulis tentang kehidupan Perempuan di Khilafah Utsmani).

Kelima, dilindungi dari kekerasan

De M. D'Ohsson, seorang pria Armenia yang bekerja selama bertahun-tahun di Kedutaan Swedia di Khilafah Ottoman pada abad ke-18, menulis tentang perlakuan terhadap perempuan di bawah pemerintahan Islam.

Siapa pun yang berperilaku buruk terhadap seorang wanita, terlepas dari posisi atau agamanya, tidak dapat lepas dari hukuman, karena agama pada umumnya memerintahkan wanita untuk dihormati. Karena alasan ini, baik polisi maupun hakim menangani dengan sangat keras siapa pun yang memperlakukan wanita dengan buruk.

Keenam, menikmati status kehormatan
Pada 2016, sebuah buku dalam arsip Khilafah Utsmaniyah ditemukan oleh surat kabar Turki, Sabah. Buku yang diberi judul Kadin (Perempuan) ini merupakan kumpulan dokumen tentang urusan perempuan yang disusun oleh pemerintah Utsmaniyah. 

Mereka menggambarkan perempuan itu sebagai Taj al-Dawla–Mahkota Kepala Negara, dan mendesak para negarawan untuk menghindari menyakiti perempuan dan melakukan segala upaya untuk menjaga martabat mereka.
 
Masya Allah. Tentunya masih sangat banyak kebahagiaan yang diraih perempuan di bawah kekhilafahan Islam. Sungguh jika semua perempuan di dunia mengetahui betapa bahagianya mereka dalam negara khilafah dan betapa khilafah sangat menghargai dan memuliakan perempuan, mereka akan bersungguh-sungguh menegakkannya kembali.

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaha: 124).

Walahualam bisshawab.



Oleh: Nurul Aryani
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar