Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Impor dan Kekuasaan


Topswara.com -- Indonesia dikenal sebagai tanah surga. Tanahnya subur dan banyak sumber daya alam yang tersimpan di dalamnya. Mulai dari emas, batu bara dan lain-lain. Bukankah di negeri yang memiliki potensi luar biasa ini harusnya rakyatnya makmur sejahtera? Ternyata tidak. Masih ada puluhan juta orang hidup dibawah garis kemiskinan. 

Salah satu masalah negeri ini adalah impor. Padahal Indonesia tanahnya subur dan juga luas. Tapi pada kenyataannya pada tahun 2021 lalu tercatat Indonesia impor  407,7 ribu ton beras, lalu menjadi importir gula terbesar ke 2 di dunia. Belum lagi masalah impor cabai, garam dan lain-lain. Lalu bagaimana respon pemerintah? Hanya marah-marah tanpa memberikan solusi. Hal ini di sampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada sebuah pertemuan di Bali. Ia mengeluhkan dan marah-marah kepada para menteri yang selalu melakukan impor.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya presiden marah tentang kebijakan impor. Namun sama seperti sebelumnya setelah beliau marah tidak ada kebijakan yang muncul untuk menangani masalah impor. Jadilah marah-marah tadi hanya sekedar pencitraan di depan publik bahwa ia berpihak kepada rakyat. Kenapa demikian? 

Karena ketika para menteri melakukan impor tentu atas ijin presiden dan dulu jokowi juga menyampaikan bahwa tidak ada visi misi mentri yang ada hanya visi misi presiden. Lalu para menteri yang sekarang menjabat juga dipilih oleh beliau sendiri. Seharusnya beliau tahu kinerja para menteri tersebut sebelum terpilih menjadi menteri.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Pertama, karena para pejabat sekarang hanya mengincar kekuasaan. Bakan rela menghabiskan milyar hingga triliunan untuk kekuasaan. Maka ketika ia berkuasa saatnya balik modal. 

Kedua, pejabat pemerintah tidak sadar akan kewajibannya. Pejabat sekarang selalu minta untuk dilayani, bukan melayani rakyat. 

Ketiga, adanya politik balas budi sehingga menyuburkan KKN.

Keempat, adanya penguasa yang menjadi pengusaha. Sehingga terbentuklah mafia, oligarki, kartel dan lain-lain. 

Kelima, Indonesia terjerat dengan perjanjian luar negeri yang tidak menguntungkan Indonesia. Dan Indonesia tunduk pada perjanjian itu. 

Keenam, karena sistem yang diterapkan. Indonesia saat ini menganut sistem kapitalis. Dimana dalam sistem ini mustahil ada negara yang benar-benar mandiri tanpa campur tangan pemilik modal.

Ketujuh, karena sistem pemilihan berbiaya tinggi. Di Indonesia untuk menjadi pejabat perlu biaya tinggi. Lalu siapa yang punya biaya tersebut? Tentu para pemilik modal. 

Solusi

Satu-satunya solusi untuk negeri ini hanyalah Islam. Karena hanya dengan sistem Islam negara menjadi independen dan tidak terjebak dengan segala keruwetan seperti yang telah dijelaskan di atas. Contohnya seperti perjanjian luar negeri yang hanya menguntungkan pihak asing.

Lalu para pejabat pemerintahan adalah orang-orang terpilih yang dinilai mampu untuk mengurus negara dan merdeka dalam tidak terikat dengan pihak asing. Bukan petugas partai yang melakukan impor untuk kepentingan pribadi atau golongan. 

Mereka juga akan mengambil keputusan dengan standar syariat islam yang akan membawa rahmat apabila ditegakkan. Bukan menerapkan tsaqafah asing yang akan membawa murka Allah sehingga turunlah bencana di negeri ini.

Di sisi lain negeri akan mendorong IPTEK dalam bidang pangan sehingga terbentuklah pangan dengan kualitas terbaik. Negara juga akan bertanggungjawab pada pemerataan distribusi dan mencegah terjadinya penimbunan. Sehingga tidak akan terbentuk mafia pangan apalagi hingga terbentuk sebuah kartel.


Oleh: Annatsa Fahimatun Nada
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar