Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gordenku Sayang, Rakyatku Malang!



Topswara.com -- Fantastis! Sekaligus Ironis! Setelah perbaikan toilet, anggaran rumah dinas, kini muncul lagu permintaan baru dari anggota dewan yang terhormat. Proyek gorden alias tirai rumah dinas yang konon dari tahun 2015 belum pernah kunjung diganti. Persoalan utama yang perlu disorot bukanlah pergantian gorden, namun terletak pada jumlah anggarannya.

Seperti yang dilansir dari Kompas.com, bahwa Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad memberi penjelasan soal pengadaan gorden di rumah jabatan DPR dan pengaspalan di Kompleks Parlemen yang total anggarannya mencapai lebih dari Rp 50 miliar. Dasco menjelaskan, DPR menyiapkan anggaran gorden sebesar Rp 48.745.624.000 karena gorden di rumah jabatan DPR sudah lama tidak diganti lalu 11 miliar untuk aspal jalan.

Dasco menuturkan bahwa sebagian gorden rumah dinas sudah tidak ada. Perbaikan jalan di sekitaran perumahan dinas dianggarkan agar nanti saat kunjungan  rencana kehadiran delegasi puluhan negara ke kompleks parlemen pada Juli 2022 yang diperkirakan sebanyak  38 atau 40 delegasi negara yang akan datang ke DPR,  tidak ingin kesan terhadap parlemen kurang baik.

Anggaran sebanyak 50 miliar tidaklah sedikit. Ada apa dengan isi kepala yang mengajukan harga gorden hingga puluhan miliar? Gorden seperi apakah yang akan dipesan? Benangnya terbuat dari emas? Dari kain sutra Cina? Atau bertahtakan berlian?

 Wow! Kelihatannya rumah dinas angggota dewan yang terhormat harus terlihat lux dan super mewah bak rumah sultan. Uang 50 miliar itu uang siapa? Bukankah uang rakyat? Seharusnya DPR tanya dulu ke rakyat kalau mau uang mereka. Rida tidak 50 miliar untuk pembelian gorden sahaja? Jangan asal main ajukan lalu ketok palu, dan cair. Sementara yang dipakai adalah uang rakyat yang dikumpulkan dari pajak dan eksploitasi SDA. 

Kemudian pertanyaannya adalah, urgenkah mengganti gorden saat ini? Kalaupun iya, bukankah gaji dan tunjangan anggota dewan sangat fantastis? Tidak bisakah hanya sekedar beli gorden? Ada sekitar 505 rumah dinas anggota DPR,  anggap saja untuk pembelian gorden satu rumah senilai 10 juta dan itu sudah  bagus bukan? Dikalikan dengan 505 rumah? Baru sekitar 5 miliar rupiah. Buatlah untuk tiang-tiang gorden dan lainnya habis 1 miliar. Bukankah baru sekitar 6 miliar, lalu untuk apa 44 miliar lagi?

Kemudian, untuk perbaikan aspal atau jalan sekitaran komplek parlemen yang dianggarkan sebanyak 11 miliar, sepanjang berapa km kah yang akan diaspal? Masuk akalkah harga gorden lebih mahal dari aspal? Atau komplek parlemen aspalnya mencapai 11 Miliar? 

Sungguh sangat disesalkan permintaan para anggota dewan yang terhormat tersebut. Di tengah krisis negeri yang menghawatirkan, kemiskinan sistemik yang terus bertambah, mal nutrisi yang kian meningkat, kejahatan akibat kesulitan pekerjaan dan makan, masih saja berfikir untuk memfoya-foyakan uang notabene harusnya mengurusi segala kebutuhan rakyat.

Apa salahnya menyumbangkan gorden di rumah dinas selama ditempati menjabat anggota dewan? Anggap saja pengorbanan untuk negara, bukan? Lalu aspal jalan yang diperuntukkan bagi tamu yang konon akan datang berkunjung. Hanya untuk tempat pijakan kaki mereka beberapa menit, harus dibayar oleh rakyat dengan uang 11 Miliar? Untuk hal-hal receh itukah rakyat dipalak dengan pajak yang tinggi? Untuk hal-hal sepele itukah eksploitasi dan penjualan SDA negeri ini? Sekedar memuaskan hasrat crazy life pejabat dan penguasa serta tuan-tuannya? 

Masyarakat hanya mampu menyaksikan kegilaan para pemimpinnya di kursi jabatan mereka. Asas demokrasi kapitalisme yang diadopsi negara, telah membuat seluruh kekayaan negeri ini hanya dinikmati segelintir elit penguasa dan pengusaha. 

Karena pada prinsipnya, para penguasa adalah perwakilan rakyat. Perwakilan untuk menikmati uang rakyat, perwakilan untuk menghabiskan anggaran negara, perwakilan untuk hidup mewah bak sultan. Sementara rakyat, yang konon katanya adalah raja hanyalah isapan jempol belaka. Rakyat tidak pernah berkuasa. Rakyat hanya dimanfaatkan, diperas dan ditekan. 

Inilah fakta kapitalisme yang tidak dapat dipungkiri. Penguasa dilayani bak raja dengan segala fasilitasnya. Mereka lebih menyayangi benda-benda remeh-temeh seperti gorden, sementara nasib rakyat yang malang tidak kunjung serius diperhatikan.

 Akankah situasi yang semakin menjadi-jadi ini harus terus dipertahankan? Kini gorden dengan 50 miliar, mungkin besok anggaran sandal mereka pun mencapai ratusan miliar dengan alasan untuk bekerja mengurus rakyat! Naudzubillah min zaalik.

Cukup sudah permainan kapitalisme yang merusak bangsa yang besar ini. Cukup sudah kesewenang-wenangan yang terus dilakukan. Saatnya masyarakat berfikir dan menyamakan persepsi untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Tentu, demi keselamatan generasi masa depan. Dan perubahan itu hanya bisa dilakukan secara menyeluruh dengan Islam.  

Wallahu a’lam bissawab

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
( Dosen dan Pengamat Politik)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar