Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Akibat ‘Korsleting’ Tata Kelola Listrik, Rakyat ‘Tersengat’ Kenaikan Tarif



Topswara.com --Ibarat tahun kesedihan, perjalanan 2022 ditemani beraneka ragam kenaikan harga. Ditambah lagi momen puasa dan hari raya. Belum pulih harga minyak goreng, harga komoditas sembako lainnya juga ikut merangkak. Sebut saja gula pasir, terigu, daging sapi, cabai, bawang putih, dan beras. Kini, akan disusul pula kenaikan tarif listrik. Sebagaimana ramai diberitakan media, pemerintah memberi sinyal melakukan penyesuaian tarif listrik pada tahun ini. Hal ini dilakukan imbas dari dampak dari tingginya harga minyak dunia.

Saat ini, harga minyak mentah Indonesia (ICP/Indonesia Crude Price) per Maret 2022 sebesar 98,4 dollar AS per barrel. Padahal asumsi APBN 2022 hanya 63 dollar AS per barrel. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan penyesuaian tarif listrik merupakan bagian dari strategi jangka pendek dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak dunia. Menurutnya, akan ada penghematan kompensasi sebesar Rp7-16 triliun. Hal ini ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (13/4/2022). Dengan penerapan kembali penyesuaian tarif, tarif listrik pelanggan nonsubsidi berpotensi mengalami kenaikan. Apalagi tarif listrik pelanggan non subsidi tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2017. Artinya, tidak ada kenaikan tarif listrik pelanggan non subsidi selama lima tahun terakhir. Arifin mengatakan, penyesuaian tarif akan diterapkan pada 13 golongan pelanggan listrik nonsubsidi PT PLN (Persero).

Tak hanya listrik, pemerintah juga berencana untuk melakukan penyesuaian harga Pertalite dan Solar. Hal ini dilakukan sebagai langkah stimulus pemerintah guna menggaet investor untuk memperbaiki iklim bisnis di Indonesia di tengah pandemi.

Fenomena yang menyesakkan. Narasi kebijakan pemerintah Indonesia hanya mentranslet hubungan penguasa dan rakyat semata dalam bahasa dagang, yakni bagaimana sumber daya listrik ditransaksikan kepada rakyat dengan skema harga yang profitable.

Listrik memiliki arti penting bagi negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang ini menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.

Amanat konstitusi mengatakan bahwa listrik merupakan sektor strategis yang harus dikuasai oleh negara dan BUMN PLN merupakan representasi dari penguasaan negara. Faktanya, tafsir 'hak menguasai' negara dalam tata kelola listrik, khususnya terkait dengan pengelolaan, penguasaan, dan pengawasan tidak terwujud dalam struktur tata kelola listrik. Salah satu buktinya dapat kita lihat bahwa sampai saat ini sistem ketenagalistrikan justru semakin dikuasai oleh oligarki baik nasional maupun pihak asing.

Posisi PLN yang semakin tersandera oleh kepentingan oligarki. Belum lagi masalah dapur PLN yang juga kesulitan dari sisi finansial hingga merugi. Masalah besar ini semakin menyudutkan PLN dalam bayang-bayang neoliberalisme, oleh oligarki, baik Asing maupun Aseng.

Tampaknya, cara pandang kapitalistik neoliberal telah berurat berakar dalam perspektif pemerintah hingga mereka rabun terhadap hubungan pelayanan dan perlindungan kepada rakyat sebagaimana amanat jabatan yang mereka terima melalui sebuah sumpah setia atas nama Tuhan.

Sungguh, prinsip kapitalisme yang diadopsi pemerintah telah mengkhianati tugas pelayan dan pelindung (raain dan junnah) dari negara dan meninggikan apa yang disebut "regulator" sebagai tugas tertinggi pemerintah. Lalu mengaruskan skema penyesuaian harga sebagai solusi penyelamatan ekonomi.

Ini menegaskan watak kapitalis memang tidak peduli terhadap kesulitan rakyat. Sebagai sektor layanan publik pun, tidak menyesuaikan pelayanannya dengan pendekatan meringankan kesulitan yang dihadapi masyarakat di masa pandemi.

Di sisi lain, ambisi penguatan ekonomi di era pendemi membuat penguasa negeri ini menumbalkan nyawa rakyat hanya karena memandang kematian di luar kasus Corona jumlahnya lebih banyak dibandingkan kematian akibat Corona. Naudzubillah.

Jika pemerintah Indonesia benar-benar terbukti menaikkan tarif di masa pandemi, maka sungguh hal ini adalah kezaliman dan bertentangan dengan Islam. Sebagai negeri mayoritas Muslim dan dipimpin seorang Muslim, maka seharusnya sikap pemimpin adalah sejalan dengan kitab Suci yang ia sumpah dengannya. Al-Qur'an telah memberi petunjuk seluruh persoalan kehidupan, termasuk persoalan listrik.

Allah SWT berfirman:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (TQS. Al-Hasyr: 7).

Al-Qur'an memerintahkan umatnya untuk mengikuti pedoman yang telah diberikan Rasulullah SAW. Dalam persoalan listrik, terdapat hadis Nabi SAW yang patut kita renungkan, yakni: "Manusia itu berserikat (punya andil) dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Para ulama menafsirkan yang dimaksud air, padang rumput, dan api pada hadis tersebut adalah segala sumber daya alam yang menjadi milik umum rakyat, berupa BBM, gas, listrik, hutan, tambang, dsb. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Anas dari Ibnu Abbas, ada tambahan kalimat penutup: "wa tsamanuhu haramun" (dan harganya adalah haram).

Paradigma Islam berbeda diametral dengan kapitalisme. Berdasarkan ketundukan dan ketaatan dalam memaknai hadis di atas, dapat dipahami bahwa jangankan menaikkan harga, mengomersilkan listrik kepada rakyat saja adalah haram, apalagi menaikkan tarifnya hingga berlipat-lipat.

Jadi, seharusnya listrik itu gratis untuk seluruh rakyat. Jika tidak mampu menggratiskan, maka boleh hanya dengan beban biaya produksi, dan tidak mengambil profit dari hasil penjualan listrik kepada rakyat sebagai owner hakiki sumber daya listrik. Sehingga maknanya, tarif listrik untuk seluruh rakyat tetap harus murah!

Pemerintah Indonesia perlu belajar dari jejak-jejak keagungan Islam, di mana pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sistem politik berbasis iman dan takwa. Menyandarkan segala solusi permasalahan kepada petunjuk wahyu, yaitu Kitabullah dan hadis Rasulullah.

Semoga Ramadhan ini menjadi momen muhasabah dan introspeksi total pemerintah dan seluruh rakyat untuk kembali beriman dan bertakwa totalitas dan merenungkan firman Allah SWT, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".(TQS. Al-A'raf: 96). 

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Pipit Agustin 
(Forum Hijrah Kafah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar