Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Spirit, Spiritualitas dan Aspek Transedental


Topswara.com -- Sedari kecil kita sudah dijejali pemahaman filsafat bahwa diri kita ini terdiri dari materi dan ruh, raga dan jiwa, serta fisik dan psikis. Dikotomi inilah yang kemudian mendasari konsep filsafat selanjutnya tentang benar dan salah.

Keyakinan terhadap konsep ini pada akhirnya membawa kita percaya bahwa kedua unsur ini senantiasa berbenturan sebagai akibat perbedaan diantara keduanya dalam sebuah pertempuran abadi sebagaimana manusia dan setan.

Pertarungan antara jasad dan ruh ini pada tiap akhir episode pertempuran hanya akan dimenangkan oleh salah satunya. Bisa dimenangkan oleh kepentingan jasmani maupun oleh kepekaan ruhani, secara berganti-ganti.

Ketika pada akhir episode berhasil dimenangkan oleh jasad, maka manusia tersebut akan berada dalam perbudakan materi serta kebusukan kehidupan dunia. Artinya adalah bahwa saat itu dia berada dalam kondisi salah.

Sebaliknya, apabila dalam pertempuran tersebut ruh yang memenangkan, maka manusia tersebut menjadi manusia yang baik, suci dan mulia.

Nah, konsep benar salah yang dibangun berdasarkan dikotomi ini tidak pernah memuaskan akal dan menentramkan hati.

Bagaimana kita disebut bersalah ketika kita rajin bekerja mencari penghidupan, misalnya. Atau pertanyaan kenapa seseorang yang malas bekerja dan hanya mementingkan kepuasan spiritual, malah disebut sebagai orang suci yang mulia?
 
Inilah titik kritis yang harus diurai dengan konsep yang sempurna, karena penggunaan istilah ruh, spiritualitas, dan aspek transedental dari sesuatu, sering dipergunakan secara campur aduk dan sembarangan sehingga mengacaukan pemikiran.

Ruh (Spirit) sebenarnya memiliki dua makna. Ketika diartikan sebagai nyawa, maka posisinya bukan sebagai sesuatu yang bisa naik turun atau hina dan mulia, melainkan berhubungan langsung dengan hidup dan mati. Pendeknya, mahluk hidup yang sudah tidak ada ruhnya, berarti sudah tidak hidup, alias mati.

Namun demikian, ketika ruh (Spirit) dihubungkan dengan sesuatu yang bisa hina dan bisa mulia maka sebenarnya bukan lagi nyawa yang sedang dibicarakan. Ruh tersebut sejatinya adalah kesadaran akan hubungan kita dengan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT.

Oleh karena itu maka sebenarnya nyawa tidak pernah bertempur dengan jasad, sehingga ketika nyawa menang maka orang tersebut menjadi mulia. Sebaliknya jika jasad yang menang maka dia menjadi manusia yang hina, seperti konsep filsafat diatas.

Kenyataannya tidak seperti itu. Karena ketika salah satu menang, seharusnya dia sudah langsung mati bukan lagi mulia atau hina. Oleh karena itu, konsep filsafat diatas sangat ambigu dan menyesatkan. Inilah salah satu konsep salah yang sudah terlanjur dipercayai dan meracuni umat Islam.

Jadi, ketika membahas ruh sebagai nyawa persepsi kita harus langsung kepada pembahasan hidup dan mati. Namun ketika pembahasannya adalah hina dan mulia, maka berarti kita sedang membahas ruh sebagai kesadaran akan hubungan kita dengan Allah SWT, yaitu keimanan, inilah yang senantiasa harus kita usahakan.

Sedangkan ruhiyah (Spiritualitas) adalah perasaan yang timbul akibat adanya naluri beragama seseorang. Ruhiyah juga tidak terkait benar dan salah, melainkan terkait gharizah (naluri) saja. Bisa saja seseorang yang sedang menyembah berhala merasakan sensasi spiritualitas yang luar biasa. Oleh karena itu spiritualitas tidak bisa dipergunakan untuk mencapai kebenaran. Melainkan harus disertai pembuktian.

Mengenai aspek transedental (Nahiyah Ruhiyah), adalah sebuah konsep yang mengakui adanya hubungan penciptaan antara dirinya, lingkungan serta kehidupannya terhadap Sang Pencipta Alam Semesta dan Pengelolanya yaitu Allah SWT. Jadi, hanya Islam dan umat Islam saja yang memiliki aspek transedental. Agama lain, maupun ideologi lain tidak memilikinya.

Oleh karena itu, tidak heran ketika umat Islam memiliki pemahaman yang benar terhadap perkara ini, mereka berhasil membangun sebuah peradaban tinggi didunia serta memiliki orientasi kehidupan yang mulia, yaitu Keridha'an Allah SWT di akhirat dengan balasan surga. 

Wallahu a'lam bishshawwab.


Oleh: Trisyuono Donapaste
Aktivis Penggerak Perubahan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar