Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Panic Buying, Rakyat Panik Berebut Minyak Goreng


Topswara.com -- Viral rekaman video aksi warga yang saling berebut minyak goreng di minimarket untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Aksi ini diduga terjadi karena paniknya masyarakat yang takut tidak kebagian minyak goreng subsidi pemerintah. 

Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau Karmila Sari menghimbau kepada masyarakat untuk tidak panic buying dalam program subsidi minyak goreng.  Dikatakannya, program subsidi minyak dengan harga Rp.14.000 masih akan berlangsung selama enam bulan kedepan dengan total penyaluran sekitar 1,3 Milyar liter. 

Selain penyaluran dari pemerintah itu, perusahaan pabrik minyak juga akan mengeluarkan 1 juta liter minyak bersumber dari dana CSR. Apalagi di Riau ada Perusahaan WILMAR. Tujuan subsidi ini untuk menetralisir harga di pasar. (GoRiau.com, 27/1/2022)

Kemudian Mendag mengevaluasi kebijakan tersebut yaitu mengganti subsidi dengan HET dan mengeluarkan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Serta, Domestic Price Obligation (DPO) untuk harga bahan baku minyak goreng di dalam negeri.

Pada kebijakan pekan lalu, melalui Permendag nomor 01/2022 dan Permendag 03/2022, pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna menstabilkan harga. Skemanya, selisih harga akan dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian. (Tibun Pontianak.co.id, 29/1/2022)

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta masyarakat tidak perlu khawatir kehabisan minyak goreng yang menggunakan patokan harga eceran tertinggi (HET) karena stoknya banyak.

"Harga per 1 Februari 2022 yang dipatok pemerintah Rp14.000 per liter untuk yang premium, Rp13.500 untuk yang 'packing' sederhana, dan Rp11.500 yang curah, ini diharapkan bisa terus digelontorkan. Jadi stok banyak, tidak perlu takut kehabisan stok," kata Airlangga di Semarang, Minggu.

Ia menyebutkan, harga minyak goreng di pasaran akan mengalami penurunan secara bertahap pascapenerapan kebijakan satu harga Rp14.000 per liter. (TvOneNews.com, 30/1/2022)

Namun dengan kebijakan baru ini, berarti pemerintah menganggap perannya dicukupkan dengan penetapan HET dan pemaksaan pada produsen sawit utk menjual 20 persen sawit untuk produksi minyak dalam negeri. Benarkah mampu menjadi solusi?

Hilangnya Kepercayaan

Panic buying adalah reaksi rakyat yang seakan membuktikan seberapa besar kepercayaan masyarakat pada negara. Selama ini, mereka merasa bertahan hidup sendiri. Kesulitan hidup membuat mereka tidak lagi mengikuti pemegang kebijakan.

Meskipun pemerintah menyampaikan kalau harga minyak akan distabilkan, masyarakat tetap berebut memborong minyak goreng. Kemungkinan fenomena ini muncul akibat tekanan kebijakan yang dirasakan oleh masyarakat kesulitan ekonomi, kelangkaan barang, hingga naiknya harga barang membuat masyarakat nekat dan panik.

Mau bagaimana lagi, selain minyak, kebutuhan lain juga banyak yang sulit terpenuhi. Kalaupun sudah berjanji minyak tetap ada selama enam bulan, mereka takut jika itu sekadar pepesan kosong.

Keuntungan Harga Minyak Masuk ke Korporasi?

Tidak kalah mengejutkan, ternyata upaya pemerintah untuk menggelontorkan dana subsidi minyak goreng triliunan rupiah adalah ke perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng yang notabene produsen minyak goreng kemasan. Pemerintah tidak menyubsidi minyak goreng tanpa kemasan alias minyak goreng curah. (Kompas, 28/1/2022).

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemberian subsidi kepada minyak goreng kemasan dilandasi dari sisi akuntabilitas karena APBN akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahunnya. 

Meski pemerintah coba berkelit dengan menyatakan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada kelompok yang pabrikan. Di sisi lain pemerintah menilai minyak goreng kemasan produk pabrikan besar lebih siap memberikan perhitungan dan laporan keuangan jika bekerja sama dengan pemerintah menyalurkan minyak goreng bersubsidi. Terlihat kentara bahwa pemerintah berpihak pada korporasi produsen minyak goreng.

Islam Solusi Permasalahan Umat

Teramat kejam sekaligus ironis menyaksikan polemik naik-turunnya harga minyak goreng. Semuanya tidak lepas dari akal bulus kapitalisme yang rakus meraup fulus. Terlebih, keberadaan harga adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam ekonomi kapitalisme untuk memainkan produksi, konsumsi, dan distribusi.

Jadi, adanya polemik minyak goreng bukan hanya soal kelangkaan sehingga penetapan HET menjadi solusi pemerintah. Namun, berhubung harga adalah alat pengendali dalam sistem kapitalisme, pada titik inilah para kapitalis sangat leluasa bermain sehingga dapat meraih profit sebesar-besarnya dalam wujud kebijakan apa pun.

Tidak heran, para pemodal dalam kapitalisme akan menciptakan mekanisme harga atau struktur harga komoditas di pasaran, karena menurut mereka harga akan mempengaruhi keseimbangan ekonomi secara otomatis.

Hal ini tentu berbeda dengan tata aturan dalam sistem ekonomi Islam. Dalam Islam, Allah SWT telah memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Ini sebagaimana hadis, “Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR Ibnu Majah)

Namun, ketika negara mematok harga untuk umum maka Allah SWT telah mengharamkan. Allah melarang tindakan pemberlakuan harga tertentu barang dagangan untuk memaksa masyarakat agar melakukan transaksi jual-beli sesuai harga patokan tersebut.
 
Ini sebagaimana hadis, “Harga pada masa Rasulullah SAW pernah membumbung. Lalu mereka melapor, " Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini).’ Beliau SAW menjawab, "Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah sementara tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah."(HR Ahmad)

Kondisi melambungnya harga barang memang suatu realitas yang kadang tidak bisa kita hindari. Hal ini misalnya terjadi pada masa peperangan, bencana alam, krisis politik, dan lain sebagainya. Yang memang merupakan akibat tidak tercukupinya barang di pasaran karena adanya penimbunan barang atau karena barangnya memang sedang langka. 

Namun, solusi masalah ini bukan dengan mematok harga. Jika kelangkaan barang terjadi karena penimbunan, penimbunan tersebut jelas Allah haramkan. Jika kelangkaan barang terjadi karena barangnya memang langka, penguasa harus melayani kepentingan umum tersebut. 

Penguasa semestinya berusaha mencukupi pengadaan barang tersebut di pasaran dengan cara mengusahakannya mengambil dari kantong-kantong logistik barang yang bersangkutan. Sehingga keberadaan barang terjaga, tidak harus menjadi langka. Dengan demikian, melambungnya harga dapat terhindarkan.

Wallahu a'lam bishshawab


Oleh: Evi Haryati, A.Md.
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar