Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Panic Buying Minyak Goreng



Topswara.com -- Pemandangan yang sekarang banyak terjadi di swalayan mini maupun besar, adalah rak minyak goreng yang kosong. Meskipun tak semua swalayan kehabisan stok, namun perbandingan swalayan yang memiliki stok minyak goreng dengan yang tidak tidak seimbang. Lebih banyak yang kosong.

Setelah harga minyak diseragamkan menjadi Rp 14.000/ liter pada 19 Januari 2022, maka para warga berburu minyak. Pasalnya harga di pasar tradisional masih diberi waktu sepekan untuk menyesuaikan. 

Padahal pemberlakukan harga tersebut berlaku hingga enam bulan ke depan. 
Namun apa mau di kata, minyak di swalayan pada hari pertama langsung diserbu habis. Mungkin warga tak akan percaya akan ketentuan harga setelah enam bulan ke depan, masih setara atau tidak. 

Aneh, harga mahal pembelian normal-normal saja, ketika diturunkan langsung habis.

Fenomena panic buying minyak goreng akibat penerapan satu harga Rp14.000 per liter melanda masyarakat. Sejak program subsidi minyak goreng satu harga diterapkan pemerintah 19 Januari lalu, saat ini minyak goreng makin sulit ditemui di pasaran. Masyarakat berbondong-bondong memborong minyak goreng subsidi, akibatnya kelangkaan terjadi di sejumlah toko retail.

Panic buying adalah pembelian secara berlebihan atau penimbunan suatu barang karena didasari rasa panik dan takut berlebih. Melansir laman Tirto, tindakan membeli produk atau komoditas tertentu dalam jumlah besar karena ketakutan tiba-tiba akan kekurangan atau kenaikan harga pada barang tersebut. 

Panic buying biasanya terjadi untuk mengantisipasi suatu bencana atau setelah terjadinya suatu bencana.

Mengapa ini bisa terjadi? karena sistem ekonomi yang diterapkan di negara kita adalah sistem ekonomi kapitalis. Seperti bahan kebutuhan pokok harganya naik turun, ini terjadi pada minyak dan cabai.

Karena ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang berdasarkan pada sektor riil, jadi indikasinya adalah jumlah uang dan produksi barang dan jasa mengalir secara sehat, dan tidak ada yang namanya penggelembungan. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang cenderung yang berbasis pada nonriil. Jadi sangat rentan terjadi fruktuasi dan krisis ekonomi.

Harga merupakan hasil pertukaran antara uang dan barang. Secara alami harga ditentukan oleh supply and demand, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah dan permintaan sedikit maka harga akn turun. 

Sebaliknya jika barang yang ditawarkan sedikit dan permintaan besar maka harga akan naik. Sudah barang tentu sembako merupakan komoditas harian yang selalu dibutuhkan masyarakat. Oleh karenanya, keseimbangan supply and demand harus diperhatikan oleh negara agar harga dapat stabil dan terjangkau.

Pematokan harga oleh pemerintah seringkali dipandang sebagai solusi, padahal kebijakan semacam itu bukanlah solusi, bahkan di dalam Islam hal ini dilarang. Ketika di zaman Nabi SAW saat harga barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga barang tersebut dipatok, namun Beliau menolak seraya bersabda yang artinya: "Allah lah zat Yang Maha Mencipta, menggenggam, melapangkan rezeki, memberi rezeki dan mematok harga’' (HR. Ahmad dari Anas). 

Pematokan harga bisa berakibat menurunnya produksi, membuka peluang pasar gelap, penimbunan dan sebagainya.

Secara sistemik, Islam telah memberikan jawabannya. Jika penyebab kenaikan harga karena terganggunya suplai, artinya terjadi kelangkaan barang sementara permintaan besar, maka negara harus mencari suplai dari daerah lain untuk dipasok ke daerah yang mengalami kelangkaan tersebut. 

Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab ra pada akhir tahun 17 H saat di Madinah terjadi paceklik. Khalifah meminta kepada Amr bin Ash gubernur Mesir saat itu untuk mendatangkan komoditas kebutuhan masyarakat ke Madinah. Jika seluruh daerah dalam negeri mengalami hal yang sama, maka diambillah kebijakan impor.

Jika masalah harga disebabkan penyimpangan terhadap syariat seperti penimbunan (ikhtiar) dan permainan harga (ghabn alfahisy), maka negara harus melakukan inspeksi sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW.

Mandiri Pangan dengan Islam
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan. Yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi.  

Berbeda dengan sistem kapitalis yang selalu memilih solusi instan dalam menyelesaikan masalah rakyat. Seperti solusi impor dalam menghadapi kekurangan pasokan dibanding solusi meningkatkan produksi tanam. Sistem Islam memiliki konsep jelas dalam pengelolaan pangan yaitu dengan mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan. 

Karena Islam memandang pangan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara. Sehingga negara akan melakukan berbagai upaya untuk merealisasikannya. Negara akan lebih mengutamakan pengoptimalan produksi tanam dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan.

Negara pun memiliki kendali dan andil yang besar dalam memastikan suplai yang merata. Dimana di dalam sistem ekonomi kapitalisme hari ini, dengan liberalisasi dan kebebasan kepemilikan termasuk kebebasan berproduksi dan mendistribusikan, abai akan hal ini. 

Bagi sistem ekonomi kapitalisme tumpuannya adalah produksi dan produksi tanpa memperhatikan halal-haram barang yang diproduksi maupun pemerataan distribusinya. Di dalam al Quran Surat al Hasyr, ayat 7 Allah SWT berfirman yang artinya: "Agar harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja."

Maka bukankah sudah selayaknya kita meninggalkan sistem yang terbukti tidak mampu menjaga kestabilan harga dan menggantinya dengan sistem yang terbukti mampu menyelesaikan permasalahan umat. Wallahu a'lam bishawab.[]

Oleh: Siti Maryam 
(Pemerhati Media) 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar