Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Metaverse, Dilema Teknologi dan Syariat?


Topswara.com -- Kemajuan teknologi digital semakin hari semakin gemilang. Kini, setelah bergantinya nama facebook menjadi meta, dunia ramai memperbincangkan metaverse. Teknologi terbaru yang diyakini akan memberi kemudahan manusia dalam menjangkau alam semesta.

Seperti dilansir dari katadata.co.id (14/2/2022), secara etimologi, metaverse berasal dari kata “meta” yang artinya melampaui dan “verse” yang berarti alam semesta. Maka, jika disatukan metaverse memiliki arti melampaui alam semesta. Sehingga jika disatukan metaverse memiliki arti melampaui alam semesta. Metaverse digambarkan sebagai teknologi yang memungkinkan orang berkumpul dan berkomunikasi dengan masuk ke dunia virtual.

Para futuris menyebut bahwa konsep metaverse mirip dengan penggambaran dalam cerita fiksi ilmiah Ready Player One, yang mempunyai karakteristik persisten, real-time dan fungsi ekonomi. Persisten berarti terus berjalan tanpa pernah mengalami reset, jeda dan tidak akan pernah berakhir. 

Real-time berarti pengguna akan merasakan tiap pengalaman secara real-time meskipun ruang metaverse didesain sebelumnya. Sedangkan fungsi ekonomi akan berjalan seperti dunia nyata, dimana aktivitas jual beli, transaksi produk dan layanan dilakukan dengan mata uang asli berbasis blockchain (detik.com, 9/2/2022).

Bahkan, dari situs yang sama, juga diberbincangkan wacana ibadah haji di metaverse. Bermula ketika Kakbah di Masjidil Haram sudah hadir di metaverse yang resmi dibuat oleh Kerajaan Saudi Arabia. Kakbah di metaverse ini digagas pemerintah Saudi melalui Badan Urusan Pameran dan Museum bekerja sama dengan Universitas Ummul Quro. Tujuannya adalah memberi kesempatan umat Islam bisa menyentuh Hajar Aswad secara virtual.

Pemanfaatan Teknologi dalam Kapitalisme

Dalam kapitalisme, manfaat dan keuntungan materi yang menjadi titik tolak segala sesuatu, termasuk teknologi. Memang, teknologi dibuat dan dikembangkan untuk memberikan kemudahan pada manusia. Namun sayangnya, kapitalisme mengesampingkan aturan agama dalam penggunaannya.

Maka, pro dan kontra pun bergulir. Banyak yang mengapresiasi dan sangat antusias dengan metaverse. Termasuk antusias merespon rencanaa ibadah haji metaverse. Dimana tergambar dalam benak masyarakat akan sangat mudah dan dekat untuk mengunjungi Kakbah, tanpa harus mengeluarkan biaya perjalanan yang tidak sedikit.

Hingga akhirnya, ulama dan tokoh agama pun buka suara. Diberitakan Hurriyet Daily News Turki, Departemen Urusan Agama Turki (Diyanet), melalui direkturnya Remzi Bircan, setelah mengkajinya sebulan, mengeluarkan keputusan bahwa mengunjungi Kakbah di metaverse tidak dianggap sah sebagai ibadah Haji (detik.com, 9/2/2022).

Diberitakan okezone.com (13/2/2022), sejalan dengan Turki, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorum Niam menilai bahwa haji melalui metaverse dianggap tidak sah, karena hadir ke lokasi. Namun ia juga menilai bahwa platform metaverse untuk melihat atau mengelilingi Kabah melalui virtual reality (VR) bisa sebagai simulasi haji saja, sehingga masyarakat akan tahu posisi dan tempat-tempat yang akan dikunjungi saat berhaji. Misal di mana tawafnya, di mana Al Mustajabah (tempat-tempat mustajab), di mana Hajar Aswad dan lain-lain. Sehingga hal itu akan lebih memudahkan jamaah ketika berhaji.

Pemanfaatan Teknologi dalam Islam

Dalam Islam, teknologi metaverse merupakan bagian dari madaniyah umum (sesuatu barang atau teknologi hasil peradaban) yang boleh diambil oleh kaum Muslim. Kebolehan ini berdasar pada sabda Nabi SAW: "Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim, no. 2363). Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaanya.

Pertama, harus dipastikan bahwa penggunaan teknologi, dalam hal ini metaverse tidak bertentangan dengan syari'at secara keseluruhan. Misalnya, metaverse Kakbah hanya untuk simulasi sebelum berhaji, bukan digunakan untuk ibadah haji. Begitu pula dengan penggunaan metaverse untuk bisnis, transaksi jual beli dan muamalah lain, atau dalam pendidikan dan lain-lain,bisa juga memanfaatkan metaverse selama tidak bertentangan dengan syari'at.

Kedua, jika metaverse akan dikembangkan untuk kemaslahatan rakyat, maka harus diperhatikan sarana dan prasarana yang memadai. Harus dipastikan pula seluruh rakyat dapat menjangkaunya dengan mudah. Menjamin dan menyediakan jaringan internet yang merata, sehingga tidak ada ketimpangan sosial atau bahkan kesulitan bagi warga pelosok.

Ketiga, harus diiringi dengan pemberian pemahaman kepada masyarakat terkait penggunaan teknologi termasuk metaverse. Di sisi lain juga memberi aturan yang jelas dan tegas, serta sanksi untuk mengantisipasi penyalahgunaan penggunaannya.

Maka, sangat dibutuhkan peran masyarakat serta negara untuk merealisasikan seluruhnya. Dengan demikian teknologi metaverse akan sangat bermanfaat dan menjadikan umat ini menjadi umat terdepan.
Wallahu a'lam bishawab


Oleh: Anita Desa Rika Ndani
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar