Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kerangkeng Manusia, Potret Kelemahan Perlindungan Negara


Topswara.com -- Berulang kali kasus pelanggaran HAM terjadi di negeri ini dengan berbagai kronologisnya. Masalah penggunaan narkoba pun tidak kunjung mampu dituntaskan oleh negara. Akhirnya, masyarakat yang kena getahnya. 

Kali ini, publik digegerkan dengan penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, yang telah ada sejak 2012. Jumlah orang yang tinggal di kerangkeng manusia itu sebanyak 48 orang. Namun, saat pengecekan, hanya ditemukan 30 orang saja. Disebutkan bahwa  kerangkeng manusia tersebut merupakan tempat rehabilitasi narkoba yang dibuat sang kepala daerah secara pribadi.

Namun, Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulityo Pudjo Hartono mengatakan tempat rehabilitasi itu harus ada syarat formil dan materiil. Syarat formil yang harus dipenuhi seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin operasional yang dikeluarkan oleh dinas. Sementara, syarat materiil yaitu harus ada lokasi, ada program rehabilitasi tergantung jenis narkoba yang digunakan. Kemudian adanya sejumlah dokter jiwa, psikiater, dokter umum, pelayanan dan kelayakan ruangan. (news.detik.com, 25/1/2022).

Bertolak belakang dengan yang ditemukan, yang ada bukan tempat rehabilitasi narkoba melainkan kerangkeng manusia yang akhirnya dipekerjakan sebagai pekerja kebun sawit. Apalagi adanya fakta yang menunjukkan lebih dari satu orang yang tinggal dalam kerangkeng tersebut meninggal tanpa diketahui penyebabnya. 

Sungguh miris, ketika salah satu oknum pejabat negara bahkan pemimpin suatu wilayah melakukan hal yang demikian. Bukan menjadi pengurus rakyat dan melindungi pekerja, namun malah terkesan dipaksa seperti perbudakan.

Menurut Pakar hukum sekaligus mantan anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, apa yang dilakukan terbit telah memenuhi unsur eksploitasi karena diduga mempekerjakan pecandu narkoba dengan jam kerja yang tidak layak, tanpa diupah, hingga ditempatkan dalam kerangkeng yang tidak manusiawi. Perbuatan tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai 'perbudakan pada manusia' sehingga sudah semestinya dijerat dengan UU TPPO.

Sistem perbudakan memang telah lama dihapuskan karena dianggap oleh para penguasa dalam demokrasi melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun, sebenarnya yang terjadi baik disadari atau tidak, kerap kali masyarakat yang hari ini bekerja dalam suatu korporasi diperlakukan bagai budak dengan berbagai kebijakan yang dilahirkan oleh sistem kapitalis neoliberal.

Mempekerjakan manusia dengan mengambil manfaat sebesar-besarnya tanpa melindungi hak-hak pekerja sudah menjadi karakter para kapitalis. Tidak sedikit kasus ketenagakerjaan yang naik ke permukaan. Namun, sayangnya tidak diselesaikan secara tuntas. Misalnya, upah pekerja yang selalu menjadi tuntutan buruh tidak kunjung menemukan solusinya. Kemudian dengan adanya UU Omnibus Law Ciptaker yang justru makin merugikan para pekerja.

Lemahnya negara memberi perlindungan kepada pekerja menjadi salah satu kegagalan yang masih terus terjadi dalam penerapan sistem demokrasi. Kerangkeng manusia yang tidak manusiawi menjadi salah satu buktinya.

Negeri yang menerapkan sistem kapitalisme tidak mungkin melewatkan apa pun yang berbau uang. Termasuk bisnis narkoba yang begitu menggiurkan serta menjanjikan limpahan materi. Keberadaan narkoba pun seolah dipertahankan dan “sayang” untuk dihilangkan. 

Bisnis narkoba makin menggurita, hingga wajar jika penyebarannya terus merajalela dan sulit diberantas. Di tambah lagi, tidak ada ketakutan pada sanksi berat yang diberikan pada pelakunya. Sehingga wajar kita temukan kasus narkoba terus menjamur di negeri muslim, termasuk Indonesia. 

Menurut laporan dari kelompok ahli BNN pada 2020, sejumlah panti rehabilitasi swasta memasang harga 30 sampai 150 juta rupiah dalam sebulan. Sedangkan tarif di panti rehabilitasi negara berkisar di angka 3 sampai 4 juta rupiah per bulan. (kabar24.bisnis.com, 21/1/2022).

Bisa dipastikan jika ada masyarakat menitipkan anggota keluarganya di tempat kerangkeng manusia milik Bupati Langkat disebabkan tidak mampu membayar biaya di panti rehabilitasi negara. Bukankah seharusnya negara memfasilitasi secara gratis? Mengingat, penggawa negara telah berkomitmen memberantas narkoba ke akarnya.

Gagalnya negara menyokong sarana rehabilitasi semakin memperpanjang masalah akut narkoba di negeri ini. Berbeda dengan sistem Islam, negara wajib membantu rakyat dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Tidak akan ada pekerja yang dipaksa bekerja mirip perbudakan, dimanfaatkan tenaganya secara eksploitatif, disiksa dan tidak dipenuhi kebutuhannya. 

Seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Beliau pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW memerintahkan kepada seseorang tadi untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Inilah bentuk tanggung jawab kepala negara terhadap rakyatnya.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.  “Imam/Khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim)

Kemudian negara pun memberikan jaminan pendidikan secara gratis kepada rakyatnya untuk meningkatkan kualitas maupun skill sehingga memudahkan mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Selain itu, para pekerja dan keluarga mereka juga diberikan jaminan kesehatan.

Negara juga menjamin nafkah bagi penduduk yang tidak mampu bekerja. Mengenai upah pekerja juga tidak didasarkan semau pemberi kerja melainkan berdasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja. Baik manfaat itu lebih besar daripada kebutuhan hidup maupun lebih rendah daripada kebutuhan hidup pekerja tersebut, sesuai kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. 

Tidak akan ditemukan bentuk penindasan ataupun kezaliman yang dilakukan oleh para pemberi kerja karena negara akan memberi sanksi tegas bagi pemberi kerja yang lalai atas tanggung jawabnya mempekerjakan masyarakat.

Inilah potret buruk dari penguasa demokrasi dalam mengurus rakyatnya. Umat semakin menyadari bahwa selama sistem demokrasi kapitalisme masih diterapkan, tidak ada satu pun masalah rakyat yang selesai ditangani. 

Hanya dengan kembali pada Islam lah yang menjadi solusi fundamental untuk menyelamatkan masyarakat dan negara. Sehingga umat terbebas dari kerangkeng kapitalisme yang memasung mereka dalam menjalankan syariat-Nya.
Wallahu a'lam bishshawwab


Oleh: Mesi Tri Jayanti, S.H. 
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar