Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Politik Balas Budi dalam Kapitalisme


Topswara.com -- Uben Yunara, aktivis buruh yang juga merupakan Ketua SPSI Kabupaten Bandung, saat ini telah menjadi Komisaris PT BPR Kerta Raharja, salah satu BUMD milik pemerintah daerah Kabupaten Bandung. Menurut Bupati Bandung Dadang Supriatna, pengukuhan ini sebelumnya telah melalui proses tes dan uji kompetensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dadang berharap dengan pergantian Komisaris ini bank milik Pemda Kabupaten Bandung tersebut dapat berlari cepat dan membantu meningkatkan kondisi perekonomian warga Kabupaten Bandung (jabarekspres.com, 14/1/22).

Bila melihat rekam jejaknya, Uben Yunara adalah salah satu Timses pasangan Bedas saat Pilkada Kabupaten Bandung tahun 2020. Sedikitnya suara 34.000 buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SPTSK SPSI) Kabupaten Bandung dikerahkan untuk mendukung Bedas, pasangan nomor urut 3, Dadang Supriatna – Sahrul Gunawan, pada Pilkada Kabupaten Bandung yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020 (amp.opininews.com, 23/11/20).

Jajaran pengurus dan ribuan buruh menaruh harapan besar kepada pasangan Bupati terpilih tersebut agar dapat memulihkan dan membangkitkan kondisi ekonomi para pekerja di masa pandemi Covid-19 ini, agar para pekerja terhindar dari ancaman PHK yang berujung pada munculnya pengangguran. 

Uben Yunara sangat optimis pemerintahan pasangan Bupati terpilih dapat memberikan manfaat yang besar bagi kalangan pekerja, sehingga para buruh berharap bisa hidup sejahtera untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pikiranrakyat.com, 19/3/21).

Meskipun diakui ada proses pengujian dalam penunjukkan komisaris baru ini, tidak tertutup kemungkinan ada politik balas budi yang biasa terjadi dalam sistem kapitalis yang saat ini melingkupi kita. 

Rakyat sudah terbiasa disuguhi berita munculnya pejabat baru secara tiba-tiba karena ada kedekatan sang pejabat dengan jajaran birokrasi yang sebelumnya didukung pada saat kampanye. Rakyat tidak pernah tahu apakah sang pejabat memiliki kemampuan yang cukup agar layak menduduki jabatan tersebut. 

Islam memiliki tiga cara dalam mengangkat seorang pejabat. Pertama, pembai’atan oleh ahlul halli wal ‘aqdi atau umat. Pejabat negara yang diangkat melalui metode bai’at ini adalah khalifah. Kedua, pemilihan (intikhab) oleh rakyat. Pejabat negara yang dipilih dengan cara intikhab (pemilihan umum) ini adalah anggota Majelis Umat. Mereka dipilih untuk mewakili rakyat dalam urusan syura dan muhasabah (koreksi/pengawasan terhadap penguasa).  

Ketiga, pemberian mandat dari Khalifah. Semua pejabat negara, selain Khalifah dan anggota Majelis Umat, diangkat oleh khalifah atau orang yang diberi mandat oleh Khalifah sesuai dengan akad niyabah-nya, semacam mu’awwin (pembantu khalifah), wali, ‘amil, qadhi (hakim), dan sebagainya.  

Pada dasarnya, seluruh kekuasaan di dalam Islam ditujukan untuk menegakkan hukum Allah SWT dan amar makruf nahi mungkar. 

Tujuan seperti ini hanya bisa diwujudkan ketika tugas pemerintahan didelegasikan kepada ahlut takwa (amanah) dan ahlul kifayah (orang yang memiliki kapabilitas). Untuk itu, prinsip umum pendelegasian tugas pemerintahan adalah ketakwaan dan kafa’ah.

Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa seorang pejabat negara harus memiliki tiga kriteria penting: al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaan) dan ar-rifq bi ar-ra’iyyah (lembut terhadap rakyat). 

Pertama, al-quwwah. Yang dimaksud adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal sehingga mampu mengeluarkan kebijakan yang tepat dan seusia dengan syari’at Islam. Di samping itu juga memiliki kekuatan nafsiyah (kejiwaan) seperti sabar, tidak tergesa-gesa, tidak emosional, dan sebagainya.

Kedua, at-taqwa. Pemimpin yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam menjalankan amanah mengurus rakyatnya. Pemimpin seperti ini selalu berupaya berjalan sesuai aturan Allah dan berhati-hati agar tidak melanggar syariatNya. 

Ketiga, ar-rifq (lemah lembut) ketika bergaul dengan rakyatnya. Dengan sifat seperti ini, pemimpin akan dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. 

Aisyah ra. berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW berdoa di rumah ini, “Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah pada dirinya.” (HR Muslim). 

Dari aspek akuntabilitas, semua penguasa dan pejabat negara dalam daulah khilafah islamiyah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka. 

Tanggung jawab di sini adalah tanggung jawab yang berkaitan dengan aspek profesionalitas/legal formal, serta yang bersifat ruhiyah. Hal ini karena jabatan adalah amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya oleh orang yang mendelegasikannya serta di hadapan Allah SWT kelak pada Hari Penghisaban.

Wallahu a’lam bishawwab


Oleh: Dra. Rivanti Muslimawaty, M. Ag.
(Dosen di Bandung)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar