Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Duka Para Gadis di Sistem Demokrasi


Topswara.com -- Lagi dan lagi, seorang gadis remaja menjadi korban kebiadaban hawa nafsu kaum lelaki. Sedih dan pilu, bagai teriris sembilu menyaksikan kenyataan pahit kehidupan kaum wanita dalam sistem demokrasi. Bagaimana tidak, dua gadis remaja bersaudara baru-baru ini diberitakan telah dilecehkan oleh ayah kandungnya sendiri.

Sebagaimana yang dilansir dari CNN Indonesia, seorang anak kembar di daerah Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu Utara berinisial PU (19) dan PI (19) telah di cabuli oleh ayah kandungnya sendiri yang berinisial SP (41). Kebejatan SP telah berlangsung selama 4 tahun, diawali sejak tahun 2017 saat si kembar berusia 17 tahun, namun baru diketahui pada tahun 2021. Bukan hanya si kembar, SP juga melakukan aksinya dengan sahabat si kembar berinisial TI (18)  yang kebetulan datang menginap di rumah mereka pada tahun 2021. SP selalu melakukan aksinya dengan mengancam mereka menggunakan senjata tajam (cnnindonesia.com, 17/12/2021).

Selain itu, berita lain datang dari Ponorogo. Seorang ibu di Kecamatan Ngebel melaporkan suaminya yang berinisial DW (58) ke kantor polisi atas kasus pencabulan terhadap dua anak kandung mereka sendiri. Konon, perilaku DW telah berlangsung sejak 2013 saat anaknya masih berusia 12 tahun dan terakhir dia lakukan pada November 2021. DW kerap melakukan aksi bejatnya itu saat anaknya sedang tidur (detiknews, 01/12/2021).

Sejatinya ayah adalah pelindung bagi anak-anaknya namun kini banyak ayah yang menjadi sebaliknya. Seorang ayah di zaman sekarang justru banyak yang menghilangkan kodratnya sebagai pelindung untuk anak-anaknya. Karena itu, bagi anak-anak gadis yang memiliki ayah yang bejat, mereka tidak lagi melihat ayahnya sebagai hero melainkan monster bagi mereka.

Jika ayah telah kehilangan kodratnya sebagai pelindung putri-putrinya, lalu ke mana lagi mereka akan meminta perlindungan?

Seolah tak tahu arah ke mana harus melangkah, seolah tak tahu arah ke mana harus mengadu. Seorang anak yang ayahnya telah berubah menjadi monster, bahkan rumah bak neraka baginya. Mengadu dalam sistem yang penerapannya bukan Islam pun seolah sia-sia belaka.

Berbeda dengan penerapan hukum Islam yang memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku pemerkosa. Dalam Islam jika seorang yang sudah menikah melakukan perzinaan maka hukumannya adalah rajam sampai mati. Jika belum menikah maka hukumannya cambuk seratus kali serta mereka akan diasingkan. 

Oleh karena itu dalam kasus pemerkosaan yang pelakunya berstatus menikah, maka pelakunya dihukum dengan hukuman rajam sampai mati agar menjadi pembelajaran untuk yang lainnya, hingga mereka tidak akan melakukan hal yang sama. 

Sedangkan korbannya tidak dihukumi sebagai pezina dan tidak mendapatkan hukuman apa pun sebab dia tidak melakukan tindakan seksual karena keinginan darinya. Justru anak tersebut akan mendapatkan perhatian khusus untuk mengembalikan kestabilan jiwanya karena adanya guncangan yang disebabkan oleh pelaku pelecehan tersebut.  

“Paling baiknya kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku paling baik untuk keluargaku. Tidak memuliakan perempuan kecuali laki-laki yang mulia. Tidak menghinakan perempuan kecuali laki-laki hina.” (HR. Imam Hakim)

Hadis Rasulullah SAW di atas telah menjelaskan bahwa lelaki yang menghinakan wanita tidak lain adalah dia laki-laki yang hina. Oleh karena itu, Islam sangat menjaga dan memulihkan kaum wanita bahkan negara pun ikut andil dalam penjagaan terhadap kaum wanita. Begitulah kiranya ketika kita berada dalam sistem Islam yang menerapkan hukum yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta.


Oleh: Rismawati, S.Pd. 
(Pemerhati Perempuan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar